Oleh : Tony Rosyid
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Jadi incumbent, ada untung, tapi ada ruginya. Apa untungnya? Pertama, dia populer. Hampir seratus persen rakyat mengenalnya. Tak perlu lagi mengenalkan diri tentang siapa dia. Kalau rakyat sudah kenal, tinggal bagaimana membuat rakyat simpati, lalu suka dan memilihnya kembali.
Kedua, media darling. Apapun yang dilakukan incumbent, sorot media akan membrandingnya. Tidak hanya kerja, keliling pakai motor gede dan bagi-bagi amplop juga akan diikuti media. Jalan-jalan di pantai tsunami aja viral.
Ketiga, bisa jualan hasil kerja. Lima tahun pasti banyak yang bisa ditunjukkan kepada rakyat. Terutama infrastruktur yang bisa dilihat langsung fisiknya. Misal jalan tol, tinggal hitung berapa kilo meter. Ini bisa menghipnotis hati dan pikiran rakyat. Apalagi jika infrastruktur itu dibangun di daerah terpencil. Pasti jadi berita seksi. Rakyat akan mudah terpesona.
Keempat, bisa akses dana, fasilitas dan aparat untuk berkampanye. Hampir semua incumbent melakukan ini. Hanya bedanya, ada yang sembunyi-sembunyi dan masih punya rasa malu. Ada yang terang-terangan dan gak tahu malu.
Kelima, dengan kekuasaan ditangan, incunbent bisa tekan sana tekan sini. Bisa juga menggunakan strategi sandera untuk membungkam, atau mendapatkan dukungan. Dan masih banyak lagi keuntungan lainnya.
Lalu ruginya? Jika punya cacat atau melakukan kesalahan, lawan bisa membongkarnya. Apalagi jika kesalahan itu fatal. Ini akan jadi sasaran tembak yang bisa mematikannya.
Debat pilpres 2019 digelar tiga kali. Ditonton oleh hampir semua rakyat Indonesia. Pengaruhnya bagi suara pasti dahsyat. Disinilah dua paslon, Prabowo-Sandi vs Jokowi-Ma’ruf bertarung. Sebuah pertarungan yang riil dan disaksikan langsung oleh para pemilih.
Jokowi-Ma’ruf punya kesempatan untuk memamerkan hasil kerjanya selama hampir lima tahun mengelola pemerintahan. Bagaimana pasangan No. 1 ini mampu membuat rakyat terpukau dengan semua yang telah dikerjakan untuk rakyat. Sambil menyindir penantangnya, bahwa paslon No. 2 belum punya hasil dan pengalaman menjadi presiden. Program baru belum bisa diukur dan dinilai, karena belum ada bukti. Inilah keunggulan incumbent atas lawannya.
Prabowo-Sandi sebagai penantang dituntut untuk bisa menawarkan program alternatif. Tentu harus lebih baik, lebih menarik dan lebih cerdas. Jika tidak, rakyat tak akan memiilihnya. Untuk apa memilih yang baru kalau tidak ada sesuatu yang baru.
Selain menawarkan program baru yang lebih baik dan menarik, Prabowo-Sandi punya peluang untuk bertanya, mempertanyakan, bahkan membongkar cacat, kesalahan dan semua sisi buruk incumbent dalam mengelola pemerintahan. Jika Prabowo-Sandi bisa menunjukkan kesalahan-kesalahan fatal incumbent, ini akan jadi kartu mati buat Jokowi. Sehebat dan sebesar apapun prestasi orang, jika dibuka satu aibnya saja, hidupnya kelar. Apalagi jika aibnya banyak.
Kita masih ingat seorang tokoh yang tinggal selangkah lagi jadi menteri. Satu video dibuka, kelar karirnya. Seorang calon wagub, satu fotonya diunggah, ia pun mundur. Membuka aib dan cacat orang bisa menghancurkan semua prestasinya. Apalagi jika aib dan cacat itu banyak dan fatal. Soal integritas di mata rakyat selalu lebih tinggi nilainya dari hasil kerja dan prestasi apapun. Cacat integritas akan menghancurkan segalanya.
Bagi Prabowo-Sandi, ini peluang dan pintu masuk untuk mengkritisi incumbent. Sekaligus ini akan menjadi titik krusial dan paling menghawatirkan bagi Jokowi. Apalagi di titik ini incumbent punya banyak masalah yang bisa dijadikan sebagai sasaran ditembak. Mungkin inilah yang menyebabkan kubu incumbent mengusulkan debat diwakili timses saja. Ada kesan malah mendorong acara debat ditiadakan.
Apa masalah itu? Pertama soal hukum. Kepada incumbent akan ditanya mengapa kasus Novel Baswedan tidak tuntas? Mengapa Habib Rizieq Shihab (HRS) ditersangkakan dengan 17 kasus pasca demo Ahok? Mengapa saksi ahli video chat mesum dianiaya dan tidak ada penuntasan kasus hukumnya? Mengapa orang yang edit topi sinterklas Ma’ruf Amin langsung ditangkap, sementara Ade Armando juga melakukan hal yang sama, tapi bebas? Mengapa Ahmad Dhani jadi tersangka ujaran kebencian, tapi tidak berlaku bagi oknum Ansor yang melakukan hal yang serupa? Mengapa persekusi kepada para ulama dibiarkan? Termasuk yang dilakukan oleh oknum kepala BIN daerah. Tidakkah itu pelanggaran hukum? Mengapa pelaku bom molotov di depan rumah Mardani Ali Sera dan di arena panggung 212 tak terungkap?
Kedua, soal janji. Prabowo-Sandi dipastikan akan menanyakan soal janji politik Jokowi di tahun 2014. Anda bilang tak akan impor beras, kedelai, ikan, sayur dan buah. Kenapa anda impor? Anda bilang tak akan menaikkan harga BBM, kenapa sudah 12 kali naik? Anda bilang kabinet ramping dan akan diisi mayoritas dari kalangan profesional, kenapa sekarang gemuk dan diisi oleh para politisi parpol? Anda bilang akan beli kembali Indosat, mana buktinya? Anda bilang akan produksi mobil Esemka, kenapa sampai sekarang belum? Sudah sebelas tahun anda diberi kesempatan, tapi belum juga terbukti. Anda bilang ekonomi di bulan Oktober-November tahun lalu akan meroket, mengapa jadi terpuruk? Anda janjikan 10 juta lapangan kerja, kenapa gak anda penuhi? Anda bilang dolar di masa kepemimpinan anda akan turun dan stabil di angka 10 ribu. Kenapa di atas 15 ribu? Anda janji akan membuat Pertamina lebih maju dari Petronas, mana buktinya? Anda janji negara tak akan hutang. Tapi kenapa tambahan hutangnya luar biasa besar?
Ketiga, soal demokrasi. Publik semua tahu bahwa media ketakutan untuk mengkritisi pemerintah. Hampir semua media tidak berani memberitakan sesuatu yang bisa merugikan anda. Kasus yang paling transparan dan kasat mata adalah Reuni 212. Hanya satu saja TV swasta yang berani menayangkan. Jawab yang jujur apakah anda sengaja menekan media untuk membunuh demokrasi? Akibatnya, peringkat Indonesia sebagai negara demokrasi merosot jauh, dari 48 menjadi 68 dari 167 negara. Orang memakai kaos dan atribut PKI bebas. Padahal TAP MPRS No 25 Tahun 1966 jelas melarangnya. Tapi kenapa orang pakai kaos dan atribut 2019GantiPresiden disweeping oleh oknum aparat, anggota legislatif dan ormas? Padahal mereka tidak melanggar aturan.
Hampir pasti semua pertanyaan di atas akan diajukan oleh Prabowo-Sandi saat debat pilpres. Ingat, debat tiga kali, ditonton hampir semua pemilih, dan sangat berpengaruh bagi rakyat untuk menentukan pilihan. Jika incumbent tidak bisa memberi jawaban yang meyakinkan rakyat, nasibnya kelar. Rakyat akan mengadili dengan cara tidak memilihnya.