Bunga (Ilustrasi)

Biografi Lengkap Aisyah Radhiyallahu ‘anha

Bunga (Ilustrasi)

thayyibah.com :: Rasulullah saw mengatakan kepada Aisyah, “Aku melihat dalam mimpi selama tiga bulan, malaikat mendatangiku dengan membawamu dengan menutupimu dengan kain sutra. Ia berkata: “Inilah istrimu”, maka akupun membuka wajahmu dan ternyata engkaulah wanita yang tertutup kain itu. Maka aku katakan: “Bila ini dari Allah, Dia pasti akan melakukannya (menakdirkannya). Hadist Muttafaqun ‘alaih.

Hadis yang terdapat dalam kitab hadist Bukhari dan Muslim di atas, menunjukkan bahwa Rasulullah saw ditakdirkan untuk menikahi Aisyah melalui berita langsung dari Allah Ta’ala kepada Nabi shalallahu alaihi wassalam.

MENELADANI KEMULIAAN AISYAH

Di antara istri-istri Rasulullah saw, Siti Aisyah mempunyai tempat yang sangat istimewa. Ia adalah satu-satunya istri yang dinikahi Nabi dalam keadaan masih gadis. Ialah, yang sejak awal disiapkan oleh Allah SWT untuk menjadi pendamping dan penyokong Rasulullah sebagai Pengemban Risalah. Putri dari sahabat Rasulullah yang paling dicintai, yakni Abubakar Shiddiq, berhasil menjadi istri yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW. Di pangkuannyalah, Rasulullah menghembuskan nafas terakhirnya.

Aisyah adalah figur dan potret wanita ideal nan agung. Ia memiliki hati nan lembut, penuh cinta dan kehangatan, setia, berwawasan tajam, perasa, dan menjadi sentral dalam kehidupan. Ia pun penebar kedamaian, kasih sayang, dan cinta. ”Sungguh aku tahu marah dan lapangmu ketika kamu tenang,” kata Rasulullah kepada Aisyah.

Aisyah bertangan nan lembut dalam damai dan payah, serta cerdas dan ikhlas. Tak heran kalau ia sampai pada derajat seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, ”wanita adalah ‘belahan jiwa pria’.

KEHARMONISAN RUMAH TANGGA RASULULLAH SAW

Di bawah naungan rumah tangga yang bersahaja di situlah tinggal sang istri, pahlawan di balik layar pembawa ketenangan dan kesejukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah benda (perhiasan) dan sebaik-baik benda (perhiasan) adalah wanita (isteri) yang sholehah. “ (HR. Muslim)

Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan nama kesayangan dan mengabarkan kepadanya berita yang membuat jiwa serasa melayang-layang.

Aisyah radhiyallah ‘anha menuturkan: “Pada suatu hari Rasu-lullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya:

“Wahai ‘Aisy (panggilan kesayangan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ), Malaikat Jibril shallallahu ‘alaihi wasallam tadi menyampaikan salam buatmu.”(Muttafaq ‘alaih)

Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam selaku Nabi umat ini yang paling sempurna akhlaknya dan paling tinggi derajatnya telah memberikan sebuah contoh yang berharga dalam hal berlaku baik kepada sang istri dan dalam hal kerendahan hati, serta dalam hal mengetahui keinginan dan kecemburuan wanita. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menempatkan mereka pada kedudukan yang diidam-idamkan oleh seluruh kaum hawa. Yaitu menjadi seorang istri yang memiliki kedudukan terhormat di samping suaminya.

Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:

Suatu ketika aku minum, dan aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR. Muslim)

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah seperti yang diduga oleh kaum munafikin atau seperti yang dituduhkan kaum orientalis dengan tuduhan-tuduhan palsu dan pengakuan-pengakuan bathil. Bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih memilih etika berumah tangga yang paling elok dan sederhana.

Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mencium salah seorang istri beliau kemudian berangkat menunaikan shalat tanpa memperbaharui wudhu’.”(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)

Kedudukan Agung Kaum Wanita

Dalam berbagai kesempatan, beliau selalu menjelaskan dengan gamblang tingginya kedudukan kaum wanita di sisi beliau. Mereka kaum hawa memiliki kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjawab pertanyaan ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallah ‘anhu seputar masalah ini, beliau jelaskan kepadanya bahwa mencintai istri bukanlah suatu hal yang tabu bagi seorang lelaki yang normal.

Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Siapakah orang yang paling engkau cintai?” beliau menjawab: “‘Aisyah!” (Muttafaq ‘alaih)

Barangsiapa yang mengidamkan kebahagiaan rumah tangga, hendaklah ia memperhatikan kisah- kisah ‘Aisyah radhiyallah ‘anha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagaimana kiat-kiat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membahagiakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata:

“Aku biasa mandi berdua bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari satu bejana.” (HR. Al-Bukhari)

Rasulullah tidak melewatkan kesempatan sedikit pun kecuali beliau manfaatkan untuk membahagiakan dan menyenangkan istri melalui hal-hal yang dibolehkan.

Aisyah radhiyallah ‘anha mengisahkan:

Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang ramping. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku: “Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata: “Inilah penebus kekalahan yang lalu!” (HR. Ahmad)

Sungguh! merupakan sebuah bentuk permainan yang sangat lembut dan sebuah perhatian yang sangat besar. Beliau perintahkan rombongan untuk berangkat terlebih dahulu agar beliau dapat menghibur hati sang istri dengan mengajaknya berlomba lari. Kemudian beliau memadukan permainan yang lalu dengan yang baru, beliau berkata:“Inilah penebus kekalahan yang lalu!”

Bagi mereka yang sering bepergian melanglang buana serta memperhatikan keadaan orang-orang yang terpandang pada tiap-tiap kaum, pasti akan takjub terhadap perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah seorang Nabi yang mulia, pemimpin yang selalu berjaya, keturunan terhormat suku Quraisy dan Bani Hasyim. Pada saat-saat kejayaan, beliau kembali dari sebuah peperangan dengan membawa kemenangan bersama rombongan pasukan besar. Meskipun demikian, beliau tetap seorang yang penuh kasih sayang dan rendah hati terhadap istri-istri beliau para Ummahaatul Mukiminin radhiyallah ‘anhun. Kedudukan beliau sebagai pemimpin pasukan, perjalanan panjang yang ditempuh, serta kemenangan demi kemenangan yang diraih di medan pertempuran, tidak membuat beliau lupa bahwa beliau didampingi para istri-istri kaum hawa yang lemah yang sangat membutuhkan sentuhan lembut dan bisikan manja. Agar dapat menghapus beban berat perjalanan yang sangat meletihkan.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali dari peperangan Khaibar, beliau menikahi Shafiyyah binti Huyaiy radhiyallahu ‘anha. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengulurkan tirai di dekat unta yang akan ditunggangi untuk melindungi Shafiyyah radhiyallah ‘anha dari pandangan orang. Kemudian beliau duduk bertumpu pada lutut di sisi unta tersebut, beliau persilakan Shafiyyah radhiyallah ‘anha untuk naik ke atas unta dengan bertumpu pada lutut beliau.

Pemandangan seperti ini memberikan kesan begitu mendalam yang menunjukkan ketawadhu’an beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selaku pemimpin yang berjaya dan seorang Nabi yang diutus- memberikan teladan kepada umatnya bahwa bersikap tawadhu’ kepada istri, mempersilakan lutut beliau sebagai tumpuan, membantu pekerjaan rumah, membahagiakan istri, sama sekali tidak mengurangi derajat dan kedudukan beliau.

KECERDASAN AISYAH

Aisyah istri Nabi yang sangat cerdas. Ribuan hadis Rasulullah SAW yang berbicara seputar hukum, wahyu, perilaku Nabi dan lainnya, bersumber darinya. ”Aku tidak melihat seorang pun yang memiliki kepandaian dalam ilmu fiqih, kedokteran, dan syair melebihi Aisyah, kata Urwah bin Zubair. Buku ini menguraikan kemuliaan Aisyah, wanita yang melalui secarik kain sutera hijau di tangan Jibril, dihadirkan sebagai penyanding kemuliaan Khadijah (istri pertama Nabi) untuk Rasulullah SAW sebagai istri dunia-akhirat.

Dalam tulisan KH. A. Mustofa Bisryi, ketika Sayyidatina Aisyah r.a. ditanya tentang suaminya Nabi Muhammad saw, jawabnya sungguh cekak aos, “Kaana khuluquhu Al-Quran.” (Pekertinya adalah Al-Qur’an). Benar-benar cekak aos, singkat tapi cukup atau penuh makna. Jawaban ini, selain menunjukkan tingkat kecerdasan Aisyah yang tinggi, juga membuktikan tingkat pemahaman yang luar biasa dari putri sahabat Abu Bakar itu terhadap Al-Qur’an dan pribadi Nabi Muhammad saw. Maklum murid dan istri kinasih Nabi.

Kecerdasan Aisyah, membuatnya bagaikan spons yang menyerap banyak air zamzam keilmuan yang berasal dari rasulullah dan para sahabat di sekitarnya. Selain kemampuannya dalam menyerap ilmu, Aisyah juga adalah seorang guru yang andal. Guru yang memiliki lidah yang fasih dan lancar, keindahan gaya bahasa, dan tepat sasaran. Salah satu ceramah Aisyah yang terkenal dan menunjukkan ketinggian ilmu dan akhlaknya adalah pada Perang Jamal. Itu adalah bukti nyata.

WANITA CERDAS PENDAMPING MUHAMMAD

Kulitnya putih, berubah kemerahan saat diterpa sinar mentari. Maka kemudian wanita pemilik kulit putih ini pun dipanggil dengan al-Humairah. Ia adalah Aisyah binti Abu Bakar, istri Nabi Muhammad. Panggilan kesayangan al-Humairah, tak lain dari suaminya tercinta itu.

Aisyah masih terbilang sangat belia saat mendampingi Muhammad. Ia barulah menginjak usia sembilan tahun. Ensiklopedi Islam yang mengutip Ibnu Hisyam, menyatakan Aisyah menikah dengan Muhammad saat berusia enam tahun dengan mas kawin sebesar 400 dirham.

Tiga tahun kemudian, baru Aisyah hidup bersama dengan Muhammad setelah melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah. Namun demikian, usianya yang belia itu tak membuatnya kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan sang Nabi yang juga sahabat ayahnya, Abu Bakar as-Shidiq.

Sebab, Aisyah merupakan seorang wanita yang cerdas dan memiliki ingatan yang begitu tajam. Ia mampu mengingat segala pertanyaan yang diajukan oleh umat Muhammad dan jawaban yang diberikan oleh suaminya itu kepada para penannya. Kecerdasan inilah yang kemudian menjadi salah satu titik penting ia menjadi istri tersayang Muhammad, bila dibandingkan istri lainnya setelah Khadijah. Bahkan saat maut menghampiri, Muhammad berada di pangkuan Aisyah.

Selama sakit menjelang wafat, Muhammad memang kerap berada di rumah Aisyah. Muhammad meminta izin istri lainnya untuk berada di dekat Aisyah.”Sebuah kenikmatan bagiku karena Rasulullah wafat di pangkuanku,” kata Aisyah. Pada masa-masa selanjutnya, setelah wafatnya Muhammad, Aisyah menyebarkan ilmunya kepada orang lain dalam sebuah majelis pengajaran tersendiri. Ia berkeinginan untuk menjadikan umat Islam mampu memahami ajaran agamannya dengan baik.

Dengan kecerdasan dan ketajaman ingatannya itu, Aisyah dikenal pula sebagai periwayat hadis Nabi. Catatan dalam Ensiklopedi Islam untuk pelajar mengungkapkan bahwa Aisyah meriwayatkan sekitar 1.210 hadis dan sebanyak 228 di antaranya terdapat dalam hadis Imam Bukhari. Selain itu, Aisyah juga dikenal sebagi wanita yang mampu menyusun kata-kata dan piawai melakukan orasi. Ia pun tak segan untuk bersuara lantang saat di hadapannya ada penyelewengan yang ia anggap tak sesuai dengan Alquran dan Sunah.

Peristiwa ini pernah terjadi pada pemerintahan Muawiyah. Sebuah pemerintahan yang lahir setelah masa kekhalifahan terakhir yang dipegang Ali bin Abi Thalib berakhir. Aisyah menentang Muawiyah karena dianggap pemerintahannya melenceng. Selain kecerdasan dan masa-masa manis yang dilalui Aisyah dengan Muhammad, ia juga pernah mengalami cobaan yang cukup berat. Ini terjadi setelah terjadi peperangan kaum Muslim dengan Bani Mustaliq pada 628 M. Saat itu memang giliran Aisyah mendampingi Muhammad.

Dalam perjalanan pulang dari medan perang, Aisyah dan rombongan berhenti di suatu tempat. Saat itu, ia keluar dari sekedupnya-semacam ruang yang ditempatkan di atas punggung unta-untuk satu keperluan. Tak lama, ia pun kembali. Namun kemudian, ia merasa kalungnya hilang lalu mencarinya. Sekejap kemudian, rombongan pun berangkat dan menganggap Aisyah telah berada di sekedupnya. Aisyah pun sadar, ia tertinggal rombongan. Dan ia duduk di tempat itu menunggu ada orang yang menjemput. Saat itu muncul sahabat Muhammad, Safwan bin Buattal.

Safwan pun menemukan Aisyah di tempat itu. Maka, ia mempersilakan Aisyah menunggang untanya. Ia sendiri menuntun unta itu hingga sampai di Madinah. Setelah melihat kedatang mereka, maka sejumlah pihak membuat desas-desus adanya hubungan antara Aisyah dan Safwan. Kelompok munafik, kemudian membesar-besarkan berita ini hingga lahirlah sebuah fitnah. Namun kemudian turun Surat An Nur ayat 11-20 yang membantah berita bohong tersebut. Selanjutnya, berita-berita mengenai Aisyah pun luruh.
Aisyah ra., Mozaik Keilmuan nan Mumpuni

“Banyak laki-laki yang sanggup mencapai kesempurnaan. Tetapi hanya ada beberapa perempuan yang bisa mencapai hal yang sama, yaitu maryam binti imran dan asiyah, istri firaun. Sungguh keutamaan Aisyah apabila dibandingkan dengan perempuan-perempuan lain sama seperti keutamaan tsarid ‘makanan yang terbuat dari daging dicampur dengan roti yang dipotong-potong’ dibandingkan dengan seluruh makanan lainnya” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Kehidupan setiap manusia bisa dikatakan sebagai kumpulan keping yang membentuk sebuah mozaik. Dan mozaik kehidupan Aisyah adalah termasuk mozaik terindah yang pernah ada. Kenapa? Karena mozaiknya beririsan dengan mozaik kehidupan manusia agung yang menjadi teladan manusia sepanjang masa, Rasulullah saw.

Kesempatan hidup yang lebih dekat dengan Rasulullah dibandingkan dengan istri Rasulullah lainnya berbuah manis pada pribadi Aisyah, salah satunya adalah pemahaman mendalam Aisyah akan pemaknaan hadits. Kerap kali Aisyahlah yang meluruskan pemaknaan hadits yang kurang tepat oleh para shahabat Rasulullah saw. Hal itu disebabkan oleh lebih banyaknya kesempatan yang dimiliki Aisyah untuk berada dekat dengan Rasulullah.

Dalam buku ini juga dikisahkan tentang kecerdasan Aisyah, rasa cintanya yang tulus dan mendalam kepada sunnah rasulullah saw., serta hasratnya yang sangat kuat untuk mengikuti dan menerapkan sunnah itu dalam kehidupan umat Islam di segala bidang, baik pribadi maupun sosial.

Aisyah secara nyata mengabdikan dirinya pada ilmu pengetahuan dengan cara mengajarkannya kepada orang lain dan menggunakannya untuk memperbaiki keadaan umat Islam serta mengarahkan mereka ke jalan yang lurus. Madrasah Aisyah adalah madrasah ilmu yang paling diminati pasca wafatnya rasulullah. Ia mendidik secara langsung setiap orang yang meminta pengajaran darinya, tanpa pandang bulu. Orang-orang yang meninta fatwa hukum dan menanyakan beraneka persoalan, Aisyah menyimaknya dengan saksama lalu memberikan jawaban yang sebaik-baiknya yang ia ketahui.

Aisyah tidak pernah bosan untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang persoalan apa pun yang menyangkut ajaran-ajaran agama Islam, termasuk tentang persoalan pribadi. Aisyah mendidik murid-muridnya bak seorang ibu yang mengasuh anak-anak kandungnya.

Dari madrasah yang diasuh oleh Aisyah itu, lahir banyak ulama terutama dari kalangan tabi’in. Di dalam Musnad Ahmad karya Imam Ahmad bin Hambal mencantumkan sejumlah besar periwayatan Aisyah yang bersumber dari murid-muridnya. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa Aisyah menjalani sisa usianya sebagai sumber rujukan utama bagi orang-orang yang membutuhkan jawaban dan fatwa, serta tujuan para peziarah dan penuntut ilmu. Terdapat banyak bukti dalam literatur Islam yang menunjukkan hal itu. Bahkan Qosim, salah satu ahli fiqih terkemuka di Madinah berkata, “Aisyah memberikan fatwa secara independent pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan seterusnya hingga akhir hayatnya. Jadi, meskipun Aisyah adalah seorang wanita, tapi kapasitas keilmuannya tidak kalah dari sahabat rasul yang pria.

Ada banyak persoalan hukum yang diperdebatkan oleh para ulama fiqih. Aisyah biasanya memilih pendapat yang mendatangkan lebih banyak kemudahan bagi kaum perempuan. Hal ini wajar karena apabila dibandingkan dengan ulama-ulama fiqih yang berjenis kelamin laku-laki, Aisyah tentu lebih mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi kaum perempuan. Setelah merumuskan pendapatnya sendiri, Aisyah kemudian memberitahukan pilihannya itu kepada para perempuan muslim. Dan fatwa yang dihasilkan dari keluasan ilmunya menunjukkan bahwa pendapatnya—menurut para ahli fiqih—lebih tepat dan layak digunakan secara luas di wilayah-wilayah muslim di seluruh penjuru dunia.

Berdasarkan sudut pandang agama, syariat, akhlak, kemuliaan, dan kesucian, Aisyah tidak bisa dibandingkan dengan perempuan terkenal mana pun pada masa kini dan masa-masa sebelumnya. Sejarah manusia tidak pernah lagi melahirkan seorang perempuan lain seperti Aisyah yang mampu melaksanakan segenap tugas keilmuan, menjalankan amanah dakwah dan pengajaran dengan sempurna, memainkan peran sosial dan politik yang sangat penting, tapi pada saat yang sama, ia tetap melaksanakan seluruh kewajiban agama secara konsisten dan memelihara tingkah laku serta budi pekerti dengan baik.

Itulah Aisyah, sosok dengan sifat-sifat paripurna yang telah menghadirkan teladan ideal bagi ratusan juta kaum perempuan. Itulah jalan yang paling indah yang diajarkan Aisyah kepada generasi-generasi yang datang berikutnya. Itulah warisannya yang abadi. Seluruh aspek kehidupannya menggambarkan ketundukan paripurna Aisyah pada Allah Swt. Akhlaknya yang mulia, kesucian dirinya, sifat zuhud yang dimilikinya, dan kemampuannya menjelaskan hukum-hukum agama secara teperinci. Kepadanyalah para perempuan berutang dalam segala bidang kehidupan, religius, akademi, dan sosial.

TINGKAT KEILMUAN AISYAH

Aisyah adalah seorang isteri yang memilik sikap quwwah (keteguhan jiwa) dalam kebenaran. Aisyah tetap dalam keyakinannya bahwa ia ada dalam kebenaran, ketika masyarakat mempertanyakan tentang kesuciannya setelah kepulangannya dari Perang Bani Musthaliq. Bahkan, berita bohong itu pun sempat menggoyahkan kepercayaan Rasulullah saw. kepadanya. Aisyah hanya bersaksi, “Demi Allah, aku tidak bertaubat kepada Allah selamanya dari apa yang Rasul katakan. Demi Allah, sesungguhnya aku tahu jika aku mengakui sesuai dengan apa yang dikatakan orang-orang, sedang Allah tahu bahwa aku bersih dari (perbuatan itu), maka sungguh aku telah mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Dan, jika aku mengingkari apa yang mereka katakan, mereka pasti tidak akan mempercayai dan tidak akan membenarkanku. Tetapi, aku akan mengatakan apa yang pernah dikatakan oleh Ya’kub a.s., ‘Maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku), dan Allah sajalah yang dimohon pertolongannya terhadap apa yang kalian ceritakan.’ (Q.S. Yusuf, 12: 18).” Dengan kesabaran yang tinggi pada diri Aisyah, Allah Swt. membenarkan kesucian Aisyah sebagai wanita mulia.

Aisyah adalah seorang isteri yang supercerdas. Bahkan, isteri ketiga Rasulullah saw. ini pun telah hafal Al Quran sejak usia muda. Para perawi hadits, menyebutkan bahwa Aisyah adalah orang ketiga terbanyak setelah Abu Hurairah r.a. dan Anas bin Malik r.a. yang meriwayatkan hadits dari Rasulullah saw., terutama yang berkaitan dengan hukum-hukum tentang permasalahan wanita dan rumah tangga. Inilah bukti yang mampu menjungkirbalikkan argumentasi para orientalis, feminis, ataupun orang-orang yang benci Islam dan suka mendiskreditkan pernikahan Rasulullah saw. dengan Aisyah, bahwa pernikahan itu hanya dorongan syahwat belaka. Padahal, sesungguhnya pernikahan mulia itu ditujukan untuk memberikan keteladanan bagi Kaum Muslim, khususnya bagi para Muslimah, yaitu masalah tarbiyah islamiyah (pendidikan Islam) dalam keluarga dan rumah tangga. Aisyah memang satu-satunya wanita yang masih gadis ketika dinikahi Rasulullah saw. Aisyah memasuki rumah tangga Rasulullah saw. dengan jiwa yang putih bersih laksana secarik kertas baru. Kepribadian Rasulullah saw. yang mutamayiz (istimewa) sanggup membentuk hati dan rohaninya. Fakta membuktikan bahwa Aisyah menjadi sosok wanita teladan sepanjang masa dalam masalah pendidikan, ilmu, dan kecerdasan. Aisyah memilih peran sebagai “isteri pembelajar” itu sebaik-baiknya untuk menyempurnakan pendidikannya, menjadi wanita luhur dan bertakwa.

Aisyah dikenal juga sebagai isteri Rasul yang pecemburu. Tetapi, kecemburuan Aisyah ini adalah rasa cemburu yang masih dibenarkan oleh syara’ dalam arti cemburu yang syar’i. Bukankah cemburu itu menandakan bahwa seorang isteri mencintai suaminya, dan ia pun merasa tidak mau rasa cintanya dikalahkan oleh para madunya yang lain? Selama kecemburuan itu sesuai dengan proporsinya dan tidak berlebih-lebihan, maka rasa cemburu ini bisa dipahami sebagai romantika kehidupan suami-isteri, dan Islam pun membenarkan cemburu yang seperti ini. Aisyah pernah cemburu pada Khadijah kendati ia telah tiada. Aisyah pernah cemburu pada Ummu Salamah yang diketahuinya berwajah cantik kendati ia sudah berusia lanjut. Sekalipun Aisyah adalah seorang isteri pecemburu, ia tidak pernah mengungkapkan kecemburuannya kepada ummul mukminin lain yang dicemburuinya itu, tetapi ia biasanya langsung menumpahkannya kepada Rasulullah saw. atau kadang sekali-kali kepada Hafshah binti Umar r.a. yang paling dekat di antara para isteri Rasulullah saw.

“Engkau adalah isteri yang paling dicintai Rasulullah saw., dan beliau tidak akan mencintai sesuatu kecuali yang baik,” ujar Ibnu Abbas kepada Aisyah. Di waktu lain ia pun mengatakan, “Allah Swt. telah menurunkan wahyu tentang kesucianmu dari atas lapis langit yang ketujuh, maka tidak ada satu masjid pun yang disebutkan nama Allah di dalamnya, kecuali kesucianmu akan dibacakan di dalamnya sepanjang malam dan siang.” Iman Az Zuhri berkata, “Seandainya ilmu Aisyah dikumpulkan dengan ilmu dari seluruh Ummahatul Mukminin, dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu Aisyah lebih utama.”

Keutamaannya dan Keluasan Ilmunya

Beliau, Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq,atau juga biasa dipanggil dengan al-Shiddiqiyah yang dinisbatkan kepada al-Shiddiq yaitu orang tuanya sendiri Abu Bakar, kekasih Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam.Seorang wanita mulia dan istimewa dimana sebagian dari ilmu agama kita ini diambil darinya.Begitu banyak keutamaan dan kemuliaan yang dimilikinya, semoga Allah meridhainya dan mengumpulkannya dengan kekasihnya yang paling dicintainya yaitu Nabi kita Muhammad Shalallahu alaihi wassalam.

  1. Kecintaan Rasulullah kepadanya melebihi kecintaannya kepada istri-istri beliau yang lainnya yang semuanya ada 9 orang. Pada suatu ketika Rasulullah ditanya, “Siapakah orang yang paling enkau cintai ?” maka beliau menjawab, “Aisyah” Hal ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Amr bin ‘Ash, dimana dia datang kepada Nabi seraya bertanya,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?” beliau menjawab,”Aisyah” kemudian Amr bin Ash bertanya, “”Siapakah orang lelaki yang paling engkau cintai?”beliau menjawab,”Bapaknya (Abu Bakar)”Dia bertanya, “Kemudian siapa lagi?” beliau menjawab,”Umar”, yakni Ibnu Al Khaththab, semoga Allah meredhai semuanya.
  2. Malaikat menyampaikan salam untuknya bukan hanya sekali. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim darinya (Aisyah), dimana Rasulullah telah bersabda, “Sesungguhnya Jibril telah mengucapkan salam untukmu”, maka aku menjawab,”Alaihis as-Salam”
  3. Allah telah menurunkan ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan pembebasan dirinya dari tuduhan dusta sebanyak sepuluh ayat dalam surat An-Nuur, dimana didalamnya Allah menjelaskan bahwa laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik, dan beliau tergolong wanita yang baik, membebaskan mereka dari tuduhan orang-orang yang menyebarkan tuduhan dusta itu, dan memberi kabar gembira bahwa bagi mereka surga, sebagaimana Allah berfirman,..”dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga) “ An-Nuur:26.
  4. Pada saat Rasulullah sakit, beliau minta untuk tinggal dikamarnya (aisyah), sehingga dia dapat mengurusnya sampai Allah memanggil ke hadirat-Nya (wafat). Karena itulah, maka Rasulullah meninggal dirumah Aaisyah, dimana beliau meninggal dalam pangkuan dan dekapannya. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan darinya (Aisyah), dia berkata:” Allah mewafatkan Rasulullah dimana kepala beliau berada diantara paru-paruku dan bagian atas dadaku, sehingga air liur beliau bercampur dengan air liurku” Bagaimana hal itu bisa terjadi, Abdurrahman saudara laki-laki Aisyah masuk ke rumah mereka, dimana ketika itu dia membawa siwak (alat penggosok gigi), lalu Rasulullah melihatnya. Aisyah memahaminya bahwa beliau ingin bersiwak, dan dia mengambil siwak dari Abdurrahman dan melembutkannya, lalu Rasulullah bersiwak dengannya. Setelah Rasulullah meninggal, maka siwak itu dipakai Aisyah. Inilah pengertian yang dimaksud dengan “air liur beliau bercampur dengan air liurku”
  5. Berdasarkan sabda Rasulullah, “Keutamaan Aisyah atas wanita yang lainnya bagaikan keutamaan tsarid(roti yang dibubuhkan dan dimasukkan kedalam kuah) atas makanan-makan yang lainnya”

Berkenaan dengan keluasan dan keunggulan ilmunya, tidak ada seorang ulamapun yang mengingkarinya.Banyak kesaksian dan pengakuan yang dikemukakan para ulama berkenaan dengan kredibilitas keilmuwan Aisyah. Hal ini menunjukkan betapa luas dan mumpuninya ilmu yang dimilikinya. Dibawah kesaksian empat pakar ilmu pengetahuan dari kalangan ulama terdahulu:

  1. Kesaksian putra saudara perempuannya (keponakannya) Urwah bin Zubeir tentang kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Aisyah, sebagaimana yang diriwayatkan putranya Hisyam,”Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar dalam ilmu fiqh (agama), kedokteran dan syair selain Aisyah.
  2. Kesaksian Az-Zuhri yang juga berkenaan dengan kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimili Aisyah, seraya berkata,”seandainya diperbandingkan antara ilmu Aisyah denan ilmu seluruh istri Nabi dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu Aisyah jauh lebih unggul.”
  3. Kesaksian Masruq berkenaan dengan ilmu yang dimiliki Aaisyah yang berkenaan dengan masalah faraidh, sebagaimana yang terungkap dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Abu Darda darinya seraya berkata, “Aku melihat para syeikh dari kalangan sahabat Rasulullah bertanya kepada Aisyah tentang faraidh (ilmu waris)
  4. Kesaksian Atha’ bin Rabah, dimana ketika Allah berfirman, maka Aisyah merupakan orang yang paling faham, paling mengetahui dan paling bagus pendapatnya dibandingkan dengan yang lainnya secara umum.
  5. Kesaksian Zubeir bin Awwam, dimana dia berkata sebagaimana hal ini telah diriwayatkan putranya Urwah, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar tentang Al-Qur’an , hal-hal yang difardhukan, halal dan haram, syair, cerita Arab dan nasab (silsilah keturunaan) selain Aisyah.

Dengan mengemukakan lima kesakssian yang dipaparkan oleh para ulama besar dari kalangan sahabat dan tabi’in cukuplah sebagai bukti yang menunjukkan kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Aisyah dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh para Sahabat Rasulullah dan para tabi’in lainnya.

Aisyah meninggal pada bulan Ramadhan yang agung tepat pada tanggal 17 Ramadhan, pada usia 66 tahun. Dan, dimakamkan di Al-Baqi’ kawasan pemakaman yang terletak di kota Madinah. Hal ini sesuai dengan wasiatnya, dimana beliau berwasiat agar dimakamkan di temnpat pemakaman istri-istri Rasulullah. Semoga Allah meridhainya .

Daftar Pustaka:

  1. Dr Abdurrahman bin Shalih al-Asymawi, Aisyah: Istri Rasulullah Dunia dan Akhirat. Embun Publishing Cetakan: I, Juni 2007
  2. Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim. Alsofwah.or.id
  3. Jilbab.or.id disarikan dari Ilmu dan Ulama Pelita Kehidupan Dunia dan Akhirat, Pustaka Azzam.
  4. Sulaiman An-Nadawi, Aisyah: The True Beauty, Penerbit Pena.
  5. http:// alfanarku. wordpress. com /2010/07/29/ istri-rasulullah-saw-dunia-akhirat/

Artikel: bumiislam.wordpress

About A Halia