Rupanya, ini alasannya. Agar kita tidak mengkufuri nikmat Allah.
Sebab sering kali, orang yang rumah yang lebih megah lalu membadingkan dengan rumahnya, ia merasa rumahnya kecil dan sempit. Padahal Allah telah memberinya rezeki yang banyak hingga bisa beli rumah.
Pun dengan kendaraan. Jika melihat dan iri dengan orang yang lebih baik kendaraannya, kita bisa kehilangan rasa syukur. Yang hanya punya sepeda lihat yang punya motor, yang punya motor lihat yang punya mobil, yang punya mobil lihat yang punya mobil mewah. Dan seterusnya.
Berbeda jika pandangannya seimbang, atau lebih sering melihat orang yang lebih terbatas sehingga tumbuh rasa syukurnya. “Alhamdulillah punya mobil meskipun mobil bekas, orang lain hanya punya motor.” Yang punya motor pun bersyukur, “Alhamdulillah punya motor, ada orang yang hanya punya sepeda.” Yang punya sepeda pun bersyukur, “Alhamdulillah punya sepeda, ada orang yang ke mana-mana jalan kaki.” Yang jalan kaki juga bersyukur, “Alhamdulillah masih bisa jalan, ada orang yang nggak bisa jalan.” Bahkan yang sedang terluka hingga nggak bisa jalan pun bersyukur, “Alhamdulillah masih hidup, tetanggaku ada yang sudah meninggal.”
“Jika seseorang sering melihat orang yang berada di atasnya, dia akan mengingkari dan tidak puas terhadap nikmat Allah,” terang Al Munawi rahimahullah. “Namun jika ia mengalihkan pandangannya kepada orang di bawahnya, ini akan membuatnya ridha dan mensyukuri nikmat Allah.”
Imam Ghazali menjelaskan, syetan akan mengarahkan pandangan manusia agar selalu melihat orang yang berada di atasnya dalam materi. Lalu membisikkan agar ia memburu dunia agar bisa hidup mewah.
Apakah melihat orang yang di atas ini dilarang secara mutlak? Ternyata tidak. Jika melihat seseorang yang kaya namun tidak membuatnya mengkufuri nikmat Allah, namun memotivasinya untuk bekerja keras dalam rangka meningkatkan amal shalih, maka hal itu diperbolehkan.
“Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang, yaitu orang yang Allah anugerahkan padanya harta lalu ia infakkan pada jalan kebaikan dan orang yang Allah beri karunia ilmu, lalu ia mengamalkan dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga kita semua terhindar dari kufur nikmat. Dan Allah menjadikan kita sebagai hambaNya yang pandai bersyukur atas nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada kita. [Muchlisin BK/Tarbiyah.net]