Dimulainya Pengepungan Kota al-Jazīrah al-Khadra (Algeciras) – 3 Agustus 1342 – 26 Maret 1344
thayyibah.com :: Pengepungan kota Algeciras adalah salah satu rangkaian peristiwa yg dikenal sebagai Reconquista atau usaha sistemik perebutan wilayah al-Andalus oleh berbagai kerajaan nasrani di Semenanjung Iberia. Pada pengepungan ini kekuatan Kerajaan Castile dibawah Alfonso XI mendapat bantuan dari Kerajaan Aragon dan Republik Genoa. Sasaran pengepungan adalah kota kaum muslimin al-Andalus yg diberi nama Al-Jazīra Al-Khadra atau disebut Algeciras oleh kaum nasrani. Ketika itu, kota tersebut merupakan kota pelabuhan utama milik Kesultanan Mariniyah (Maroko) di wilayah bagian Eropa.
Pengepungan itu berlangsung selama 21 bulan dimana sekitar 30.000 penghuni kota, termasuk penduduk sipil beserta pasukan pertahanan dari Suku Berber asal Afrika, menderita hidupnya akibat blokade darat dan laut yg menghambat masuknya bahan pangan. Emirat Granada pernah mengirim pasukan bantuan, namun mereka dikalahkan oleh koalisi kaum nasrani di Pertempuran Río Palmones. Setelah kekalahan itu, pada hari Jum’at, 10 Dzul Qa’dah 744 H (26 Maret 1344) kota Algeciras ini menyerah untuk kemudian diserap mejadi bagian dari Kerajaan Castile. Pertempuran ini kemungkinan besar adalah konflik militer pertama yg menggunakan bubuk mesiu dan meriam di Eropa.
al-Jazīrah al-Khadra pada awalnya adalah bagian dari Emirat Granada yang pada tahun 1329 diambil alih penjagaannya oleh Kesultanan Mariniyah (Maroko) yg menjadikannya ibukota untuk wilayahnya di Eropa. Dari kota ini, gabungan kekuatan Emirat Granada dan Kesultanan Mariniyah melancarkan serangan dan menguasai Jabal Tariq (Gibraltar) pada tahun 1333 sehingga timbul kesan seolah-olah pergerakan Reconquista telah terhenti.
Kemudian pada tahun 1338, Abdul Malik anak dari sultan Mariniyah yg diberi amanah memerintah kota al-Jazīrah al-Khadra dan Hisn ar-Rundah (Ronda) melancarkan serbuan-serbuan ke wilayah selatan Kerajaan Castile. Pada salah satu serbuan, ia gugur dan jenzahnya dibawa ke al-Jazīrah al-Khadra utk dikebumikan. Ayahnya, Abu al-Hasan ‘Ali ibn ‘Utsman, ketika mendengar berita itu bergegas menyeberangi selat pada tahun 1340, mengalahkan armada Castile serta mendarat di kota. Di pusara anaknya ia berjanji untuk mengalahkan raja Castile dengan mengepung kota Tarifa terlebih dahulu.
Mendapatkan begitu besar energi penyerangan yg dibawa dari Maroko, Raja Alfonso XI dari Castile yg merasa akan kehilangan kota Tarifa dari kendalinya segera meminta bantuan dari Raka Afonso IV dari Portugal. Kedua pasukan besar ini bertempur di Pantai Los Lances dekat Tarifa dalam sebuah pertempuran yg dikenal sebagai Rip Salado pada hari Senin, 8 Jumadil Awal 741 Hijriah (30 Oktober 1340). Kemenangan ini meyakinkan Alfonso XI utk segera menundukkan kota al-Jazīrah al-Khadra yg menjadi pintu masuk bagi pasukan kaum muslimin Maroko tersebut.
Pada hari Sabtu, 1 Rabi’ul Awwal 743 Hijriah (3 Agustus 1342), dan tenda-tenda sudah didirikan, Raja Castile menginstruksikan kesatuan zeni kerajaan untuk mempelajari wilayah setempat guna merumuskan posisi terbaik dalam menggelar kepungan. Tantangan utama mereka adalah menghalangi pasukan dari dalam kota untuk keluar serta menghambat pasukan dari luar untuk masuk ke dalam kota, khususnya yg berasal dari jalur Tarifa maupun Jabal Tariq. Direncanakan sedemikian rupa agar kota ini menyerah karena kelaparan bukan dengan serbuan militer yg diduga akan merenggut banyak korban.
Pasukan yg mengepung ternyata mebghadapi masalah yg lebih banyak dari perkiraan mereka. Pertama, pada awal bulan Oktober mereka terkena badai yg besar sehingga tenda-tenda mereka di bagian barat laut terendam banjir sehingga area tenda maupun garis kepung tersebut mendadak berubah menjadi rawa. Pasukan pertahanan kota mengambil peluang ini guna melancarkan serangan dadakan pada malam hari sehingga mengakibatkan kerugian yang banyak. Kedua, akibat dari badai dan banjir tersebut maka pasukan kaum nasrani terpaksa memindahkan markas besar berasama sebagian besar pasukannya ke muara Sungai Palmones sambil menghabiskan bulan Oktober 1342 di sana. Melihat perpindahan itu, pasukan dari dalam kota mengumpulkan sisa kekuatan mereka di Villa Vieja untuk mengirimkan serangan besar. Dalam serangan tersebut, para pemuka kaum muslimin berhasil menerobos hingga ke area tenda dan mengakibatkan banyak korban para pembesar kaum nasrani, antara lain Gutier Díaz de Sandoval, Lope Fernández de Villagrand, utusan vasal Joan Núñez, dan Ruy Sánchez de Rojas yg juga merupakan utusan dari ordo militer fanatik nasrani Master of Santiago.
Lambat laun, kondisi kedua belah pihak semakin memburuk. Bahan pangan juga sempat menjadi langka di pihak kaum nasrani setelah kebanjiran itu dan bahkan banyaknya pasukan yg terlibat dalam pengepungan berikut buruknya kebersihan area garis belakang menimbulkan banyak penyakit menular.
Pada bulan Mei 1343, pasukan yg dikirim oleh Emirat Granada melintasi Sungai Guadiaro dan bergerak menuju kota. Raja Alfonso XI mengirim detasemen pengintainya untuk menilai situasi dan tingkat ancaman. Dari hasil pengintaian tersebut, ia mengirimkan surat kepada Emir Granada bahwa ia bersedia melepas kepungan jika dibayar sejumlah upeti (tribute). Setelah menerima surat tersebut, Emir Granada hanya menawarkan gencatan senjata yg rupanya tidak cukup bagi pihak Castile yg memerlukan dana segar guna membayar pasukannya.
Andai saja upeti ini dibayar mungkin kejadian berikutnya bisa berubah, namun para pemimpin kaum muslimin pada era itu menganggap pembayaran upeti sebagai bentuk perendahan dan penghinaan yg tidak dapat diterima.
Pada bulan Januari 1344, Raja Alfonso XI memutuskan untuk membangun kembali rantai laut (chain sea-boom) guna menghambat bantuan yg datang dari Jabal Tariq menggunakan kapal-kapal kecil. Penghalang laut ini dibuat dari tambang kapal yg ditopang oleh drum yg diikat bersama membentuk pelampung pengikat. Posisi pelampung tersebut diperkuat dengan bekas tiang kapal yg dihujamkan ke dasar laut. Pembangunan rantai laut dan struktur penunjangnya membutuhkan waktu 2 bulan dimana selundupan bantuan tetap lolos lewat jalur laut hingga akhirnya terputus total pada awal bulan Maret. Kini dapat dipastikan bahwa tinggal menunggu waktu untuk kota tersebut menyerah dengan syarat yang lebih menguntungkan bagi pihak pengepung.
Pada hari Jum’at, 10 Dzul Qa’dah 744 Hijriah kota Algeciras menyerah dimana penduduknya bebas keluar kota dalam perlindungan, gencatan senjata selama 10 tahun, dan Emirat Granada membayar upeti 12 ribu doubloon setiap tahun. Raja Alfonso XI menerima ini walau para penasihat militernya mengajukan diteruskannya pengepungan hingga jatuhnya kota.
Jatuhnya kota Algeciras menandai masuknya masa penghujung Reconquista dan kini tinggal Jabal Tariq yg menjadi incaran kaum nasrani.
Agung Waspodo, melihat episode akhir kegigihan kaum muslimin al-Andalus yg tidak dapat dikesampingkan begitu saja. (put/thayyibah)
Pemateri: Ust. Agung Waspodo, S.E. M.Pp.