thayyibah.com :: Salah satu sifat dasar atau karakteristik manusia adalah berbuat salah dan dosa. Terlepas karena unsur kesengajaan ataupun tidak, sebagai bagian dari ketidaksempurnaannya manusia adalah makhluk yang sering lalai dan lupa, dan faktor ini menjadi celah yang dimanfaatkan oleh setan untuk menipu dan menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan dosa atau maksiat.
Namun, Alloh ta’ala dengan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, membuka luas pintu rahmat dan ampunan, terlebih kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat. Alloh subhanahu wa ta’ala juga melarang mereka untuk berputus asa dari rahmat-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar [39]: 53).
Meskipun demikian, seorang mukmin tetap tidak diperbolehkan untuk bermudah-mudah dalam melakukan kemaksiatan. Apalagi sampai menganggapnya biasa atau dibolehkan (dihalalkan). Sebaliknya, sudah semestinya seorang mukmin menjauhi perbuatan maksiat sejauh-jauhnya. Jika ia terlanjur melakukannya, maka ia harus segera bertaubat dengan benar, dengan tekad kuat untuk tidak mengulanginya.
Beberapa hal yang dapat mencegah seseorang agar tidak mengulangi dosanya kembali diantaranya adalah:
- Mengingat kematian.
Kematian adalah penutup segala kesempatan bagi manusia untuk beramal. Termasuk dalam hal ini adalah taubat. Alloh membuka begitu luas pintu ampunan bagi hamba-Nya yang mau bertaubat. Alloh subhanahu wa ta’ala Maha Penerima taubat hamba-Nya. Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Alloh membentangkan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat pelaku dosa di siang hari, dan membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat pelaku dosa di malam hari, sampai matahari terbit dari Barat”. (HR. Muslim).
Akan tetapi, masa yang disediakan bagi para hamba untuk bertaubat adalah selama mereka masih merasakan kehidupan. Adapun ketika nyawa telah sampai di kerongkongan maka pintu taubat pun tertutup sudah.
Rosululloh sholallohu alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Alloh menerima taubat seorang hamba selama nyawa belum sampai kerongkongan”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan lainnya).
Oleh karena itu, selagi kesempatan terbuka luas, setiap mukmin harus segera bertaubat. Terlebih jika kita renungi lebih dalam bahwa tak ada seorang pun yang mengetahui kapan kematian akan datang. Hal yang sangat mengkhawatirkan adalah manakala seseorang belum sempat bertaubat saat kematian telah datang menjemputnya begitu cepat.
Fase kehidupan setelah kematian akan sangat ditentukan oleh amal di dunia ini. Jika Alloh ta’ala tidak mengampuni, maka dosa-dosa maksiat itu akan menjadi beban yang sangat pahit, pedih dan menyakitkan bagi pelakunya.
- Melakukan konsekuensi dari taubat.
Hal tersebut yaitu Pertama, berhenti dari perbuatan dosa, dengan tidak terus-menerus melakukan kesalahan yang telah dilakukan. Kedua, menyesali perbuatan dosa. Penyesalan yang mendalam akan selalu diiringi dengan derai air mata tangis penyesalan dan permintaan ampunan kepada Alloh dengan ucapan yang lirih tanda penuh harap kepada-Nya. Dan Ketiga, bertekad kuat untuk tidak mengulanginya kembali.
Jika ketiga hal ini dilakukan dengan benar maka akan menjadi benteng yang sangat kokoh dalam menjaga pelaku dosa dari mengulangi keterjatuhan pada maksiatnya.
- Melakukan istighfar secara rutin.
Teladan mulia telah dicontohkan oleh Rosululloh sholallohu alaihi wasallam, dan beliau memotivasi umatnya untuk senantiasa beristighfar. Beliau bersabda:
“Wahai manusia, bertaubatlah dan mohon ampunlah kepada Alloh. Sungguh, aku bertaubat kepada-Nya 100 kali dalam sehari”. (HR. Muslim)
Istighfar yang rutin dan dilakukan dengan benar seraya diiringi perenungan mendalam akan maknanya, niscaya akan menumbuhkan keimanan pada diri seorang mukmin, dan menjadikannya senantiasa terjaga dari kelalaian yang menjerumuskan.
- Mentadabburi nama-nama dan sifat-sifat Alloh.
Terkhusus yang mengandung sifat, bahwa Alloh subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui segala seluk-beluk hamba-hamba-Nya, apapun yang mereka lakukan, kapan dan dimanapun mereka melakukannya.
Diantara nama-nama dan sifat-sifat tersebut adalah; al-‘Alīm (Maha Mengetahui), as-Samī’ (Maha Mendengar), al-Bashīr (Maha Melihat), dan al-Khobīr (Maha Mengetahui dengan sangat teliti).
Banyak sekali ayat Alloh dan hadits Rosul-Nya yang menjelaskan kepada kita kesempurnaan sifat-sifat Alloh ta’ala, diantaranya:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ
“Ketahuilah bahwa Alloh Mengetahui apa yang ada dalam hati kalian; maka takutlah kepada-Nya…” (QS. Al-Baqoroh [2]: 235)
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia (Alloh) Mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Al-Mu’min [40]: 19)
سَوَاءٌ مِنْكُمْ مَنْ أَسَرَّ الْقَوْلَ وَمَنْ جَهَرَ بِهِ وَمَنْ هُوَ مُسْتَخْفٍ بِاللَّيْلِ وَسَارِبٌ بِالنَّهَارِ
“Sama saja (bagi Alloh), siapa diantara kalian yang merahasiakan ucapan dan siapa yang berterus-terang dengan ucapan itu, juga siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari.” (QS. Ar-Ro’du [13] : 10)
- Menjauhi dan menghindari teman pergaulan yang buruk.
Banyak orang yang melakukan maksiat karena faktor lingkungan, khususnya teman pergaulan. Orang yang berjiwa lemah biasanya akan sangat mudah terbawa arus, pendiriannya tidak kuat, dan tekadnya lemah. Sekalipun ia telah sadar akan kekeliruannya dan bahkan telah bertaubat, seringkali ia terjatuh pada kesalahan yang sama karena kekuatan arus negatif di sekitarnya jauh lebih besar dari tekad yang dimilikinya.
Karena begitu dahsyatnya efek pertemanan, Rosululloh sholallohu alaihi wasallam sampai memperingatkan kita agar memperhatikan hal tersebut, dimana beliau bersabda:
“Seseorang sangat tergantung agama teman dekatnya. Karena itu, hendaklah kalian melihat dengan siapa ia berteman” (HR. Ahmad)
Semakna dengan hal tersebut, Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“Janganlah kalian cenderung (bergaul) kepada orang-orang yang zolim yang menyebabkan kalian disentuh api neraka…” (QS. Hud [11]: 113)
- Senantiasa berdo’a memohon kebaikan kepada Alloh dan berlindung kepada-Nya dari segala bentuk keburukan.
Setiap mukmin selayaknya melakukan ikhtiar maksimal dalam menjaga dirinya dari berbagai bentuk keburukan. Namun, ia pun tak boleh lupa bahwa dirinya sangat butuh (faqir) kepada Alloh ta’ala. Hidayah-Nya harus terus diminta, dan perlindungan dari segala keburukan pun harus dipanjatkan kepada-Nya. Karena hanya Alloh Yang Maha Pemberi hidayah, dan Maha Kuasa melindungi dan menjaga hamba-hamba-Nya dari segala bentuk keburukan.
Semoga dengan melakukan langkah-langkah tersebut, Alloh subhanahu wa ta’ala akan selalu menjaga kita dari terjatuh pada segala bentuk kemaksiatan. Amiin.
Oleh: Ali Maulida, S.S., M.Pd.I.