thayyibah.com :: “Tetangga itu cerminan kita” begitulah bunyi syair Arab. Di masa globalisme ini, bersosialisasi dengan tetangga, apalagi disebuah perkampungan yang baru terbentuk, real estate, perumahan mewah, di rumah yang tersusun-susun (Rusun), menganggap bertetangga bukan hal yang penting.
Banyak orang menganggap pekerjaannya, keluarganya, kaum sosialitanya adalah segalanya. Sehingga jangan kaget, mayat membusuk disuatu rumah beberapa hari, tetangganya tak tahu. Korban pencurian dengan kekerasan, tetangganya tak ada yang mendengar. Bahkan ketika meminta tolong saat kebakaran terjadi, karena rumahnya berdinding tinggi, berpagar duri, tetangganya tak berani mendekat, karena mereka tak bisa masuk ke dalam rumahnya.
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu, Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang sombong dan membanggakan diri” (QS An Nisa:36).
Dalam Islam, interaksi dengan tetangga bukan semata hubungan kemanusiaan, namun lebih dari itu sudah masuk ranah keimanan. Seorang muslim yang beriman juga ditentukan seberapa baik hubungannya dengan tetatangganya. Lingkungan paling dekat dari setiap keluarga, dan mempunyai hubungan yang seharusnya sangat baik, bak saudara kandung adalah tetangga. Yakni deretan 40 rumah dari segala arah. Depan, belakang kanan dan kiri.
Menghormati tetangga dengan cara bergaul dengan baik, saling menolong bila membutuhkan, tidak mengganggu dan saling menjaga lingkungan bersama.Rasul juga bersabda,”Barangsiapa yag beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya tidak mengganggu tetangganya (HR Bukhari-Muslim). Tak terkira ternyata bertetangga juga menyangkut hubungan akherat, dan tentu keimanan pada Allah.
Menciptakan rasa aman, tenang dan tentram adalah hal yang seharusnya diciptakan dalam bertetangga. Jauh dari ancaman, rasa tak nyaman dan segala gangguan. Tentang hal ini ada sebuah kisah menarik antara Rasulullah dengan para sahabatnya.
Suatu saat Rasulullah berkata,”Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Para sahabatnya bertanya “Wahai Rasulullah orang itu betul-betul kecewa dan rugi. Siapakah mereka itu?. Rasulullah menjawab,”Yaitu para tetangganya merasa tidak aman dari bahaya orang tersebut”. Ternyata yang dimaksud Rasulullah orang itu berbahaya karena kejahatannya, sehingga para tetangganya merasa tak aman.
Ternyata kejahatan kepada tetangganya mendapat hukuman dua kali lipat dibanding kejahatannya dengan orang lain. Dan sungguh ini menunjukkan betapa pentingnya tetangga itu dalam menyusuri surga dan neraka.
Sehingga Rasulullah sampai menitikberatkan hal ini dalam percakapannya dengan sahabat. “Apa katamu tentang zina?” para sahabat menjawab,”Zina itu barang haram yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya, jadi dia tetap haram sampai hari kiamat. Rasul berkata lagi,” Sungguh seorang lelaki berzina dengan sepuluh perempuan lebih ringan baginya daripada berzina dengan perempuan tetangganya. Pertanyaan Rasulullah juga sama mengenai hal mencuri. Karena ternyata mencuri barang milik tetangganya hukumannya sepuluh kali lipat lebih besar.
Tidak menyepelekan tetangga, apapun profesinya, derajatnya bahkan walaupun ia berbeda agama pun, sebaiknya tetap bermuamalah dengan baik. Rasulullah menceritakan suatu hal,”Malaikat jibril selalu berpesan kepadaku tentang tetangga, sehingga aku mengira dia akan menetapkan hak waris tentang tetangga”. Dan satu pesan penting kepada kaum muslimin, “Tiada beriman kepadaku orang yang bermalam dengan kenyang sementara tetangganya kelaparan, dan dia mengetahui hal itu.
Mengapa tetangga menjadi sangat penting? Karena untuk membangun peradaban yang berkualitas, struktur bangunan material dan immaterial harus dari bahan pilihan. Selain individu dan keluarga, ternyata tetangga mempunyai peran penting dalam dakwah keluarga individu dan umat keseluruhan.
Apalah arti seorang individu dan keluarga yang beriman, jika para tetangganya dibiarkan saja merusak moral sekelilingnya? Hingga dakwah kepada tetangga pun bagi yang berkemampuan untuk itu sangatlah diharapkan, agar seluruh lingkungan menjadi baik, hingga kita pun bisa bekerja dan beribadah dengan baik dan tenang.
Akhirnya ada nasehat penting dari Rasulullah,”Pilihlah tetanggamu sebelum memilih rumah, pilihlah kawan perjalanan sebelum memilih jalan, dan bawalah bekal sebelum berpergian. Diantara kebahagiaan Muslim adalah mempunyai tetangga yang shalih, rumah yang luas dan kendaraan yang menyenangkan”.
Memang tak semua tetangga bisa memiliki nilai ideal. Namun itulah rahasianya mengapa kita harus selalu baik kepada tetangga, yakni agar mereka bisa terkondisikan nilai-nilai dakwah. Dan tugas untuk memperbaiki umat bukan hanya tugas ulama dan Umara (pemimpin), namun kita juga bisa dengan memperbaiki diri sendiri dan keluarga dan menjadi muslih yakni seorang yang bisa memperbaiki orang lain. Hingga meniti jalan menuju surga memang bisa melalui tetangga.
Oleh: Candra Nila