Kafir! Begitu "fatwa" Yusuf Mansur pada siapa yang tak percaya isi ceramahnya. (Foto : KhutbahJmat.com)

RESENSI VIDEO CERAMAH YUSUF MANSUR (Bag. 7)

 Kafir! Begitu "fatwa" Yusuf Mansur pada siapa yang tak percaya isi ceramahnya. (Foto : KhutbahJmat.com)
Kafir! Begitu “fatwa” Yusuf Mansur pada siapa yang tak percaya isi ceramahnya. (Foto : KhutbahJmat.com)

Tak Percaya Yusuf Mansur = Kafir

thayyibah.com :: Dalam tahun 2011, Yusuf Mansur berceramah di Kediri, Jawa Timur. Ceramah ini kemudian oleh timnya diunggah ke Youtube dan diberi judul ‘Kisah Inspirasi Yusuf Mansur 2015 Seorang Yang Rajin Sholat Dhuha Wajib Nonton.

Dalam ceramah kali ini Yusuf Mansur memulai dengan kisah imajinasi tetang anak dan cucunya (kelak) ketika dia sudah meninggal. Dia membayangkan anak dan cucunya yang pandai membaca Qur’an. Seperti semua kisah fiktif yang selalu ada dalam semua ceramahnya, kisah imajinatif ini juga disampaikan dengan narasi yang bisa saja mempesona bagi orang awam yang bodoh.

Sebelum Yusuf Mansur berkisah, tentu dengan kisah fiktif juga, mengenai thema ceramah, Yusuf Mansur bercerita tentang supirnya yang bernama Sariman asal Purbalingga, Jawa Tengah.

Sariman ini menurut Yusuf Mansur, walau hanya seorang supir pribadi, namun dia adalah hafidz alias penghafal Qur’an. Ketika Yusuf Mansur tidak sedang bersama maka yang dibayangkan Sariman sedang berzikir, bersholawat atau membaca Qur’an. “Betapa tenangnya saya punya supir seperi ini. Makanya saya bilang sama dia, jangan lama-lama jadi supir saya, cepatlah pulang kampung,” begitu puji Yusuf Mansur kepada sopirnya itu.

Tentang Sariman ini, apakah dia masih menjadi supir Yusuf Mansur sampai hari ini? Ataukah memang dia sudah pulang ke kampungnya dan menjadi ustad di sana? Seperti apa yang diungkap Yusuf Mansur dalam ceramahnyai ini?

Tentang keutaman Sholat Dhuha. Dalam ceramah ini, Yusuf Mansur justru hanya menceritakan anak perempuan pertamanya yang bernama Wirda, yang selalu terpenuhi keinginannya karena sholat dhua.

Suatu saat, ketika Wirda masih berusia sepuluh tahun, dia meminta kepada Yusuf Mansur sebagai ayahnya sebuah sepatu berwarna mereka. Oleh Yusuf Mansur, gadis kelas empat SD ini disuruhnya meminta kepada Allah SWT dengan sholat dhuha. Entah berapa lama gadis kecil ini disuruhnya ber-dhuha, yang pasti ketika warna sepatunya tak disebutkan dalam dhuha yang pertama, disuruhnya dhuha sekali lagi untuk memastikan warna sepatu kepada Allah SWT.

Hari berganti hari, sehingga sebagai ayah Yusuf Mansur lupa akan permintaan sepatu anaknya ini. Sampai pada suatu hari dia diundang bercermah di pabrik sepatu Nike. Selepas ceramah dia dihadiahi sepatu yang ternyata tak cocok di kakinya. Sesampai di rumah, Wirda kecil riang gembira karena merasa dhuha-nya dikabulkan Allah SWT dengan kehadiran sepatu merah Nike ini.

Semua kita yang punya anak berusia 10 tahun tentu mengerti tentang bagaimana seorang anak meminta sepatu baru. Sebagai orang tua tentu kita punya perasaan yang hampir sama, baik orang yang punya banyak uang atau yang tak ada uang. Tapi kasus Wirda Minta Sepatu ini tentu saja anomali bagi orang kita semua. Sungguh luar biasa!

Masih dalam sepuluh tahun Wirda. Suatu saat, Yusuf Mansur berceramah di Samarinda. Sebelum pulang ke Jakarta, oleh panitia dia diberi hadiah sesuatu dalam kantong plastik yang tak tahu apa isinya.

Sesampai di rumah, Wirda yang masih berusia anak kelas empat SD ini, meluapkan kegembiraannya yang luar biasa begitu melihat isi kantong plastik yang dibawa ayahnya dari Samarinda ini. “Ini dia barang yang saya sholawatkan berhari-hari sebanyak 1000 kali agar bisa dapatkan barang ini,” begitu kurang lebih kata Wirda dalam histeria kegirangannya.

Benda tersebut adalah sebuah komputer jinjing merek terkenal yang berharga belasan juta. Memang sangat luar biasa, seorang anak berumur 10 tahun sudah mengimpikan sebuah komputer jinjing merek terkenal dengan spesifikasi kelas tinggi sekaligus berharga belasan juta. Sekali lagi, ini memang sungguh luar biasa!

Mungkin sudah mendarah daging dalam otak dan hati Yusuf Mansur, bahwa setiap berceramah di mana saja, dia harus berusaha sebisa mungkin “merogoh” kantong dan dompet jamaah, “memeloroti” perhiasan ibu-ibu atau “menggondol” kendaraan milik jamaah.

Dalam video ini kita bisa menyaksikan Yusuf Mansur tanpa tedeng aling-aling meminta semua jamaah mengeluarkan isi dompetnya, mencopot perhiasan di tubuhnya maupun meminta BPKB kendaraan jamaah.

Yusuf Mansur sendiri akui dalam video ini, bahwa kali ini dia tidak berbicara tentang sedekah. “Tapi seperti biasanya, mari kita tutup dengan bersedekah,” begitu Yusuf Mansur menekan.

“Karena saya tahu, semua yang datang di sini, semua yang hadir di sini, datang membawa rupiah, membawa emasnya, untuk diserahkan kepada Allah SWT,” begitu Yusuf Mansur mulai “menghipnotis” jamaah.

“Semua yang menyerahkan uangnya, menyerahkan emasnya, ada tambahan satu doa. Ya Allah, jadikan sedekah saya ini mengantarkan saya dan istri saya, saya dan suami saya, dan anak-anak saya, semuanya penghafal Qur’an,” begitu jualan Yusuf Mansur.

“Bila bapak ibu datang membawa uang malam ini, bila datang mebawa cincin, gelang, kalung dan anting, maka tak usah membawanya pulang. Copot sekarang juga! Mari maju ke depan semuanya, kita serahkan kepada Allah SWT,” begitu sihir Yusuf Mansur.

“Kalau ibu-ibu yang tidak menyerahkan perhiasanya sekarang, maka itu berarti dia belum kenal Yusuf Mansur. Kalau dia sudah kenal Yusuf Mansur, maka pasti dia akan mewajibkan dirinya datang dengan membawa emas untuk diserahkan,” demikian Yusuf Mansur merasa dirinya sungguh luar biasa.

“Begitu juga yang malam ini datag membawa motor. Jangan dibawa pulang lagi. Apakah tidak bosan naik motor? Yang tidak menyerahkan motornya malam ini kita doakan besok motornya hilang,” begitu ancam Yusuf Mansur, seolah dialah yang Maha Mengatur.

“Orang yang tidak menyerahkan motornya sekarang adalah orang yang bodoh. Karena, dengan menyerahkan motor seharga tujuh juta itu, maka Allah pasti menggantinya dengan harga 10 kali lipat, yakni 70 juta. Karena itu sungguh orang bodoh yang tak menyerahkan motornya malalam ini,” begitu Yusuf Mansur seperti dia bisa membaca takdir Allah.

Selain sebuah kantong besar, Yusuf Mansur juga menggelar sajadah agar jamaah menyimpan uang dan perhiasan emasnya itu. Mengiringi jamaah yang menyerahkan uang dan emasnya, Yusuf Mansur berucap, “Yang mau naik haji, yang mau naik haji, yang mau naik haji,” seperti calo berteriak di teriminal bis.

Di tengah keramaian jamaah menyerahkan harta bendanya itu, Yusuf Mansur masih memberi rangsangan, “Sungguh malam ini banyak emas yang terkumpul. Bagi mereka yang menyerahkan emasnya malam ini, dalam 40 hari ke depan, pasti ada akan terjadi keajaiban dalam hidup. Bagi siapa yang tidak percaya dengan ini, maka dia adalah kafir,” demikian Yusuf Mansur. Merinding kita mendengar itu, karena Rasulullah sendiri tak pernah mengkafirkan orang apalagi dengan cara seperti Yusuf Mansur ini.

Dengan hati riang gembira, malam itu Yusuf Mansur menggondol pulang ke Jakarta uang dan perhiasan masyarakat Kediri yang awam itu. Sungguh luar biasa!

 

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.