Breaking News
Jauhi Restoran yang Jelas Haram dan Subhat sebagai Refleksi Kedewasaan Iman Kita (Foto : alfinlatife.blogspot.com)

Kasus Solaria, Kita Baiknya Menjauhi Restoran yang Subhat

Jauhi Restoran yang Jelas Haram dan Subhat sebagai Refleksi Kedewasaan Iman Kita (Foto : alfinlatife.blogspot.com)
Jauhi Restoran yang Jelas Haram dan Subhat sebagai Refleksi Kedewasaan Iman Kita (Foto : alfinlatife.blogspot.com)

thayyibah.com :: Dalam dua hari imi media sosial ramai membicarakan adanya temuan kandungan unsur babi dalam bumbu yang dipakai restoran Solaria di Balikpapan Plaza, Kalimantan Timur. Temuan ini bermula dari uji laboratorium Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI Balikpapan terhadap bumbu dan produk makanan yang digunakan restoran Solaria. Pihak Solaria sendiri sudah mengakui bawa bumbu-bumbu yang ada kandungan babi itu didatangkan semua dari Jakarta (kantor pusatnya).

Kasus indikasi kandungan haram dalam menu Solaria bukan baru kali ini saja. Dua tahun lalu dunia masyarakat juga dihebohkan dengan isu temuan kandungan babi dalam menu Solaria.

Akibat informasi adanya unsur haram dalam bumbu Solaria ini, banyak masyarakat bertanya soal kehalalan restoran waralaba tersebut. Apalagi, belum lama ini beredar artikel yang yang berjudul “Solaria sudah haram, arogan pula” pada satu situs berita.

Artikel itu menceritakan tentang seorang dosen sebuah universitas di Surabaya yang mengisahkan seorang kerabatnya yang hendak bermitra dengan Solaria. Ketika mau menandatangani kontrak perjanjian, pihak pemilik Solaria mewajibkan penggunaan angciu (sebuah istilah untuk daging babi) dan minyak babi dalam beberapa masakan. “Di sini (solaria) wajib pakai itu. Lagian kita gak pakai label halal kok. Kalau gak mau ya sudah,” ujar pihak Solaria seperti yang ditulis dalam artikel itu.
Restoran Solaria sendiri sebenarnya sudah mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 3 Desember 2013 lalu. Dengan begitu semua menu makanan dan minuman yang disajikan oleh Solaria terjamin halal. Saat ini Solaria yang berdiri sejak 1995 imi telah memiliki outlet yang menyebar di sejumlah kota besar di Indonesia.

Meski sudah mengantongi sertifikat halal dari MUI namun dengan adanya penemuan unsur babi dalam bumbu pada Solaria di Balikpapan ini, ditambah isu-isu sebelumnya, menempatkan Solaria pada posisi diragukan kehalalannya atau subhat. Sedangkan menjauhi segala yang subhat itu lebih dianjurkan oleh agama.

Kemudian pertanyaan yang muncul adalah, apakah pemilik bisnis Solaria salah? Tentu saja tidak. Memakai unsur babi dalam hidangannya atau tidak sama sekali adalah sesuatu yang tidak salah bagi Solaria.

Akan tetapi yang salah adalah bila ada pebisnis Muslim yang tutup mata dan tetap mengambil bisnis ini. Lebih salah lagi adalah para Muslim yang sudah tahu info ini tetapi juga tutup mata dan tetap makan di sana.

Untuk itu informasi ini hendaknya kita kabarkan kepada saudara Muslim sebanyak mungkin tentang haramnya atau subhatnya menu-menu di Solaria.

Sebagai masyarakat biasa, kita tentu saja menyayangkan pemerintah Indonesia yang tidak tegas dalam menerapkan sanksi kepada pengusaha rumah makan yang menutupi status keharaman menunya.

Dalam hubungan itu, seorang pengusaha rumah makan nasional menuturkan bahwa kita masih kalah jauh dari negara tetangga Singapura. Di sana, ketika pengusaha hendak masuk ke sebuah rumah makan merek internasional yang juga ada di Indonesia, dia dihampiri pelayan. “Apakah bapak muslim?” tanya pelayan kepadanya. “Ya, saya muslim”. “Maaf, di sini restoran pakai babi. Bapak sebaiknya makan di restoran sebelah yang halal 100% atau yang ada tulisan ‘No Pork and Lard,” jelas si pelayan.

Dari sini pengusaha ini menyesalkan, karena rumah makan tersebut di Indonesia selama ini sudah melakukan penipuan kepada umat Islam di Indonesia. Lebuh disesalkan lagi pemerintah yang tidak menerapkan sanksi apa-apa kepada rumah makan itu.

Meski Muslim di negeri ini mayoritas, tidak bisa memaksa pihak pengusaha rumah makan harus memakai label halal dan atau harus seperti apa yang kaum Muslimin inginkan. Umat Islam sendiri yang harus mawas diri, saling menasehati mana halal, mana haram dan mana subhat sebagai tanda kedewasaan keimanan kita. Juga menghindari rumah makan yang jelas pemiliknya bukan Muslim, walaupun disitu tertulis ‘No Pork and Lard’ (tanpa daging babi dan minyak babi).

Sementara itu untuk para pengusaha restoran yang menggunakan barang-barang yang haram, hendaklah mencantumkan label mengandung babi atau mengandung arak dan seterusnya pada rumah makannya.

Sekiranya himbauan ini tidak di indahkan, maka umat Islam melalui elemen ormas-ormas yang ada harus bertindak dengan memberi label ‘Mengandung Babi’ dengan tulisan yang besar dan menempelkanya di tempat usaha yang haram tersebut. Hal ini untuk menyelamatkan Muslimin dari mengkonsumsi barang yang haram.

Jadi, meski Solaria sudah kantongi sertifikat halal, namun sekarang sudah terbukti mereka menggunakan usnur haram dalam bumbunya, apalagi jika pemiliknya diketahui bukan Muslim, maka baiknya kita tidak mendatangi Solaria, tidak duduk-duduk di situ, apalagi makan dan minum di situ.

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.