thayyibah.com :: Setelah ramai pemberitaan dan analisa tentang tragedi Mina, (baca juga tulisan saya di status kemarin, “Jumrah Aqabah dan Tragedi Mina”), kali ini saya ingin menulis hal yang ringan saja. Mengapa jamaah haji (terutama dari India, Turki, Pakistan, Mesir dan negara lain) menggunduli kepalanya setelah haji. Sementara, sebagian besar jamaah haji Indonesia hanya mencukur rambut pendek saja, atau sebagian lain malah tetap panjang. Hanya sebagian kecil saja yang menggundul kepalanya.
Ada beberapa hal menarik di sini:
Pertama: Apa sih sebenarnya hukum menggundul kepala?
Ulama mengatakan, gundul bernilai ibadah pada empat peristiwa. Peristiwa pertama: saat haji. (Di bagian Kedua akan kita bahas cara pandang ulama tentang hal ini).
Peristiwa kedua: saat umrah. Dasarnya, firman Allah SWT:
لَقَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِن شَاء اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُؤُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِن دُونِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (QS Al-Fath: 27).
Peristiwa Ketiga: Saat bayi berusia tujuh hari setelah kelahirannya. Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulallah SAW memerintahkan agar Hassan (anak Ali) segera diaqiqahkan dengan menyembelih kambing, dan berkata:
يا فاطمة احلقي رأسه وتصدقي بزنة شعره فضة
“Ya, Fathimah, cukur kepalanya (Hasan) dan bersedekahlah dengan berat rambut itu dengan harga perak”
Peristiwa Keempat: Saat seorang kafir masuk Islam. Dalam riwayat Abud Daud diceritakan bahwa Rasulallah SAW memerintahkan seorang kafir yang masuk Islam dengan berkata,
ألق عنك شعر الكفر واختتن
“Bersihkan darimu rambut kekafiran itu, dan berkhitanlah.”
Selain dari peristiwa-peristiwa di atas, menggundul kepala tidak bernilai apa-apa.
Kedua: Lalu, apa hukum fiqh gundul saat menunaikan ibadah haji. Apakah ia “Wajib Haji” atau bukan? Mengapa banyak orang (terutama masyarakat Indonesia) tidak menggundul sepulang dari sana?
Nampaknya, persoalan ini bermula dari perbedaan pendapat di kalangan ulama. Apakah gundul pada saat setelah haji itu adalah manasik yang diajarkan Nabi, atau sekedar bukti bahwa telah tuntas ibadah haji (tahalul)? Mayoritas ulama madzhab fiqh seperti Imam Abu Hanifa (Hanafi), Imam Malik (Maliki) dan Imam Ahmad bin Hanbal (Hanbali) melihat hal itu adalah bagian dari manasik Nabi sehingga wajib dilakukan oleh seseorang yang telah melontar Jumrah Aqabah.
Sementara pendapat Imam Syafii, gundul hanya bukti tuntas haji. Posisinya sama dengan orang kembali memakai baju biasa (bukan ihram), berburu, berwewangian, dll.
Oleh sebab demikianlah, jamaah haji dari negara-negara bermadzhab fiqh Hanafi (Pakistan, Turki, India, Bangladesh) semua menggundul kepala mereka. Demikian halnya jamaah haji dari negara bermadzhab Maliki seperti al-Jazair, Tunisia, Libya dan lain-lain. Sementara, jamaah haji dari negara bermadzhab Syafii seperti Indonesia, Malaysia, Maladewa, Somalia dan beberapa negara Afrika umumnya tidak menggundul kepala.
Lalu, mana yang benar? Inilah dasar yang menjadi perbedaan itu.
Dalam sebuah hadits disebutkan begini
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : اللَّهُمَّ ارْحَمْ الْمُحَلِّقِينَ . قَالُوا : وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ ارْحَمْ الْمُحَلِّقِينَ . قَالُوا وَالْمُقَصِّرِينَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : وَالْمُقَصِّرِينَ .
“Dari Abdullah bin Umar (radiallahu anhuma) bahwa Rasulallah SAW berkata, “Ya, Allah rahmatilah orang-orang yang menggundul kepalanya”. Para sahabat Nabi berkata, “Mereka yang potong sedikit juga Ya Rasulallah…” Rasulallah berkata lagi, “Ya Allah rahmatilah orang-orang yang menggundul kepalanya.” Para sahabat membalas, “Mereka yang potong sedikit juga Ya Rasulallah.” Kemudian Rasullah berkata, “Ya yang memotong sedikit juga.”.
Menurut mayoritas ulama (Hanafi, Maliki dan Hanbali), hadits itu mengisyaratkan dua hal:
Pertama: Gundul sebagai bagian dari manasik haji. Kedua: Rasulallah “terasa” mengutamakan orang yang menggundul kepala dan mendoakannya dengan keberkahan. Baru setelah “didesak” sahabat yang tidak gundul, Rasulallah akhirnya mendoakan mereka juga.
Membaca alasan itu, Anda pasti berkesimpulan, “Wah, Imam Syafii keliru dong”.
Apa argumentasi madzhab Syafii atas hadits itu. Pertama: hadits itu tidak secara persis menyebutkan peristiwanya di waktu haji Nabi (hujjatul wada’). Sebab, ada hadits lain yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang menggundul kepalanya pada saat perjanjian Hudaybiyah (Dimana justru rombongan haji batal masuk Makkah). Teks-nya kurang lebih sama dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar tadi.
Jadi, mau pilih gundul atau tidak, kedua-duanya benar. Itulah sebabnya kita harus mengaji dan mengkaji suatu peristiwa fiqh sebelum memberi fatwa. Omong-omong, gundul ini khusus untuk jamaah laki-laki yah. Jamaah haji perempuan, ulama sepakat cukup memotong rambut saja. Kalau perempuan digundul, lucu juga kali yah. (thayyibah)
Wallahua’lam.
Oleh: Inayatullah Hasyim