thayyibah.com :: Dari bursa pencalonan presiden Amerika Serikat (AS), calon presiden dari Partai Republik Ben Carson mengatakan, orang Islam tak boleh menjadi presiden Amerika Serikat. Menurutnya, agama yang dianut presiden AS harus sejalan dengan nilai dan prinsip-prinsip negara Amerika. “Saya tak akan menyarankan untuk menempatkan Muslim bertanggung jawab atas bangsa ini. Saya benar-benar tak setuju dengan itu,” kata Carson di program “Meet the Press” NBC, Ahad (20/9).
Carson merupakan seorang Kristen taat, menurutnya keyakinan presiden AS harus konsisten dengan konstitusi. Tapi ia tak menyebutkan dalam hal apa Islam bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional AS.
Dukungan pada Carson terus meningkat dalam jajak pendapat yang digelar CNN/ORC yang dirilis pada Ahad. Meski ia sempat tergelincir dari posisi kedua ke posisi ketiga dengan 14 persen dukungan. Enam belas calon dari Partai Republik sedang berjuang masuk nominasi partai untuk pemiligan presiden AS November 2016 mendatang.
Kelompok hak-hak sipil Muslim terbesar di AS, akhirnya mengutuk pernyataan Carson itu. Mereka meminta Carson didiskualifikasi dari bursa calon presiden. Sebab menurut juru bicara Dewan Hubungan Amerika-Islam Ibrahim Hooper, konstitusi AS melarang menguji masalah agama untuk memegang jabatan publik. “Ini di luar batas, dan dia harus mundur,” kata Hooper, seperti yang dikutip Republika.
Bagaimana dengan di Indonesia yang mayoritas Muslim seperti AS yang mayoritas Kristen itu? Sejarah Indonesia mencatat belum pernah ada presiden Indonesia dari agama lain selain Islam, mulai dari Seokarno, Soeharto, Habibie , Gus dur, Megawati, SBY dan terkahir Jokowi. Semua mereka adalah beragama Islam. Dan kita tidak akan pernah tahu pada masa akan datang hal ini akan terus berlanjut atau tidak.
Umat islam sendiri tentu pada umumnya memilih presiden yang juga yang beragama Islam. Ada faktor yang mengharuskan umat Islam untuk memilih “pemimpin” yang di anjurkan didalam Al’qur’an silahkan lihat Surat Ali Imran : 28, An-Nisa : 138-139, An-Nisa : 144 dan Al-Maidah : 57. Meskipun, belakangan ini mulai ada wacana dan opini yang membolehkan Indonesia memiliki presiden non Muslim.
Kalangan non Muslim di tanah air pun tentu menginginkan presiden dari kalangan mereka. Permasalahan seputar ini sudah sering diangkat, terutama jelang pemilihan presiden. Sebagai contoh, apa yang terhadi pada sidang Sinode yang berlangsung pada awal Maret 2013 lalu. Jusuf Kalla (tidak sebagai wakil presiden) yang merupakan Ketua Dewan Masjid Indonesia waktu itu diundang dalam acara tersebut. Acara yang dihadiri oleh 700 Pendeta dari seluruh Indonesia ini meminta Jusuf Kalla untuk memberikan nasehat dan pandangannya mengenai keharmonisan dan damai dalam perbedaan.
Dalam sesi tanya jawab, ada seorang Pendeta Stefanus Marinjo bertanya, “Apakah Bapak Jusuf Kalla secara pribadi mau dipimpin oleh Presiden yang non-Islam?”
Lalu, Jusuf Kalla menjawab , “Kalau bicara tentang Presiden non-Islam, bahwa kita semua harus taat pada UUD 45, disitu tidak mencantumkan syarat agama. Tapi yang terjadi adalah pilihan rakyat. Tentu umumnya orang memilih sesuai dengan kesamaan agamanya. Tapi ini bukan hanya terjadi di Indonesia, di Amerika pun yang merupakan kiblat demokrasi, butuh waktu 171 tahun untuk orang Katolik bisa jadi Presiden di Amerika. (Mayoritas penduduk AS adalah Kristen Protestan). John F, Kennedy yang merupakan orang Katolik adalah orang pertama yang menjadi Presiden di Amerika. Dan kemudian di Amerika juga butuh waktu 220 tahun untuk orang kulit hitam, Barrack Obama untuk menjadi Presiden di Amerika.”
“Jadi, kita tidak bisa bicara bahwa kita tidak demokratis, karena minoritas tidak bisa jadi Presiden, di Amerika pun butuh waktu 220 tahun untuk kulit hitam bisa jadi presiden. Nah, kalau kembali ke konteks Indonesia, tidak usah bicara masalah agama dulu, orang luar Jawa saja susah jadi presiden di Indonesia ini. Jadi bukan soal agama, ini karena berdasarkan suara terbanyak, demokrasi yang membawa seperti itu, bahwa pilihan orang jatuh pada hal yang identik pada dirinya sendiri.” (redaksi/thayyibah)