thayyibah.com :: Dalam hadits pertama, hadīts yang diriwayatkan oleh Ibnu Mājah dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallāhu ‘anhu: berkata:
“Diriwayatkan (kata “diriwayatkan” di sini menunjukkan kelemahan)”
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا. فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا
Jika pada pertengahan bulan Sya’ban maka malamnya beribadahlah, siangnya berpuasalah. Sesungguhnya Allāh turun ke langit dunia di malam nisfu Sya’ban sampai terbenam matahari.
Kemudian Allāh berfirman:
فَيَقُولُ: أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Adakah yang minta ampun kepada-Ku, Aku langsung ampuni dia.
Adakah yang meminta rizki kepada-Ku, Aku berikan rizki kepada dia.
Adakah seseorang yang terkena penyakit kemudian dia minta sehat kepada-Ku, Aku akan sehatkan dia.
Adakah….adakah….adakah…
Sampai waktu subuh.”
Hadīts ini maudhu’ (palsu), kenapa?
Karena di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Abū Bakar bin Abdillāh. Imām Ahmad mengatakan, Abū Bakar bin Abdillāh sering memalsukan hadīts. Imām Bukhāri dan Imām Ahmad mengatakan seperti itu.
Imām Nasāi mengatakan matruk, perawi ini ditinggalkan oleh ahli hadīts karena sangat suka memalsukan hadīts. Jadi hadītsnya palsu. Imām Ibnu Hibban mengatakan bahwa dia adalah seorang perawi yang sering meriwayatkan hadīts-hadīts palsu.
Kemudian hadīts yang lain yang sering dipakai dan terdapat dalam kitāb Kanzul Ummal:
“Barang siapa yang menghidupkan malam Idul ‘Ad-ha, Idul Fithr dan malam nisfu Sya’ban maka hatinya tidak akan mati ketika hari-hari semua hati mati.”
Derajat hadīts ini adalah hadīts yang mudhtharib (hadīts yang lemah sekali) karena di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Marwan bin Salim. Imām Ahmad mengatakan, Marwan bin Salim ini “laisa bi tsiqah” (Orang yang tidak bisa dipercaya).
Ustadz, Imām Ahmad kok berani sekali ngata-ngatain orang?
“Bukan ngata-ngatain, tetapi ingin menjelaskan kelemahan hadīts.”
Imam Ad Daruquthni mengatakan, matrukul, orang ini ditinggalkan hadītsnya. Yahya ibnu Said Al Qaththan, seorang ulama hadīts , mengatakan: laisa bi syai’, perawi ini tidak ada harganya.
Bapak, Ibu, Saudara-saudari yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ada lagi hadīts yang ke-3 yang berkenaan dengan mengkhususkan amalan pada malam nisfu Sya’ban. Ingat, di awal pertemuan tadi kita jelaskan bahwa memang malam nisfu Sya’ban malam yang utama, apa keutamaannya?
Keutamaannya yaitu Allāh akan mengampuni seluruh makhluk kecuali yang berbuat syirik, yang bertengkar dan yang hasad.
Diriwayatkan dari Mu’ādz bin Jabbal radhiyallāhu ‘anhu, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
“Barang siapa yang menghidupkan 5 malam, maka wajib baginya mendapatkan surga, yaitu malam hari tarwiyyah (tanggal 7 malam 8 dari bulan Dzulhijjah) malam hari arafah (malam ke 9 bulan Dzulhijjah), malam hari Idul Adh-ha, malam hari Idul Fithr dan malam nisfu Sya’ban.”
Hadīts ini adalah hadīts yang di dalamnya ada perawi yang matruk sehingga bisa dikategorikan hadīts yang maudhu atau lemah sekali.
Di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Abdurrahman bin Zaid Al Ammi, kata Yahya bin Said Al Qaththan: kadzab, tukang dusta. Dan kalau ada didalam hadīts ada seorang perawi yang kadzab, itu pasti hadīts palsu. Dan Imām Nasāi mengatakan matruk, hadīts ini adalah lemah sekali .
Kemudian juga di dalamnya ada seorang perawi yang bernama Suwaib ibn Said, dia dhaif, seorang perawi yang lemah. Jadi cacat hadīts ini banyak sekali. (put/thayyibah)
Oleh Ustadz Ahmad Zainuddin