Japan, I Am Running
oleh : Anif Punto Utomo
Berrrr … Osaka, pagi pukul 07.20 tanggal 25 Januari 2025. Suhu udara menjukkan angka 4° selsius. Wow, setara suhu dalam kulkas. Sedikit lagi semua jadi es.
Kebanyakan orang melawan dingin dengan menarik selimut. Ah, saya memilih lari saja. Apalagi kemarin sudah beli jaket khusus untuk olahraga yang anti-air tidak elok kalau tidak segera ‘dianyari’.
* * *
Toyotomi Hideyoshi lahir pada tahun 1536. Ia awalnya seorang samurai yang melayani daimyo (tuan tanah) Oda Nobunaga. Setelah kematian Oda Nobunaga pada tahun 1582, Hideyoshi tampil menggantikannya.
Selama menjalankan kekuasaannya ia berhasil mengalahkan beberapa daimyo lainnya dan memperluas kekuasaannya ke seluruh Jepang. Pada tahun 1590, Toyotomi Hideyoshi telah menjadi penguasa tunggal di Jepang dan memegang gelar Taikō (Pemimpin Besar).
Pada tahun 1598 Hideyoshi meninggal dan kekuasaannya diwariskan kepada putranya, Toyotomi Hideyori. Rupanya Hideyori tidak sekuat orangtuanya dalam mengendalikan kekuasaannya.
Tokugawa Ieasyu yang merupakan daimyo terkuat melihat kelemahan itu. Ia kemudian memberontak dan melakukan perlawanan. Maka kemudian terjadilah pertempuran besar yang memakan banyak korban: Pertempuran Sekigahara.
Pertempuran Sekigahara sejatinya adalah sebuah pertempuran antardua faksi yaitu faksi barat yang dipimpin Tokugawa dan faksi timur yang dipimpin Hideyori. Pertempuran melibatkan banyak daimyo karena masing-masing faksi didukung beberapa daimyo.
Pertempuran terjadi pada tanggal 21 Oktober 1600 di wilayah Sekigahara. Pertempuran legendaris yang dimenangkan Tokugawa ini menjadi pertempuran terbesar dan terakhir dalam Perang Sengoku (perang saudara) di Jepang yang telah berlangsung berabad-abad.
(Kalau Anda pembaca novel Musashi tentu tahu tentang pertempuran Sekigahara, karena kisah Musashi diawali dari pertempuran tersebut. Musashi bagian dari pasukan Toyotomi Hideyori)
Tokugawa Ieasyu lantas mendirikan keshogunan di Edo (sekarang Tokyo).
Sejak itu dikenal sebuah masa yang disebut periode Edo, berlangsung 1603-1868.
(Sejarah keshogunan di Jepang bisa ditonton di serial Netflix di film ‘Age of Samurai)
Di wilayah Kasai, sekitar 500km sebelah selatan Edo, Tokugawa melihat bahwa Osaka merupakan kota strategis yang menghubungkan berbagai wilayah Jepang lewat laut. Namun rupanya Hideyori masih menguasai wilayah itu.
Utusan dari Tokugawa sudah menyampaikan ke Hideyori agar mengakui kekuasaan Tokugawa, tetapi ditolak. Akhirnya kesabaran habis, pada 1614 Tokugawa merencanakan menyerbu Osaka.
Singkat cerita pada 3 Juni1615 pasukan Tokugawa berhasil masuk kastil Osaka tempat Hideyori bertahta. Pasukan Hideyori tak mampu menahan serbuan pasukan Tokugawa. Toyotomi Hideyori yang sudah terpojok lebih memilih bunuh diri daripada menyerah.
Sementara pasukan Hideyori yang masih hidup lari menyelamatkan diri. Pasukan Tokugawa terus mengejar, sampai akhirnya sisa-sisa pasukan Hideyori terpepet di sungai Kizu. Pilihannya: menyeberang atau melawan. Ada yang menyeberang, ada yang melawan. Tidak ada yang selamat. Mereka yang menyeberang terbawa arus dan tenggelam, dan yang melawan tewas tak ada yang tersisa.
* * *
Nah, ketika saya bertandang ke Osaka, terpikirlah untuk lari menyusur sungai Kizu daerah Nishinari, sekaligus mencari Jejak pasukan Hideyori yang pelariannya terhalang sungai itu.
Dari hotel tempat menginap menuju sungai sekitar 600 meter. Ok lah tak jauh. Peregangan dimulai untuk melemaskan otot. Suhu tak juga beranjak, masih seperti satu jam lalu. Tapi tak menyurutkan niat. Untuk menahan dingin, kali ini baju rangkap dua plus jaket, jadi total rangkap tiga.
Lari melewati salah satu jalan utama. Kondisi jalan lebar dan lengang. Lebar pedestrian variatif dari 3-6 meter. Sering kali berpapasan dengan senior citizen yang jalan kaki atau bersepeda sangat pelan, kadang dituntun.
Begitu sampai sungai, ternyata sama sekali tidak ada pedestrian di tepi sungai. Karena jalur sungai yang saya lewati mulai masuk jalur pelabuhan, maka di kiri dan kanan sungai adalah gudang-gudang barang yang akan diangkut kapal.
Akhirnya lari melintasi jalan yang sejajar sungai, itu pun jarak dari sungai sekitar 100 meter dan terhalang gudang. Sehingga tentu saja tidak bisa napak tilas pasukan Hideyori (dan memang tidak ada monumen atau semacamnya untuk memperingati).
Sampai jarak tempuh sampai 6 kilometer sama sekali tidak berpapasan dengan sesama pelari. Padahal banyak pelari marathon di Jepang, terbukti Tokyo Marathon sudah masuk di World Major Marathon. Mungkin mereka lagi pada males.
Seperti biasanya, setiap lari menyusur sungai selalu melewati sisi kiri-kanan sungai. Dari jauh saya melihat jalur yang saya lewati nanti menyeberang jembatan yang sangat tinggi.
Betul, ketika sudah mendekati jembatan, ternyata jalan di pinggir sungai untuk menuju jembatan dibuat memutar seperti spiral, tiga tingkat. Itu pula yang harus saya lalui.
Sambil lari terengah-engah karena jalannya menanjak, saya berpikir, kenapa harus dibuat jembatan tinggi. Rupanya, jalur tersebut sering dilewati kapal besar, sehingga jembatan harus dibikin tinggi.
Nama jembatan itu adalah Sembonmatsu Bridge. Melintas sungai Kizu selebar 160 meter. Tingginya 33 meter. Dibangun tahun 1970 dan dioperasikan tahun 1973.
Jembatan Sembonmatsu bukan sekadar sarana menyeberangi sungai, tetapi juga sebagai bukti pesona arsitektur jembatan yang menakjubkan. Keindahan Osaka dapat dilihat dari atas, sehingga jembatan ini mengundang pengunjung untuk berhenti sejenak dan menikmati pemandangan kota yang dipenuhin dengan berbagai gedung tinggi.
Ketika melewati puncak jembatan, tampak seorang senior citizen laki-laki tangannya memegang besi jembatan dan kepalanya menengadah ke atas, mata terpejam. Entah sedang apa, mungkin melakukan peregangan. Semoga bukan untuk bunuh diri, karena angka bunuh diri di Jepang sangat tinggi, tercatat 21.817 kasus pada 2023.
Setelah melewati jembatan, jalan kembali melingkar turun. Dari awal sampai akhir jembatan, lebih banyak kendaraan truk besar-besar yang melintas.
Lari terus berlanjut. Dari ujung jembatan sampai hotel sekitar 5 km. Jarak tempuh lari di suhu 4° selsius pagi itu 12,84 km. Heart rate relatif terjaga. Dan surprise-nya sampai akhir, sama sekali tidak berpapasan dengan satu pelaripun.