Ketika Pulau Itu Menjadi Permata Dunia Islam
Oleh : Indratno Widiarto
Bayangkan sebuah pulau di tengah Laut Mediterania, tempat budaya dan kemewahan bertemu, di mana aroma rempah-rempah memenuhi udara, dan pasar-pasar dipenuhi kain sutra berkilauan, gula manis, serta tali berkualitas tinggi yang diekspor ke seluruh dunia.
Inilah Sicilia pada masa kejayaannya di bawah pemerintahan Islam, sekitar abad ke-9 hingga pertengahan abad ke-11.
Saat itu, Sicilia seperti miniatur surga dunia. Para penguasa Arab, yang memerintah sejak penaklukan pada tahun 831, tidak hanya membawa sistem pemerintahan yang teratur, tetapi juga pengetahuan, teknologi, dan kebijakan agraria yang mengubah wajah pulau tersebut.
Dari Tanah Gersang Menjadi Ladang Subur
Salah satu warisan terbesar mereka adalah di bidang pertanian. Lahan-lahan luas yang sebelumnya dimiliki oleh segelintir orang kaya dipecah menjadi lahan kecil yang dikelola petani lokal. Para petani ini diajari teknik irigasi canggih, seperti qanat—sistem terowongan bawah tanah untuk mengairi lahan.
Tak hanya itu, mereka memperkenalkan tanaman-tanaman baru yang kini menjadi ikon Sicilia: jeruk, lemon, tebu, dan bahkan rami.
Bayangkan Sicilia tanpa citrus—rasanya sulit, kan? Itu semua berkat inovasi agrikultur masa itu. Oh, dan pasta kering? Ya, orang-orang Arablah yang mempopulerkannya di Sicilia, memulai revolusi kuliner yang kita nikmati hingga hari ini.
Kota dengan Nama-Nama Arab
Berjalan-jalan di Sicilia hari ini, jejak sejarah itu masih sangat terasa, bahkan dalam nama-nama tempatnya. Caltagirone dan Caltanissetta berasal dari kata Arab calta, yang berarti kastil. Gunung Mongibello dan Gibilmanna? Itu dari gibil, yang berarti gunung. Bahkan nama yang seindah Marsala, ternyata berasal dari frasa Arab Mars’Allah, atau “Pelabuhan Tuhan.”
Setiap nama bagaikan pengingat bisu dari masa ketika Sicilia adalah jantung perdagangan global, di mana kapal-kapal dari seluruh dunia berlabuh di pelabuhan-pelabuhan penuh kehidupan.
Sukuk dan Kehidupan Kota yang Dinamis
Tidak hanya bidang pertanian, para penguasa Arab juga membawa kemakmuran ke kota-kota Sicilia. Mereka membangun sukuk (pasar) yang sibuk, tempat segala macam barang bisa ditemukan. Sutra halus, gula manis, dan tali rami dari Sicilia terkenal di pasar dunia, menjadikan pulau itu pusat perdagangan internasional.
Pasar-pasar ini bukan hanya tempat jual beli, tetapi juga titik pertemuan budaya—tempat para filsuf, ilmuwan, dan seniman berbagi ide. Bahkan setelah kejatuhan pemerintahan Arab pada tahun 1061, pengaruh mereka masih hidup di arsitektur, bahasa, dan tradisi masyarakat Sicilia.
Mewarisi Jejak Keemasan
Masa keemasan ini akhirnya berakhir ketika Norman mengambil alih pulau itu, tetapi jejak pemerintahan Islam tetap membekas.
Dari masakan hingga arsitektur, dari nama tempat hingga kebiasaan sehari-hari, Sicilia adalah contoh nyata bagaimana perpaduan budaya bisa menghasilkan sesuatu yang luar biasa.
Jadi, jika suatu hari kamu berjalan-jalan di Sicilia dan mencium aroma jeruk di kebun, mengagumi nama-nama kota yang unik, atau menikmati pasta al dente, ingatlah bahwa semuanya dimulai dari masa keemasan ini—saat Sicilia adalah permata dunia Islam.