Oleh: Gus Nur
Lagi rame berita janda muda jual rumah plus menawarkan dirinya di peristri. Wow. Keren nggak? K alo menurut saya sangat keren lah. Lagian ini perkara halal. Kalo diniati agar tidak terjerumus pada keharaman maka bernilai ibadah. Mempromosikan dirinya itu sudah ibadah. Laku atau gak laku terserah. Toh, omongan orang juga nggak menyelesaikan problemnya.
Tapi lagi-lagi melakukan penawaran itu adalah hal yang baik. Saya kemaren baca tulisannya KH Shiddiq Aljawi, yang diviralkan para akhwat berjudul “Hukum Syara’ Aakhwat Nembak Duluan”. Para akhwat ini rupanya sangat semangat menyebarkan ilmu. Mengamalkannya? bukan bidang penelitian saya.
Putri Anas bin Malik mendengar cerita ayahnya, ada wanita menghadap Rasulullah menawarkan untuk dinikahi. Seketika berkomentar, “Ah memalukan”. Langsung Anas bin Malik memarahinya, “Diam kamu. Sungguh wanita itu lebih baik dari kamu”.
Wanita yang berani menawarkan dirinya itu sebenernya adalah orang-orang yang paling keren. Dia melakukan yang halal, berharap mendapat yang halal, menjaga diri dari yang haram. Dan tingkat ikhlasnya itu luar biasa.
“Beramal karena selain Allah itu syirik, meninggalkan amal karena omongan orang itu riya'”,
dan wanita ini levelnya sudah diatas itu. Dia beramal mencari ridlo Allah. Nggak ngurus cemoohan orang, nggak peduli cibiran orang. Dia beramal hanya karena Allah. Dan ini adalah bukti bahwa hatinya bener-benar bersih, bener-benar ikhlas. Orang seperti ini adalah orang yg super keren. Setuju?
Jadi kalo baca berita seperti ini bersyukur saja karena bisa ketemu orang yang sangat ikhlas. Hanya saja kalo penawaran terbuka itu kurang oportunist.
Lah kok bisa? Oportunis dari opportunity alias kesempatan. Orang yang selalu mencari kesempatan. Sementara kesempatan yang paling utama bagi muslimah adalah masuk surga. Lah, kalo dia menawarkan secara terbuka bisa jadi dapatnya orang yang biasa-biasa saja.
Anta ma’a man ahbabta, kamu bakal bareng orang yang kamu cintai. Kalo menawarkan via japri pada Kyai Soleh, Kyai Fajar atau Kyai Umar maka kesempatan masuk surga nya lebih tinggi. Kesempatan mbonceng ke surga lebih tinggi juga.
Itu hasil saya ndenger pengajiannya Gus Baha. Jadi kalo suami pertama masuk neraka, suami kedua yang Kyai Fuad masuk surga, dia bisa punya alasan memohon, “Duh gusti ternyata saya lebih mencintai Kyai Fuad suami kedua saya, kumpulkan saya bersamanya.” Enak kan..?
Ah, ngawur ente gus. Itu kan maksudnya ketika mencintai di dunia.
Mana ada nash yang saklek bilang seperti itu. Nashnya cuma bilang kamu akan bersama orang yang kamu cintai. Orang mencintai itu perasaannya nggak akan berubah kalo nggak ada peristiwa, nggak tersakiti. Kalo tersakiti maka wasalam.
Bisa jadi di akhirat nanti perasaannya berubah karena tahu suami pertamanya lah yang bikin amalnya bernilai jelek. Dan lalu lihat Kyai Fuad yang jatah surganya kelihatan mentereng maka dia makin mencintainya.
Halah, Gus, mana bisa perasaan di akhirat berubah? Loh, ada kisahnya, orang lagi nunggu amalnya di hisab dia gak ada komen. Pas dimasukin neraka dendamnya muncul trus teriak, “Duh gusti, si cebong ini yang dulu ngajak saya jadi buzzer. Menyesatkan saya. Saya cuma ikut-ikut. Kalau Engkau masukkan saya ke neraka, maka siksa dia dobel-dobel yang lebih parah dari saya.” Coba dicek tafsirnya Al-A’raf 38/ shod 61.
Jadi menjadi janda oportunis itu keren juga. Tapi oportunis untuk akhirat. Karena kalaupun toh nggak gitu, setidaknya ada syafaat orang sholeh. Barangkali Kyai Fuad di surga ingat, “Duh Gusti, saya cari-cari si Netty kok nggak ada ya? Itu yang di dunia nembak saya duluan. Ditembak gak sakit tapi malah enak. Kalo dia kecemplung neraka, angkat dia ke surga. Kamar saya masih ada yg kosong Gusti…”
Jadi wahai ehm… sesekali belajarlah oportunis. Kalo punya dagangan kopi maka tawarkan lah..!