5uOleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Tidak seperti ancamannya melalui video yang beredar pada Rabu (3/3) lalu, yang akan melaporkan ke polisi pihak-pihak yang dinilai mengkritisnya, kali ini fakta berbicara lain. Pada persidangan perdana gugatan perdata terhadap Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur (YM), Rabu (18/3/), baik YM maupun pengacaranya tidak hadir dalam persidangan. Tak ada berita apa pun atas ketidakhadiran YM atau pengacaranya dalam persidangan perdana tersebut.
Ketidakhadiran tanpa pemberitahuan tersebut menyebabkan Ketua Majelis Hakim R. Aji Suryo menunda persidangan. Tanggal 15 April 2020 adalah agenda persidangan kedua. Melalui pengacara Asfa Davy Bya yang mendapat kuasa dari 5 orang investor Condotel Moya Vidi dan peserta Patungan Usaha, menggugat secara perdata kepada YM yang dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum.
YM digugat secara perdata oleh 5 orang peserta investasi Condotel Moya Vidi dan patungan usaha tahun 2013 – 2014. Tetapi sampai hari ini Condotel yang katanya akan dibangun di Jogjakarta tersebut tidak pernah ada wujudnya. Sementara patungan usaha yang investasinya digunakan untuk membeli hotel Siti di Tengerang, Banten, ada wujudnya tapi kondisinya memprihatinkan. Hotel Siti yang beroperasi sejak 2015 sampai hari ini sepi penghuni dan masih merugi. Sedangkan investor yang telah menanamkan saham dari Rp 2.700.000 sampai Rp 10 juta itu tidak juga mendapatkan apa yang pernah dijanjikan oleh YM, berupa bagi hasil dan laporan keuangan secara berkala. Bahkan webnya saja sudah tidak aktif.
Atas ketidakhadiran YM dan atau kuasa hukumnya di PN Tangerang, pengacara penggugat, Asfa Davy Bya mengatakan bahwa pihaknya akan mengikuti prosedure hukum yang berlaku. Panggilan pengadilan 3 kali. Jika 3 kali panggilan pengadilan tidak diindahkan, maka pihak penggugat akan mengajukan verstek. “Secara teori kita bisa mengajukan agar putusan segera dijatuhkan, namanya putusan verstek, dimana seluruh gugatan kita diminta untuk dikabulkan,” kata Asfa Davy Bya.
***
Sebagai seorang pendakwah, sudah semestinya setiap tarikan nafas dan perilakunya mencerminkan akhlak Islami. Salah satunya adalah satunya kata dengan perbuatan. Inilah etika Islami yang mesti dijunjung tinggi oleh setiap muslim, apalagi oleh seorang pendakwah.
Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menarasikan sabda dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta itu akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR Imam Bukhari: 6094 dan Muslim: 2607)
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu menarasikan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مِنْ عَلاَمَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
“Di antara tanda munafik itu ada tiga: jika berbicara, dusta; jika berjanji, tidak menepati; jika diberi amanat, ia khianat.” (HR Imam Muslim: 59)
Adapun sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu, menarasikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: (1) jika diberi amanat, khianat; (2) jika berbicara, dusta; (3) jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; (4) jika berselisih, dia akan berbuat dzalim.” (HR Imam Muslim: 58)
Hadits-hadits tersebut diatas sebagai pengingat sekaligus pengukur atas perilaku seseorang. Dalam Islam, selain ada akidah, syariat, juga ada akhlak/etika. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diturunkan untuk memperbaiki akhlak/etika umat manusia? Salah satunya, jika ada panggilan dari pihak pengadilan, sudah seharusnya untuk dihadiri. Jika berhalangan, mesti memberitahu kepada pihak pengundang, apa alasan ketidakhadirannya tersebut. Inilah etika universal yang berlaku di seluruh dunia.
Karena itu, mari perbaiki akhlak, baik kepada Allah Ta’ala maupun kepada sesama umat manusia.