.
Oleh: SYATIRI MATRAIS, Lc, MA
(Alumni Universitas Al-Azhar Mesir, kini pengelola Sekolah Islam Terpadu Nurul Qolbi di Bekasi)
Saat ini masih berlangsung tragedi virus wabah Corona di Cina yang menewaskan ribuan manusia. Banyak negara resah akibat mewabahnya virus ganas ini. Tidak hanya kawasan Asia Tenggara, bahkan virus Corona sudah sampai ke Timur Tengah, termasuk Saudi Arabia.
Mekkah Al Mukarromah dan Madinah Al Munawaroh merupakan tempat suci yang berada di Saudi Arabia. Kesibukan pemerintah Saudi Arabia mensikapi virus Corona berdampak ke negara-negara lain, terutama Indonesia. Hal ini disebabkan dua tempat suci ini yang menjadi dambaan setiap muslim, sementara ini harus ditutup, karena belum mendapatkan izin dari pemerintah Saudi Arabia untuk memasuki kawasan tanah suci.
Meski baru beberapa minggu kebijakan penutupan sementara dilakukan, ternyata berdampak pada sisi politik, sosial, ekonomi bahkan sampai sisi ibadah.
Ada apa sebenarnya dengan virus Corona ini? Apakah dia sebagai utusan malaikat Izrail? atau seperti wabah penyakit lainnya? tidak perlu ditakuti. Terlepas dari dua asumsi, yang jelas, dunia cukup dikagetkan dengan kedatangan virus Corona ini.
Ibadah umroh tidak hanya berdampak sisi ekonomi, walaupun dikatakan, lewat program umroh ini Saudi cukup diperhitungkan pemasukan devisanya melalui “wisata religi”. Pastinya, secara psikis, kegalauan ini dirasakan banyak negara muslim. karena kerinduan kaum muslimin untuk beribadah di masjid haramian tertunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Tidak terpikirkan sebelumnya, pemerintah Saudi menutup sementara ibadah ini.
Dalam sejarah Islam, pernah terjadi perjanjian Hudaibiyah. Ketika ada pemblokiran yang dilakukan oleh kafir Quraisy kepada Rasulallah dan kaum muslimin yang ingin menunaikan ibadah umroh. Kaum Quraisy melarang muslimin datang ke kota Mekah untuk menunaikan ibadah umroh. kecuali setelah 1 tahun masa perjanjian Hudaibiyah. Mereka saling berjanji untuk tidak melakukan invasi atau penyerangan. Selama itu pula kaum muslimin menahan rasa rindunya untuk kembali ke Baitullah. Ketika perjanjian Hudaibiyah berakhir, kaum Muhajirin merasa gembira, bisa kembali mengunjungi kota kelahiran mereka, bertemu sanak saudaranya, ladang perkebunannya dan yang terpenting rindu akan Baitulloh.
Ribuan kaum Muhajirin beserta kaum Anshar keluar kota Madinah untuk menuju Mekah, guna melaksanakan ibadah umroh. kegembiraan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata, Rasulallah dan para sahabat bisa kembali menunaikan ibadah umroh. Setelah 1 tahun menahan rindu untuk bertemu dengan Baitulloh. Ketika sampai di Masjidil Haram, Rasulallah memimpin pelaksanaan Tawaf dan Sai sebagai rangkaian ibadah umroh, meskipun saat itu Ka’bah masih dikelilingi arca-arca kafir Quraisy, Rasulallah dan kaum muslimin beribadah dengan khusyu karena rasa rindu yang begitu mendalam kini terwujud, bersimpuh di depan Ka’bah yang dimuliakan, sujud, bertaubat dan munajat di depan Multazam.
Perasaan yang diliputi asyiq ma’syuq bersama Sang Khaliq, Pemilik Ka’bah yang dimuliakan. Setelah tiga hari pelaksanaan umroh, kemudian Rasulallah dan para sabahatnya kembali ke Madinah sesuai perjanjian Hudaibiyah.
Lalu, apa kaitannya dengan virus Corona yang mewabah di sebagian dunia? Virus ini adalah sejenis penyakit epidemi dengan daya tularnya begitu kuat. Sebab itulah pemerintah Saudi Arabia menutup akses kaum muslimin untuk beribadah umroh.
Kebijakan yang diambil pemerintah Saudi saat ini mungkin efektif dengan mengutamakan penolakan kerusakan ketimbang mengambil kemanfaatan sesuai kaidah fiqh
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
“Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan”.
Ketika perjanjian Hudaibiyah akses umroh juga tertutup sebagai konsekwensi dari perjanjian dan akses masuk ke tanah suci dibuka kembali setelah berakhirnya perjanjian hudaibiyah. Hingga akhirnya kaum Quraisy membuka jalur ke tanah suci.
Ada kesamaan efek, yaitu tertutupnya akses masuk ke tanah suci, baik pada perjanjian Hudaibiyah atau pada kondisi kekinian dengan mewabahnya virus corona. Tentu semua ini ada rahasia yang telah Allah siapkan. Tugas manusia, bukan mencari rahasia Allah, tetapi mengambil hikmah dari sebuah peristiwa.
Pertama: Mensikapi musibah dengan istirja kepada Allah. Segala sesuatu dikembalikan kepada Allah, karena dunia dan isinya semua miliki Allah dan dalam kekuasananNya. Kejadian di dunia berbentuk rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, kehilangan jiwa, semua itu ujian yang patut kita terima dan sikapi dengan bijak. Kesabaran menjadi benteng dalam menghadapi musibah.
Sesungguhnya ujian yang datang adalah satu ujian yang ringan karena datangnya dari Allah. Dan Dia tidak akan membiarkan ujian itu dirasakan oleh hambaNya, akan ada pilihan terbaik dari-Nya.
Ibnu Athaillah memberikan wejangan dalam mensikapi sebuah ujian.
لِيُخَفِّفْ اَلَمَ البَلاَءِ عليكَ عِلمُكَ بِاَنَّهُ سُبْحانهُ هُوَ المُبْلى لكَ. فالذِى واجْهَتكَ منهُ الاقدارُ هُوَالذيْ عَوَّدَكَ حُسنُالاِخِتِياَرِ
“Seharusnya bala’ yang menimpa padamu terasa ringan, karena engkau mengetahui bahwa Alloh yang menguji (memberi bala’) padamu. Maka Tuhan yang menimpakan kepadamu takdirNya itu, Dia pula yang telah biasa memberi sebaik-baik apa yang dipilihkanNya untukmu. (Dialah yang membiasakan kau merasakan sebaik-baik pilihanNya/pemberianNya)”.
Insya Allah jika lulus dalam ujian akan digolongkan menjadi orang sabar yang akan disematkan kasih sayang Allah kepadanya.
Kedua: Muhasabah. Terhentinya ibadah umroh bukan akhir dari perjalanan manusia, tetapi di balik kejadian penutupan akses umroh sementara harus dijadikan introspeksi semua pihak, baik pemerintah atau masyarakat umum.
Barangkali ada sisi terlupakan tentang komunikasi kita dengan Allah, atau kita bertindak menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan, atau kezaliman sudah begitu mewabah di masyarakat, baik pada tatanan pemerintah atau masyarakat, sehingga diingatkan akan bahaya kezaliman yang selalu dilakukan manusia yang selalu keluh kesah, mengeluh di saat kesulitan, ingkar di saat kemapanan.
Bahkan dibalik tragedi wabah virus Corona, masih saja ada manusia yang berlaku zalim, menimbun kebutuhan masyarakat saat dibutuhkan seperti penimbunan masker, hand sanitizer, menaikkan harga obat obatan dll, padahal menimbun barang disaat dibutuhkan adalah diharamkan. Pemerintah wajib melakukan sweeping terhadap para oknum yang zalim.
Ketiga: Husnudz dzon kepada Allah. Apa yang dilakukan pihak Saudi menutup sementara akses ibadah umroh sebuah tindakan preventif terhadap epidemi Corona. Bisa dipahami kebijakan tersebut karena Saudi merupakan gerbang utama tempat masuknya jutaan manusia yang melaksanakan ibadah umroh dari berbagai negara. Kondisi seperti ini patut diterapkan sikap berbaik sangka terhadap sikap pemerintah. Apalagi kepada Allah husnudz dzon menjadi simbol seorang muslim.
Apa yang Allah berikan pasti terkandung kebaikan, disukai atau tidak. Ibnu Athaillah dalam kitab Al Hikam mengatakan :
اِن لَمْ تُحْسِنْ ظَنـَّكَ بِهِ لاَجْلِ حُسنِ وَصْفِهِ فَحَسِّنْ ظَنـَّكَ بهِ لِوُجوُدِ مُعَامَلتِهِ مَعَكَ فَهَلْ عَوَّدَكَ الاَّ حَسَناً اَسدىَ اِليكَ الاَّ مَنَناً
“Jika engkau tidak bisa berbaik sangka [husnud-dhon] terhadap Allah Ta’ala karena sifat-sifat Allah yang baik itu, berbaik sangkalah kepada Allah karena karunia pemberian-Nya kepadamu. Tidakkah selalu ia memberi nikmat dan karunia-Nya kepadamu?”
Dan sebaik-baik husnud-dzan terhadap Allah di waktu menerima nikmat Allah yang berupa ujian [musibah], bagaikan ayah yang menyambut anak yang disayang, demi untuk kebaikan anak itu sendiri.
Allah berfirman: “Dan mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal itu baik bagimu.” (QS al-Baqarah 216)
Sikap berbaik sangka atas nikmat berupa ujian dengan terus melakukan kontemplasi, muhasabah adalah obat terbaik menghadapi wabah Corona yang dahsyat. Semoga pintu masuk ibadah umroh segera dibuka kembali, pertanda masyarakat sudah aman dari ancaman virus Corona.
Wallahu A’lam.