Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Setelah buku ‘Yusuf Mansur Obong” beredar dan dibedah di dua kota, Surabaya (18/2) dan Bandung (22/2), banyak pihak mulai bangun dari tidur panjangnya. Tetapi ada juga yang menanyakan, mengapa tidak langsung saja kepada yang bersangkutan, kritik itu dilayangkan? Bukankah si penulis sudah mengenal Yusuf Mansur (YM) lebih dari 19 tahun?
Pertanyaan tersebut tidak perlu ada jika saja yang bertanya mengetahui sebab buku itu ditulis. Ada rentetan peristiwa mengapa akhirnya buku Yusuf Mansur Obong hadir di tengah-tengah masyarakat?
Pertama, sebagai sesama muslim, sejak 2017 penulis sudah seringkali mengingatkan kepada YM akan banyaknya berita-berita di seputar bisnisnya yang merugikan sebagian investornya. Tetapi yang bersangkutan tidak menanggapinya secara serius.
Kedua, sejak tahun 2017 itu pula sudah mulai muncul narasi-narasi dalam bentuk berita, kolom, bahkan buku, yang terkait dengan bisnis yang dijalankannya dan berujung pada masalah dengan investor. Narasi, jika tidak sesuai dengan fakta, seyogyanya dijawab dengan narasi pula. Berita dijawab dengan berita, kolom dijawab dengan kolom, dan buku dijawab dengan buku. Saran itu penulis sampaikan, dan lagi-lagi jawabannya cenderung tidak mengindahkan. Atau, kalau dijawab pun, tidak serius.
Ketiga, di tahun 2017 – 2018, YM gencar membuat manuver, antara lain, membeli klub bola (baik di dalam maupun klub bola di luar negeri), membeli saham Bank Muamalat, BRI Syariah, Tempo, yang berujung pada tidak terealisasinya maksud di awal. Tetapi, YM acuh saja, tetap saja bergerak dengan ide-ide baru, sementara kasus-kasus yang mulai ke permukaan, tidak pernah ia selesaikan secara tuntas.
Keempat, sejak 2017 itu, YM mulai digugat oleh mereka yang merasa dirugikan karena investasi yang mereka lakukan. Ada Patungan Usaha, Patungan Aset, Condotel Moya Vidi, dan sebagainya. Hanya investor batu bara (awal tahun 2010) meskipun bisnisnya gagal, tetapi tidak ada yang menuntutnya sampai ke ranah hukum. Ini menjadi pertanyaan besar, sementara yang Patungan Usaha, Patungan Aset, dan Condotel Moya Vidi yang nilai per sahamnya kisaran Rp 2.700.000 sampai Rp 12.000.000, sudah mulai menggugat ke ranah hukum. Lalu, di bulan Oktober 2017 YM mengadakan jumpa pers yang katanya akan keliling ke 8 kota guna menjelaskan investasi-investasi yang dia lakukan. Waktu itu ia sesumbar, bahwa, bagi mereka yang akan mengambil uangnya, akan dilayani di tempat. Faktanya, acara tersebut tidak pernah ada. Dan pers diam saja.
Kelima, diamnya para ulama. Tidak sedikit para ulama, ustadz, pendakwah, mendapat info bahwa YM itu begini dan begitu. Tetapi mereka diam. Hanya KH Athian Ali M Da’i dari Bandung yang mau secara terbuka mengkritik perbuatan YM yang merugikan masyarakat, termasuk mengkritik konsep sedekah dimana jamaah memberikan sedekahnya kepada YM. Diamnya para ulama, ustadz, dan pendakwah itulah yang membangkitkan penulis untuk tampil ke permukaan. Apa saja kasus atau perilaku YM yang tidak sesuai dengan syariat, komitmen, dan pembohongan publik, penulis tulis. Kumpulan tulisan itulah yang dihadirkan dalam bentuk buku Yusuf Mansur Obong. Kepada YM dan para pengikutnya, penulis memberi kesempatan, jika isi buku tersebut ada yang salah, atau ada yang perlu dikoreksi, silahkan dibuat buku tandingan. Nanti masyarakat yang akan mengujinya.
Penulis menegur YM lewat buku Yusuf Mansur Obong tersebut adalah dalam rangka melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar. Amar ma’ruf sudah dilakukan, tidak ditanggapi secara serius, lalu nahi mungkar dilakukan. Hal ini agar tidak semakin banyak korban berjatuhan di tengah jalan, dan YM sendiri menjadi sadar dan insyaf lalu menghentikan semua aktifitas yang berpotensi merugikan masyarakat.
Mengapa amar ma’ruf nahi mungkar? Karena itu adalah risalah para Nabi dan Rasul. Ketika para Nabi dan Rasul sudah tidak dihadirkan ke dunia, maka kewajiban itu diemban oleh umat muslim. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menorehkan sejarah masa lalu yang bisa dijadikan pegangan oleh umat di masa kini dan masa depan. Tatkala Bani Israil melalaikan kewajiban ini, maka Allah berfirman tentang mereka, dalam surah Al-Maidah ayat 78:
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Apa yang dimaksud dengan durhaka dan melampaui batas? Dalam surah Al-Maidah ayat 79 Allah Ta’ala berfirman:
كَانُواْ لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ
Mereka tidak saling mencegah perbuata mungkar yang selalu mereka perbuat. Sunggh sangat buruk apa yang mereka perbuat itu.
Tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar adalah perbuatan yang sangat buruk. Allah Ta’ala memberi perintah beramar makruf nahi mungkar didahulukan diatas iman (QS 3: 110) dan kewajiban shalat serta zakat (QS 9:71). Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Wafat tahun 1420 H/1999 M), Allah mendahulukan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar atas iman, shalat dan zakat, tidak lain karena besarnya kewajiban tersebut dan sesuatu yang diakibatkannya, berupa kebaikan-kebaikan agung yang menyeluruh. Buku Yusuf Mansur Obong adalah salah satu wujud dari menunaikan kewajiban tersebut. Wallahu A’lam.