Oleh : Qomar Suaidi, Lc
Mutawatir
Hadits yang diriwayatkan dari banyak jalur (sanad) yang lazimnya dengan jumlah dan sifat para perawi di semua thabaqah (generasi perawi) tersebut mereka mustahil bersepakat untuk berdusta atau kebetulan bersama-sama berdusta.
Perkara yang mereka riwayatkan adalah perkara indrawi yakni dilihat (kami melihat si fulan…., aku melihat…) atau didengar (kami mendengar, aku mendengar bahwa fulan mengatakan….).
Ahad : Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir.
Shahih (benar/sehat) : Hadits yang dinukilkan oleh orang yang ’adil (muslim, baligh, berakal, bebas dari kefasiqan yaitu melakukan dosa besar, dan bebas dari sesuatu yang menjatuhkan muru’ah/kewibawaan) dan sempurna hafalan/penjagaan kitabnya terhadap hadits itu, dari orang yang semacam itu juga dengan sanad yang bersambung tidak memiliki ‘illah (penyakit/kelemahan) dan tidak menyelisihi yang lebih kuat. Hadits shahih hukumnya diterima dan berfungsi sebagai hujjah.
Hasan (baik) : Hadits yang sama dengan hadits shahih kecuali pada sifat perawinya dimana hafalan/penjagaan kitabnya terhadap hadits tidak sempurna, yakni lebih rendah. Hadits hasan hukumnya diterima.
Dha’if (lemah) : Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih atau hasan. Hadits dha’if hukumnya ditolak.
Maudhu’ (palsu) : Hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal beliau tidak pernah mengatakannya, hukumnya ditolak.
Mursal (terputus sanadnya) : Yaitu seorang tabi’in menyandarkan suatu ucapan atau perbuatan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hukumnya tertolak karena ada perawi yang hilang antara tabi’in tersebut dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu seorang sahabat Nabi, karena tabi’in tidak pernah melihat Nabi atau berbeda generasi dengan kehidupan Nabi. Dan boleh jadi perawi yang hilang itu adalah perawi yang lemah.
Syadz (menyelisihi/menyendiri) : Hadits yang sanadnya shahih atau hasan namun isinya menyelisihi riwayat yang lebih kuat dari hadits itu sendiri, hukumnya tertolak.
Mungkar : Hadits yang sanadnya dha’if dan isinya menyelisihi riwayat yang shahih atau hasan dari hadits itu sendiri, hukumnya tertolak.
Munqathi’ : Hadits yang terputus sanadnya secara umum, artinya hilang salah satu atau lebih perawinya dalam sanad, bukan di awalnya dan di akhir sanadnya dan tidak pula hilangnya secara berurutan. Hukumnya tertolak.
Sanad : Rangkaian para perawi yang berakhir dengan matan (isi hadits).
Matan : Ucapan perawi atau redaksi (isi) hadits yang terakhir dalam sanad.
Rawi : Orang yang meriwayatkan atau membawakan hadits.
Atsar : Suatu ucapan atau perbuatan yang disandarkan kepada selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni kepada para sahabat dan tabi’in.
Marfu’ : Suatu ucapan, perbuatan, atau persetujuan yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mauquf : Suatu ucapan atau perbuatan yang disandarkan kepada para sahabat.
Jayyid (bagus) : Suatu istilah lain untuk shahih.
Al-Muhaddits : Orang yang menyibukkan diri dengan ilmu hadits secara riwayat dan dirayat (fiqih hadits), serta banyak mengetahui para perawi dan keadaan mereka.
Al-Hafizh : Orang yang kedudukannya lebih tinggi dari muhaddits, yang ia lebih banyak mengetahui perawi disetiap tingkatan sanad.
Majhul : Perawi yang tidak dikenal, artinya tidak ada yang menganggapnya cacat sebagaimana tidak ada yang men-ta’dil-nya (lihat istilah ta’dil di poin 23, red-), dan yang meriwayatkan darinya cenderung sedikit. Bila yang meriwayatkan darinya hanya satu orang maka disebut majhul al-‘ain, dan bila lebih dari satu maka disebut majhul al-hal. Hukum haditsnya termasuk hadits yang lemah.
Tsiqah : Perawi yang tepercaya, artinya tepercaya kejujuran dan keadilannya serta kuat hafalan dan penjagaannya terhadap hadits.
Jarh : Cacat, dan majruh artinya tercacatkan.
Ta’dil : Menilai adil.
Muttafaqun ‘alaih : Maksudnya hadits yang disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah dalam kitab Shahih mereka.
Mu’allaq/ta’liq : Hadits yang terputus sanadnya dari awal, satu perawi atau lebih secara berurutan.