thayyibah.com :: Sesungguhnya, masa fatrah (masa tidak adanya rasul) terus berlangsung di tengah bangsa Arab dalam jangka waktu yang begitu panjang, tanpa turunnya wahyu ilahi dan tidak pula ada pengemban hidayah (hidayah al-irsyad). Kurun waktu itu terjadi antara masa kenabian Ismail ‘alaihissalam dan masa kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sang penutup para nabi. Oleh sebab itu, beragam adat kebiasaan buruk pun mulai bermunculan di tengah masyarakat Arab jahiliah. Adat kebiasaan baik yang dahulunya ada, akhirnya tertutupi oleh adat kebiasaan buruk yang mulai mendominasi.
Kali ini, kita akan mengenal bermacam adat buruk maupun adat baik yang mewarnai kehidupan bermasyarakat bangsa Arab jahiliah pada masa fatrah. Dengan mengetetahuinya, mudah-mudahan kita menjauhi kebiasaan buruk mereka serta melestarikan kebiasaan baik mereka. Kita memuji Allah dan memanjatkan rasa syukur mendalam kepada-Nya atas nikmat Islam yang dicurahkan-Nya.
Adat buruk bangsa Arab jahiliah
-
- Al-qimar (judi), atau yang lazim dikenal dengan istilah “al-maysir”. Merupakan kebiasaan penduduk kota-kota di kawasan jazirah, seperti Makkah, Thaif, Shan’a, Hajar, Yatsrib, Daumatul Jandal, dan sebagainya. Islam melarang kebiasaan semacam ini melalui turunnya surat Al-Maidah ayat 90,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.”
(Q.s. Al-Maidah: 90) - Menenggak khamr dan berkumpul-kumpul untuk minum khamr bersama, bangga karenanya, serta memahalkan harganya. Ini merupakan kebiasaan orang-orang kota dari kalangan hartawan, pembesar, dan pujangga sastra. Ketika kebiasaan ini mengakar kuat di tengah mereka dan bertakhta di hati mereka, Allah mengharamkannya secara perlahan-lahan, setahap demi setahap. Ini merupakan salah satu bentuk kasih sayang Allah Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya. Karenanya, bagi-Nya segala puji dan segala kebaikan.
- Nikah istibdha’. Jika istri dari salah seorang lelaki di antara mereka selesai haid kemudian telah bersuci maka lelaki termulia serta paling bagus nasab dan tata kramanya di antara mereka boleh meminta wanita tersebut. Tujuannya, agar sang wanita bisa disetubuhi dalam kurun waktu yang memungkinkannya melahirkan anak yang mewarisi sifat-sifat kesempurnaan si lelaki yang menyetubuhinya tadi.
- Mengubur hidup-hidup anak perempuan. Seorang laki-laki mengubur anak perempuannya secara hidup-hidup ke dalam tanah, selepas kelahirannya, karena takut mendapat aib. Dalam Alquran Alkarim terdapat penentangan terhadap perilaku semacam ini serta penjelasan tentang betapa kejinya perilaku ini. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya celaan keras terhadap pelakunya pada hari kiamat. Allah Ta’ala berfirma dalam surat At-Takwir,
وَإِذَا الْمَوْؤُودَةُ سُئِلَتْ. بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (Q.s. At-Takwir: 8—9)
- Membunuh anak-anak, baik lelaki maupun perempuan. Kekejian ini mereka lakukan karena takut miskin dan takut lapar, atau mereka sudah putus harapan atas bencana kemiskinan parah yang melanda, bersamaan dengan lahirnya si anak di wilayah yang merasakan dampak kemiskinan tersebut. Kondisi ini terjadi karena tanah sedang begitu tandus dan hujan tak kunjung turun. Setelah Islam datang, Islam mengharamkan adat keji nan buruk seperti ini, melalui turunnya firman Allah Ta’ala,
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلاَدَكُم مِّنْ إمْلاَقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.”
(Q.s. Al-An’am: 151)وَلاَ تَقْتُلُواْ أَوْلادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاقٍ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُم
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.”
(Q.s. Al-Isra’:31)
Yang dimaksud dengan “imlaq” adalah kemiskinan yang begitu parah serta begitu memprihatinkan.
- Wanita berdandan ketika keluar rumah, dengan tujuan menampakkan kecantikannya, pada saat dia lewat di depan lelaki ajnabi (lelaki yang bukan mahramnya). Jalannya genit, berlemah gemulai, seakan-akan dia memamerkan dirinya dan ingin memikat orang lain.
- Wanita merdeka menjadi teman dekat lelaki. Mereka menjalin hubungan gelap dan saling berbalas cinta secara sembunyi-bunyi. Padahal si lelaki bukanlah mahram si wanita. Kemudian Islam mengharamkan hubungan semacam ini, dengan diturunkannya firman Allah Ta’ala,
وَلاَ مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ
“… Dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya ….”
(Q.s. An-Nisa’: 25)Padahal si wanita bukanlah mahram si lelaki. Kemudian Islam mengharamkan hubungan semacam ini,
وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ
“… Dan tidak (pula lelaki) yang memiliki gundik-gundik ….”
(Q.s. Al-Maidah: 5)
- Menjajakan para budak perempuan sebagai pelacur. Di depan pintu rumah si budak perempuan akan dipasang bendera merah, supaya orang-orang tahu bahwa dia adalah pelacur dan para lelaki akan mendatanginya. Dengan begitu, budak perempuan tersebut akan menerima upah berupa harta yang sebanding dengan pelacuran yang telah dilakukannya.
- Fanatisme golongan. Islam datang memerintahkan seseorang menolong saudaranya sesama muslim, dekat maupun jauh, karena “al-akh” (saudara) yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah saudara seislam. Oleh sebab itu, pertolongan kepadanya –jika dia dizalimi– adalah dengan menghapuskan kezaliman yang menimpanya. Adapun pertolongan yang diberikan kepadanya kala dia berbuat zalim berupa tindakan melarang dan mencegahnya agar tak berbuat zalim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (dalam riwayat Bukhari),
انصر أخاك ظالما أو مظلوما. فقيل: يا رسول الله أنصنره إذا كان مظلوما فكيف أنصره إذا كان ظالما؟ قال: تحجزه عن الظلم.
“Tolonglah saudaramu, baik dia menzalimi ataupun dizalimi.” Kemudian ada yang mengatakan, “Wahai Rasulullah, kami akan menolongnya (saudara kami) jika dia dizalimi, maka bagiamana cara kami akan menolongnya jika dia menzalimi?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau mencegahnya supaya tak berbuat zalim.”
- Saling menyerang dan memerangi satu sama lain, untuk merebut dan merampas harta. Suku yang kuat memerangi suku yang lemah untuk merampas hartanya. Yang demikian ini terjadi karena tidak ada hukum maupun peraturan yang menjadi acuan pada mayoritas waktu di sebagian besar negeri. Di antara perperangan mereka yang paling terkenal adalah:- Perang Dahis dan Perang Ghabara’ yang berlangsung antara Suku ‘Abs melawan Suku Dzibyan dan Fizarah;- Perang Basus, sampai-sampai dikatakan, “Perang yang paling membuat sial adalah Perang Basus yang berlangsung sepanjang tahun. Perang ini terjadi antara Suku Bakr dan Taghlub;”– Perang Bu’ats yang terjadi antara Suku Aus dan Khazraj di kota Al-Madinah An-Nabawiyyah;– Perang Fijar yang berlangsung antara Qays ‘Ilan melawan Kinanah dan Quraisy. Disebut “Perang Fijar” karena terjadi saat bulan-bulan haram. Fijar (فِجار ) adalah bentukan wazan فَعَّال dari kata fujur (فجور ); Mereka telah sangat mendurhakai Allah (sangat fujur) karena berani berperang pada bulan-bulan yang diharamkan untuk berperang.
- Enggan mengerjakan profesi tertentu, karena kesombongan dan keangkuhan. Mereka tidaklah bekerja sebagai pandai besi, penenun, tukang bekam, dan petani. Pekerjaan-pekerjaan semacam itu hanya diperuntukkan bagi budak perempuan dan budak laki-laki mereka. Adapun bagi orang-orang merdeka, profesi mereka terbatas sebagai pedagang, penunggang kuda, pasukan perang, dan pelantun syair. Selain itu, di tengah bangsa Arab jahiliah tumbuh kebiasaan berbangga-bangga dengan kemuliaan leluhur dan jalur keturunan.
- Al-qimar (judi), atau yang lazim dikenal dengan istilah “al-maysir”. Merupakan kebiasaan penduduk kota-kota di kawasan jazirah, seperti Makkah, Thaif, Shan’a, Hajar, Yatsrib, Daumatul Jandal, dan sebagainya. Islam melarang kebiasaan semacam ini melalui turunnya surat Al-Maidah ayat 90,
Bersambung, insya Allah ….
Marji’: Hadza Al-Habib Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam Ya Muhib, karya Syekh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi, Darul Hadits, Kairo.
***
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ummu Asiyah Athirah
Muroja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits