thayyibah.com ::
Ada dua perkara yang harus diutamakan, pertama, mengenal nikmat, yakni menghadirkannya dalam hati, dan meyakininya. Apabila seorang hamba sudah mengenal nikmat, maka dia akan beranjak ke tahap berikutnya ialah mengenal Rabb yang memberi nikmat itu.
Kedua, menerima nikmat. Dia sadar, bahwa nikmat tadi bukan lantaran keberhakan mendapatkannya, tapi hanyalah karunia dan kemurahan Allah. “Akhirnya, setelah memahami hakikat kedua hal itu, seorang hamba akan memuji Allah atas nikmat-Nya,” papar al-Munajjid.
Esensi syukur terletak pada perbuatan dan tindakan nyata sehari-hari. Ibnu al-Qayyim merumuskan tiga faktor yang harus ada dalam konteks syukur yang sungguh-sungguh, yaitu dengan lisan dalam bentuk pengakuan dan pujian, dengan hati dalam bentuk kesaksian dan kecintaan, serta dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal perbuatan.
Sehingga bentuk implementasi dari rasa syukur bisa beragam; shalat seseorang merupakan bukti syukurnya, puasa dan zakat seseorang juga bukti akan syukurnya, segala kebaikan yang dilakukan karena Allah adalah implementasi syukur. Intinya, syukur adalah takwa kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisa ayat 147, Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”. Bersyukur akan menjauhkan kita dari azab Allah SWT. Sang Pencipta pun telah berjanji untuk melipatgandakan nikmatnya bagi hambanya yang bersyukur. Semoga kita menjadi insan yang pandai bersyukur terhadap apa yang Allah berikan kepada kita dari mulai kita lahir sampai habis usia kita.
Oleh : m.republika