“Kita memang hanya akan dipertemukan dengan apa yang kita cari,” jawab Buya Hamka menyadarkan pria tersebut.
Banyak hikmah dari kisah singkat ini. Pertama, umat Islam khususnya ulama, jangan sampai terpancing untuk sibuk meladeni serangan lawan. Sebaliknya, sibuklah dengan agenda Islam dan jangan sibuk dengan agenda mereka sehingga menjauhkan kita dari cita-cita.
Buku Izhar Al Haq yang ditulis oleh Al Allamah Syaikh Rahmatullah Al Qairawani adalah salah satu contohnya. Alih-alih menjawab tuduhan orientalis terhadap Islam, buku itu justru menyerang dogma-dogma Nasrani. Para misionaris pun disibukkan menjawab buku itu sehingga agenda misi mereka tersendat.
Seorang jurnalis berkebangsaan Inggris menjelaskan betapa dahsyatnya pengaruh buku itu. “Kalau orang terus menerus membaca buku ini, kemajuan Kristen di dunia akan berhenti.”
Karena dianggap sebagai ancaman serius, para uskup memborong buku tersebut lalu dibakar. Namun cara itu hanya efektif untuk sementara waktu. Memang cetakan saat itu bisa langsung lenyap dari pasaran. Namun, bukankah untuk mencetaknya kembali tidak sesulit waktu mencetak pertama kali? Dan buku itulah yang kelak dipelajari Syaikh Ahmad Deedat dan menjadi bekal utamanya setelah Al Quran dan Sunnah, dalam membela Islam dan menyerang balik misionaris.
Kedua, kita akan menemui apa yang kita cari. Bahkan di Makkah pun, jika niat kita kotor dan ingin mencari kemaksiatan, kita bisa menemuinya. Namun di New York sekalipun, jika kita di sana tidak dalam rangka berburu maksiat, tentu tidak akan mendatangi pusat-pusat maksiat.
Nasehat Buya Hamka itu mengingatkan kita semua untuk hanya meniatkan hal-hal yang baik dan mencari hal-hal yang baik. Di manapun kita berapa. Kapan pun. [Muchlisin BK/Tarbiyah.net]