thayyibah.com :: Sebagian dari orang ada sering menganggap dirinya ternyata ganteng dan wanita merasa dirinya cantik, tidak jarang menyebabkan kagum terhadap dirinya sendiri bahkan terkadang bisa semacam “narsis”.
Jika memang kita diberi karunia wajah dan tubuh yang baik oleh Allah maka selayaknya kita banyak bersyukur. Dan yang lebih penting lagi, kita jangan memperhatikan fisik saja tetapi perhatikan juga “kecantikan dari dalam”.
Sebagian manusia untuk masalah fisik mereka berusaha dengan keras. Mati-matian mencari segala cara dan tidak pantang menyerah untuk diet dan fitnes untuk memperbaiki tubuh.
Mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk facial, beli produk ini dan itu untuk memperbagus wajah. Akan tetapi kita sering lupa untuk memperbaiki akhlak serta jarang berusaha dengan keras untuk berhias dengan akhlak yang baik.
Berusaha melawan jiwa pemarah, melawan rasa pelit dan rasa malas membantu serta meringankan penderitaan orang lain. Melawan rasa kikir untuk membantu, atau melawan rasa dengki dan hasad ketika orang lain mendapat nikmat.
Kita jarang melakukan evaluasi dan muhabasah mengenai akhlak kita, sebagaiman kita sering mengontrol dan mengevaluasi fisik dan wajah kita dengan maintenance dan pemeliharaan yang tidak sedikit dan tidak murah.
? Perhatikan juga akhlak, jangan perhatikan fisik saja
Karenanya kita diajarkan agar berdoa.
اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنْ خُلُقِي
Allahumma kamaa hassanta khalqy, fahassin khuluqy
“Wahai Allaah sebagaimana Engkau telah membaguskan tubuhku, maka baguskanlah akhlak ku.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Ibnu Hibban)[1]
Sebagian ulama menjelaskan sebaiknya hadits ini dibaca ketika berkaca pada cermin.
Professor syaikh Abdullah Al-Jibrin rahimahullah berkata,
أي من السنة النظر في المرآة وهي الزجاج العاكس للصورة؛ لأنه -صلى الله عليه وسلم- كان يفعله، ويسن أن يقول ما جاء في الحديث السابق (اللهم كما حسنت خلقي فحسن خلقي)
“Di antara sunnah (membaca doa) ketika melihat pada cermin yang bisa memantulkan bayangan karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukannya. Dan disunnahkan membaca doa ini sebagaimana pada hadits yang telah lewat.”[2]
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullahberkata,
قد صحّ عنه أنه صلى الله عليه وسلم كان يدعو بهذا الدعاء ولكن لم يثبت عنه تقييده بالنظر في المرآة . وسُئل عنه ابن رشد فأنكر على من استنكر الدعاء به لعموم أحاديث طلب الدعاء .
“Terdapat riwayat yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca doa ini. Hanya saja tidak dijumpai keterangan bahwa beliau membaca doa itu ketika melihat cermin. Ibnu Rusyd ditanya tentang doa ini, kemudian beliau mengingkari orang yang melarang doa ini, mengingat keumuman hadis yang memerintahkan untuk berdoa.”[3]
? Akhlak yang mulia sangat bermanfaat
‘ala kulli hal, hendaknya kita tetap memperhatikan akhlak kita karena akhlak ini dakwah menjadi ringan dan mudah serta manusia senang dan berbahagia bergaul dengan kita dan inilah juga kebahagiaan kita yaitu bermanfaat bagi orang lain dan agama.
Karenanya agama Islam menekankan agar selalu memperhatikan dan memperbagus akhlak.
Demikian pula sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ
“Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia” [4]
beliau juga bersabda,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.”[5]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullohu menjelaskan hadist ini,
“Barangsiapa bertakwa kepada Alloh, merealisasikan ketakwaannya dan berakhlak kepada manusia -sesuai dengan perbedaan tingkatan mereka- dengan akhlak yang baik, maka ia medapatkan kebaikan seluruhnya, karena ia menunaikan hak hak Alloh dan Hamba-Nya.”[6]
? Catatan kaki:
[1] Beberapa ulama mendhaifkan hadits ini, misalnya syaikh Muqbil rahimahullah, beliau berkata:
أعرف أنه حديث ضعيف ، هذا الذي أعرفه والله المستعان . عند النظر في المرآة .
“setahu saya hadits ini dhaif, inilah yang saya tahu, wallahu musta’an, ketika berkaca” (sumber: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=49)
[2] Sumber: situs resmi beliau http://www.ibn-jebreen.com/books/8-48–1788-.html [3] Fawaid fi Al-Alfadz, Syaikh Bakr Abu Zaid [4] HR At-Tirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani [5] HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih [6] Bahjatu Qulubil Abror hal 62, cetakan pertama, Darul Kutubil ‘ilmiyah? Ustadz Subhan Bawazier
? Ustadz Dr. Raehanul Bahrain