Oleh : Joko Intarto

Saya penasaran dengan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin yang mengingatkan kaum pria, khususnya bapak-bapak, agar waspada kalau lingkar perutnya mendekati 90 cm. Ada apa dengan lingkar perut 90 cm?
Menurut Menteri Kesehatan 90 cm adalah batas risiko obesitas sentral (perut) untuk pria Asia/Indonesia menurut pedoman resmi Kemenkes dan WHO untuk populasi Asia. Sedangkan obesitas sentral (central obesity) sangat berbahaya.
Central obesity ditimbulkan oleh lemak yang menumpuk di perut (lemak visceral). Lemak ini bukanlah lemak biasa di bawah kulit, tapi lemak yang membungkus organ dalam (hati, pankreas, usus). Lemak ini sangat aktif secara metabolik dan bisa memicu berbagai penyakit berat.

Menurut publikasi PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), pria dengan lingkar perut ≥ 90 cm, berisiko tinggi terhadap diabetes melitus tipe 2 (bisa 5–10 kali lipat lebih tinggi), terkena penyakit jantung koroner dan stroke, mengalami hipertensi (tekanan darah tinggi), sindrom metabolik, fatty liver (perlemakan hati), kanker tertentu (kolorektal, pankreas), gangguan hormon (testosteron turun, risiko disfungsi ereksi meningkat).
Mengapa menggunakan patokan 90 cm, bukan 100 cm? Rata-rata orang Asia (termasuk Indonesia) cenderung menyimpan lebih banyak lemak visceral pada ukuran perut yang lebih kecil dibanding orang Kaukasia. Makanya WHO dan Kemenkes menurunkan batasnya:Pria Asia: ≥ 90 cm → tinggi risiko. Sedangkan pria Eropa/Amerika: pria ≥ 102 cm.
Data di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 dan 2023 menunjukkan:Lebih dari 50% pria dewasa Indonesia (usia 30–60 tahun) memiliki lingkar perut ≥ 90 cm. Hal ini berkorelasi dengan terjadinya lonjakan diabetes dan jantung di Indonesia
Kesimpulan dari Menkes:“Kalau perut bapak-bapak sudah mendekati 90 cm, itu sudah lampu kuning. Kalau sudah lewat, itu lampu merah. Segera ubah gaya hidup, karena penyakit-penyakit berat itu datang diam-diam dari perut yang membesar.
”Ukur perut Anda di atas tulang pinggul (sekitar pusar) setelah buang napas pelan. Kalau sudah 88–89 cm, mulai waspada dan turunkan bertahap sebelum sampai 90 cm,” pesan Pak Menkes.
Sudah tiga minggu saya berusaha keras untuk menurunkan lingkar perut saya yang semula 88 cm (kondisi belum sarapan). Dokter menganjurkan saya untuk mengatur kembali pola makan, mengurangi konsumsi karbohidrat dan gorengan serta meningkatkan porsi olahraga harian.
Pagi tadi, lingkar perut saya tercatat 85 cm (kondisi belum sarapan dan sebelum berolahraga). Entah nanti, sesudah makan siang.
Thayyibah