Napak Tilas Film Gangster ‘Ferry’ di Antwerp
Oleh : Anif Punto Utomo
Bagi pelanggan Netflix khususnya penggemar film mafia dan gangster narkoba, mestinya sudah nonton serial ‘Ferry’. Film tersebut melalui perspektif protagonis Ferry Bouman mengangkat kisah tentang dunia kriminal dan perdagangan narkoba, dengan latar belakang pelabuhan Antwerp di Belgia.
Tulisan ini tak hendak membahas film Ferry, tidak pula membahas pola perdagangan narkorba di Eropa, tetapi untuk melampiaskan rasa penasaran. Maka sambil lari pagi di Antwerp saya mengambil rute menyusur sungai kemudian melewati pelabuhan terbesar kedua di Eropa –setelah Rotherdam– yang menjadi salah satu tempat penyelundupan narkoba sebagaimana yang disajikan di film tersebut.
Artwerp merupakan kota terbesar kedua di Belgia setelah Brussel, ibukota Belgia. Kota ini terkenal sebagai pusat berlian dunia. Posisinya tidak persis di pinggir laut seperti lazimnya sebuah kota yang memiliki pelabuhan besar, melainkan menjorok ke dalam yang terhubungkan ke laut lewat sungai besar, sungai Scheldt.
Saya sampai di Antwerp pada 10 September 2024 menjelang sore hari setelah menempuh perjalanan tiga jam naik bus dari Den Haag, Belanda. Dari terminal bus yang berada di dalam kota, sempat jalan-jalan sebentar melihat keramaian, dan kemudian ke apartemen. Di situ merancang rute untuk lari esok paginya. Rutenya: museum Red Star Line, Museum Aan de Stroom, pelabuhan Antwerp, Cathedral of the Virgin Mary, dan alun-alun Grote Market.
Pagi di hari berikutnya saya sudah di depan apartemen. Cuaca agak mendung, dan bagi yang biasa di Jakarta badan sedikit menggigil karena bersuhu 11 derajat selsius dan berangin. Terpaksalah pagi itu saya mengenakan jaket parasut tipis untuk menahan angin.
Museum Star Red Line, seharusnya saya melewati museum itu, tapi sedikit kesasar sehingga hanya melihat dari jauh. Museum ini bercerita tentang dua juta pria, wanita, dan anak-anak dari seluruh Eropa yang bermigrasi dari Antwerp ke Amerika mulai tahun 1873 hingga 1934. Mereka berdesak-desakan menaiki kapal milik Red Star Line menuju masa depan baru di Amerika.
Nama resmi Red Star Line adalah Société Anonyme de Navigation Belgo-Américaine. Perusahaan ini didirikan tahun 1872 oleh Peter Wright & Sons, sebuah perusahaan pialang kapal yang berpusat di Philadelphia, dengan tujuan mengoperasikan jalur pelayaran transatlantik dengan kapal uap di bawah bendera non-Amerika. Kapal SS Vaderland merupakan kapan perdana yang berangkat ke Philadelphia pada 19 Januari 1873.
Selama puluhan tahun, Red Star Line mengoperasikan 23 kapal bertenaga uap, dan yang terbesar adalah SSBelgenland dengan panjang 204 meter dan dapat mengangkut 2.700 penumpang. Museum diresmikan pada 2013 di pelabuhan lama Antwerp, dan terletak di bekas bangunan yang digunakan untuk pemeriksaan penumpang kelas bawah Red Star Line.
Dari situ rute lari menuju pelabuhan Antwerp. Pelabuhan ini awalnya dibangun oleh Napoleon Bonaparte. Saat itu pada 1811 ia memerintahkan pembangunan pintu air dan dok pertama Antwerp, sehingga pintu air tersebut disebut Dermaga Bonaparte. Setelah Perang Dunia II, pelabuhan tersebut menerima dana dari Rencana Marshall Amerika untuk memodernisasi dan memperluas wilayahnya.
Kini, pelabuhan Antwerp merupakan salah satu dari 15 pelabuhan terbesar di dunia. Setiap tahun menangani lebih dari 240 juta ton barang. Dengan volume begitu besar, pengawasan menjadi sangat sulit sehingga para penyelundup seringkali menyembunyikan narkoba di dalam kontainer menyamarkannya di antara barang-barang legal lainnya.
Mengutip https://www.bloombergtechnoz.com/, menurut Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan, penyitaan kokain melalui Antwerp meningkat lebih dari 20 kali lipat selama dekade terakhir. Pengakuan petugas bea cukai Belgia, mereka berhasil menangkap hanya 10-40 persen kokain yang masuk melalui pelabuhan. Badan Narkoba Uni Eropa memperkirakan nilai ritel pasar narkoba di blok tersebut sebesar €31 miliar (Rp550 triliun).
Dari tepi pelabuhan tampak Museum aan de Stroom (MAS) yang artinya museum di tepi sungai, posisinya memang tak jauh dari sungai Scheldt. Museum ini dibuka pada 17 Mei 2011 dan merupakan museum terbesar di Antwerp. Benda museum datang dari berbagai museum lain terutama Museum Etnografi dan Museum Maritim, yang keduanya sudah tidak beroperasi lagi.
Bangunan museum setinggi 60 meter itu menyimpan 470.000 objek yang sebagian besar obyek maritim yang mendokumentasikan perdagangan dan pengiriman internasional, hingga sejarah, seni, dan budaya kota pelabuhan Antwerp berikut seni dan budaya dari Eropa, Afrika, Amerika, Asia, dan Oseania. Bahkan di situ bisa kita temui koleksi seni dari Amerika pra-Columbus yang akan membuat kita takjub.
Di sepenggal sungai Scheldt tersebut, saya banyak berpapasan dengan sesame pelari pagi. Bedanya dengan di London, hampir semua yang berpapasan bule, baik lak-laki maupun perempuan. Ketika di London, pelari yang berpapasan relatif multiras. Kesamaan mereka: larinya kencang, saya tidak mampu mengimbangi.
Dari pelabuhan, rute lari menuju ke kota tua, tak lagi menyusur sungai. Saya sengaja melewati area dalam kota tua tersebut. Jalan hanya cukup satu mobil. Sesekali saja mobil lewat. Suasana sepi, mungkin masih banyak yang selimutan pagi itu. Dari sela-sela gedung tua di situ terlihat sebuah gereja yang menaranya tinggi menjulang.
Rupanya gereja itu adalah Cathedral of the Virgin Mary. Mengapa dinamakan begitu? Umat Katolik di Antwerp ingin menghormati Bunda Maria. Dalam agama Katolik, Bunda Maria atau Perawan Maria adalah ibu dari Yesus Kristus. Ia sangat dihormati dan dianggap sebagai perantara antara manusia dan Tuhan.
Proses pembangunan katedral ini hampir dua abad, 169 tahun tepatnya, mulai dibangun pada 1352 dan selesai tahun 1521. Arsitektur didominasi oleh gaya arsitektur Gothic, yang dicirikan oleh lengkungan lancip, jendela kaca patri yang indah, dan menara yang menjulang setinggi 123 meter. Interiornya sangat luas, mampu menampung hingga 25.000 orang.
Tak jauh dari katedral terdapat alun-alun Grote Markt yang merupakan pusat kota di Antwerp. Dalam bahasa Indonesia, Grote Markt berarti “Pasar Besar”. Alun-alun ini merupakan jantung kota Antwerp dan menjadi tempat berkumpulnya warga serta wisatawan.
Grote Markt dikelilingi oleh bangunan-bangunan bersejarah dengan arsitektur yang indah, terutama gaya Renaissance Flandria. Grote Markt sering dijadikan tempat penyelenggaraan berbagai acara dan festival mulai dari pasar Natal, pertunjukan musik, hingga perayaan-perayaan besar lainnya. Kita dapat menemukan berbagai toko, restoran, dan kafe di sini.
Di kawasan itu juga berdiri megah gedung Balai Kota Antwerp (Stadhuis van Antwerpen) dimana di dinding luar terpasang bendera nasional Belgia dan bendera-bendera kota atau provinsi. Ini melambangkan kemerdekaan, kedaulatan, dan identitas kota Antwerp. Pada hari perayaan kenegaraan, jumlah bendera yang dipasang lebih banyak lagi.
Persis di depan balaikota dan tepat di tengah alun-alun terdapat patung Brabo yang dibawahnya terdapat air mancur. Patung Bardo memperlihatkan seorang pahlawan yang sedang memegang tangan raksasa yang sudah terpotong.
Ceritanya, dulu kota Antwerp dikuasai oleh raja bernama Druon Antigoon. Raja ini menetapkan aturan bahwa setiap kapal yang ingin melewati sungai Scheldt harus membayar pajak kepada raja. Jika menolak, raja akan memotong tangan kapten kapal tersebut dan melemparnya ke sungai.
Lantas datanglah seorang pahlawan bernama Silvius Brabo. Brabo melakukan perlawanan terhadap raja Antigoon dan berhasil mengalahkannya. Sebagai tindakan balas dendam, Brabo memotong tangan raja Antigoon dan melemparkannya ke sungai. Itulah kenapa dalam patung tersebut Sang Brado membawa potongan tangan.
Oya di dekat alun-alun, sekitar selemparan batu lah, ada restoran Indonesia: Kartini. Sayang, pagi itu restoran masih tutup, sehingga tidak bisa bincang-bincang dengan pemiliknya.
Selesai menikmati dan selfa-selfi di alun-alun Grote Markt saatnya kembali ke apartemen. Lumayan dapat 7,1 kilometer. Dan yang pasti, di pagi hari yang dingin itu saya bisa sedikit melampiaskan rasa penasaran untuk napak tilas fim ‘Ferry’ yang sudah saya tonton setahun lalu.