Oleh: Joko Intarto
Anwar Usman (Foto : CNN Indonesia)
Beberapa pengamat tidak puas dengan keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK dinilai kurang berat. Saya pribadi justru menilai sebaliknya.
HUKUMAN yang diterima Anwar Usman itu memang hanya diberhentikan sebagai Ketua MK. Selebihnya hanya pembatasan sidang saja. Misalnya, tidak boleh terlibat atau melibatkan diri dalam sidang penyelesaian sengketa pemilu untuk semua tingkatan: Dari bupati/walikota hingga anggota DPRD, DPR, DPD hingga presiden.
Anwar juga dilarang menjadi hakim dalam sidang pengujian keputusan MK terkait batas minimal usia calon presiden/wakil presiden yang baru-baru ini digugat mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (UNU). Keputusan MK atas ‘’perkara nomor 90’’ yang kontroversial itu menjadi dasar Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden. Keputusan itulah yang sekarang digugat mahasiswa UNU. Sidang perdana akan berlangsung Rabu (8 November 2023).
Diberhentikan sebagai Ketua MK tapi tidak dipecat itu sungguh menyakitkan. Saya bisa membayangkan rasanya. Tiap hari Anwar harus masuk kerja, dengan rasa malu yang luar biasa. Siksaan batin itu akan dirasakan hingga masa jabatannya sebagai hakim MK berakhir.
Tapi itu imajinasi saya. Belum tentu Anwar tersiksa batinnya, kalau kekeuh menganggap sanksi itu buah kampanye hitam lawan-lawan politik Gibran. Dengan merasa sebagai korban politik, Anwar bisa menghibur diri.
Dengan jatuhnya sanksi terhadap Anwar Usman, secara moral, legitimasi Gibran sebagai calon wakil presiden dipertanyakan. Sebab Gibran maju sebagai calon wakil presiden menggunakan keputusan yang diambil melalui proses hukum yang sangat buruk.
Tapi Gibran tidak akan mundur dari proses pencalonan wakil presiden. Lagi pula apa alasannya untuk mundur? Malu? Memang penting? Toh heboh-heboh itu tidak pernah lama. Paling banter sebulan. Setelah itu, orang-orang akan melupakan kasusnya.
Sudah berulang kali terjadi: Suatu peristiwa politik yang heboh hilang dengan sendirinya karena tertutup kehebohan lainnya. Ini Indonesia, bung. Warganya gampang lupa!