Oleh: Joko Intarto
Pemilu masih lama. Hiruk-pikuknya sudah terasa. Warga Nahdiyin jadi rebutan. Mengapa di lingkungan warga Muhammadiyah tenang-tenang saja?
Semua mata politisi tampaknya sedang mengincar ke titik yang sama: Warga Nahdiyin.
Secara teori, hal itu benar. Warga Nahdiyin jumlahnya memang luar biasa besar. Meski tidak ada data pasti, diperkirakan lebih dari 100 juta. Kalau separonya saja yang punya hak suara pada pemilihan umum mendatang, tentu posisi warga Nahdiyin amat menentukan. Siapa yang bisa menggaet suara mereka, besar kemungkinan bakal menjadi juara.
Itu teorinya. Namun praktiknya dipastikan tidak mudah. Nahdlatul Ulama sebagai payung organisasi warga Nahdiyin jauh-jauh hari sudah menegaskan. NU bukan parpol. NU melarang seluruh pengurus di semua tingkatan agar tidak ikut-ikutan dalam politik praktis.
Maklumat itu tidak saja ditujukan kepada PKB, partai politik yang lahir dari NU sendiri. NU mendeklarasikan hal itu untuk seluruh partai politik yang akan bertarung dalam pemilihan umum 2024.
Ramai di NU, tenang di Muhammadiyah. Di persyarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu, isu politik tidak begitu heboh. Sepertinya para politisi juga sudah mahfum, Muhammadiyah sejak lama tidak mau lagi dicampuri kepentingan politik praktis para pengurus maupun warganya.
Meski demikian, bukan berarti warga Muhammadiyah apolitik. Buktinya Muhammadiyah pernah melahirkan partai politik: Partai Amanat Nasional. Namun pada perkembangan selanjutnya, Muhammadiyah menarik diri dari kancah politik praktis.
Muhammadiyah mendorong warganya yang ingin berpolitik untuk berdiaspora ke berbagai partai politik yang ada. Di PKS ada warga Muhammadiyah. Di PPP juga ada. Bahkan warga Muhammadiyah juga ada di Golkar, PBB, Gelora, Golkar, Gerindra, PDIP bahkan PSI. Yang belum ditahui, siapa yang bergabung ke PKB.
Sikap Muhammadiyah sebagai ormas Islam untuk membentengi dirinya dari hasrat politik pengurus dan warganya sangat tepat. Sikap netralnya membuat Muhammadiyah ‘’merdeka’’ dari isu-isu politik yang tidak selamanya positif.
Seperti halnya NU, Muhammadiyah juga tidak memiliki data yang akurat tentang jumlah anggota maupun simpatisannya. Setiap kali ditanya jumlah, selalu joke ini jawabannya: Kalau anggota NU 100 juta, Muhammadiyah 5 juta di bawahnya.
Meski cuma jawaban guyon, jumlah anggota Muhammadiyah yang punya hak suara sepertinya bisa mengubah hasil prediksi lembaga survei, kelak di kotak suara. Seperti jurus tendangan tanpa bayangan.