Oleh: Joko Intarto
(Foto : JTO)
Purwodadi: Ibukota Kabupaten Grobogan, wilayah kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah. Purwodadi berlokasi tak jauh dari Kota Semarang, ibukota Provinsi Jawa Tengah. Dari kantor Pak Ganjar hanya berjarak 64 Km saja.
Di Purwodadi inilah ayah saya yang asli Pamekasan, Madura, membangun keluarga dan menetap hingga wafat pada 1983. Pada Agustus nanti, tepat 40 tahun kepergiannya.
Meski berada pada lintasan jalur penghubung dengan Semarang, Solo, Sragen, Blora, Pati, Kudus dan Demak, kemajuan Purwodadi terasa sangat lambat.
Tidak banyak perubahan yang terjadi di Purwodadi hari ini. Kecuali semakin banyak sawah yang berubah menjadi perumahan. Suasana kotanya sendiri masih sama dengan yang saya lihat 30 tahun lalu.
Beberapa bangunan baru, memang bermunculan. Salah satunya hotel bintang satu, hotel terbaik di Purwodadi saat ini. Juga ada satu akademi keperawatan, satu sekolah tinggi agama Islam dan satu institut teknologi bisnis (ITB-MG) yang didirikan Muhammadiyah Grobogan.
Oh iya, ada yang lupa: Sekarang sudah gerai Pizza Hut dan ada dua outlet Mixue. Jadi tidak ndeso-ndeso amatlah.
Kabupaten Grobogan adalah wilayah dengan suhu udara rata-rata terpanas di Jawa Tengah. Uniknya, kedelai menjadi komoditas pertanian andalan. Kabupaten Grobogan tercatat sebagai penghasil kedelai terbesar di Jawa Tengah.
Padahal, kedelai merupakan tanaman sub tropik. Naturalnya kedelai tidak produktif ditanam di wilayah yang bersuhu tinggi.
Kedelai Grobogan memang khas karena bisa hidup subur dalam cuaca ekstrim dengan produktivitas tinggi. Kedelai itu hasil rekayasa biologi puluhan tahun. Awalnya dikembangkan Pak Chandra. Kemdian dilanjutkan anaknya, Adi Wijaya. Jadilah kedelai varietas Grobogan.
Grobogan juga daerah yang menyimpan jejak peradaban manusia sangat tua. Penemuan kompleks ”kota kuno” di Grobogan lima tahun lalu menghebohkan para antropolog di seluruh dunia.
Apakah Purwodadi ada kaitannya dengan penemuan fosil manusia purba Pitecantropus Erectus atau ”manusia Jawa” di daerah Sangiran? Belum ada penjelasan ilmiah terkait hal itu. Yang pasti, lokasi Sangiran tidak terlalu jauh dari situ.
Kota kuno yang terkubur di dalam tanah itu kondisinya relatif utuh dan lengkap. Diduga, kerajaan Medang Kamulan yang jejaknya lenyap ditelan bumi, dibangun di situ.
Selain ditemukan fosil kerbau purba dengan tanduk dua meter, juga ditemukan bangunan bekas kerajaan, mata uang logam dan perhiasan emas. Temuan fosil binatang purba dan jejak peradaban modern menandakan kawasan itu telah dihuni manusia dalam kurun sangat lama. Mungkin ribuan tahun.
Salah seorang tokoh penting asal Purwodadi di masa lalu adalah Ki Ageng Selo. Dari tokoh inilah lahir raja besar tanah Jawa, pendiri Kerajaan Mataram Islam, yang menjadi Kesultanan Yogyakarta sekarang.
Purwodadi juga terkenal dengan swikee kodoknya. Di Jakarta, Surabaya, bahkan Hong Kong, ‘”swikee Purwodadi” telah menjadi varian produk kuliner yang berbeda dengan ”swikee lain”. Restoran terkenal di Purwodadi yang menyajikan swikee kodok bahkan sudah berusia lebih dari 100 tahun.
Namun swikee Purwodadi sekarang sudah bervariasi. Selain swikee kodok, juga ada swikee ayam dan swikee ikan. Dua varian produk terakhir itu untuk masyarakat muslim yang tidak mengonsumsi daging kodok karena alasan syariat.
Untuk menuju Purwodadi, Anda punya banyak pilihan moda transportasi darat. Dari Banyuwangi, Malang, Surabaya dan Kediri, atau Jakarta, paling nyaman menggunakan kereta api dengan tujuan akhir Stasiun Ngrombo.
Kalau menggunakan kendaraan pribadi, Anda bisa menempuh jalan darat dari kota mana saja: Blora, Pati, Kudus, Demak, Semarang, Ungaran, Salatiga, Boyolali, Sukoharjo, Surakarta (Solo) dan Karang Anyar. Pastikan mobil Anda sehat karena sebagian besar kondisi jalannya buruk.
Kondisi jalan yang buruk di Purwodadi sebenarnya sudah lama terjadi. Semua orang yang tinggal di kota-kota sekitar Purwodadi pasti tahu. Presiden Jokowi yang asli Solo bahkan heran, mengapa sejak ia masih kanak-kanak sampai sekarang, kondisi jalan itu tak kunjung beres.
Ruas jalan yang buruk yang dimaksud Pak Jokowi adalah ruas antara Solo – Gemolong. Sebenarnya lebih jauh lagi: Sampai Geyer. Saya kalau ke Purwodadi dari Solo harus memutar melewati jalur alternatif melewati waduk Kedung Ombo. Melewati jalur normal terlalu berisiko.
Tahun lalu saya pergi dari Purwodadi ke Solo naik bus karena ada janjian dengan klien. Untuk mencapai jarak 60 Km, bus memerlukan waktu 4 jam. Normalnya 1,5 jam.
Sepertinya Pak Ganjar perlu lewat jalur ini, sekali-sekali. Jangan kalah rajin blusukan dari Presiden dong…. Malu, tau…..