Oleh: Asyari Usman (Wartawan Freedom News)
Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati. Vonis pangadilan negeri (PN) Jakarta Selatan hari ini, 13 Februari 2023, sejalan dengan tuntutan keluarga Brigadir Joshua dan desakan publik pada umumnya. Jaksa menuntut hukuman seumur hidup.
Apa yang akan terjadi berikutnya? Di luar proses hukum, yang akan terjadi selanjutnya adalah dampak positif hukuman mati itu.
Apa dampak positif vonis mati untuk Sambo itu? Dengan syarat hukuman mati ini akhirnya akan dilaksanakan setelah, tentunya, melewati proses banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) yang kemungkinan akan berlanjut ke titik akhir berupa pengajuan grasi ke Presiden, maka hukuman mati Sambo akan mengirimkan peringatan keras ke segala arah.
Hukuman mati dengan regu tembak atau tiang gantungan akan memberikan peringatan kepada Polisi secara umum bahwa perbuatan sewenang-wenang oleh penegak hukum, baik yang berposisi tinggi maupun yang berposisi rendah, akan dihukum berat –sangat berat. Dari sini, diharapkan akan menyebarlah efek jera. Bahwa sehebat apa pun seseoranga di Kepolisian, maupun instansi lain, hukum akan mengejar tanpa kompromi.
Siapa pun Anda, apa pun pangkat Anda, hukum akan ditegakkan jika Anda melakukan kejahatan. Berpangkat brigadir, kopral, kombes, kolonel atau jenderal, tidak akan menjadi faktor yang akan menghambat hukuman untuk Anda.
Inilah dampak positif vonis mati Sambo. Dampak itu sangat besar. Masyarakat boleh berharap agar polisi, tentara, jaksa, pejabat legislatif, eksekutif, hakim maupun orang awam yang terlibat kasus narkoba dalam jumlah spektakuler harus dijatuhi hukuman mati.
Begitu juga pelaku korupsi atau sogok-menyogok. Ketika rasa keadilan masyarakat menuntut hukuman mati, para hakim tidak perlu ragu mengetukkan palu di ruang sidang. Sekuat apa pun terdakwanya.
Kembali ke Sambo, diskursus di tengah masyarakat tentang hukuman apa yang harus dijatuhkan kepadanya, berlanngsung sengit. Ada yang berteori bahwa hukuman yang bukan hukuman mati regu tembak, tidak akan menimbulkan efek jera. Pendapat ini didasarkan pada fakta kesewenangan yang mungkin disertai keangkuhan Sambo dalam melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yoshua.
Sambo menyalahgunakan kekuasaan sebagai kepala divisi Propam. Dia melibatkan banyak bawahan struktural atau bawahan kepangkatannya untuk menghilangkan jejak sebagai pelaku pembunuhan. Karena itu, hukuam mati di depan regu tembak akan mengirimkan pesan keras kepada semua anggota Polri, agar jangan pernah bertindak sewenang-wenang.
Ada alasan lain mengapa Sambo wajar menghadapi regu tembak. Pertama, pembunuhan terhadap Brigadir Joshua dilakukan secara sadis. Ini merupakan fakta hukum yang disampaikan para saksi, baik di tahap penyidikan maupun di ruang sidang.
Kedua, hukuman yang lebih ringan dari hukuman mati yang tereksekusi sangat dikhawatirkan akan memberikan peluang kepada Sambo untuk “come back” (tampil lagi). Ini, antara lain, diartikan sebagai kesempatan untuk melakukan hal-hal yang bisa mengancam keselamatan orang-orant tertentu yang dianggap memberatkan Sambo.
Ketiga, hukuman seumur hidup –apalagi cuma hukuman penjara sekian belas tahun— sangat mungkin akan memberikan kesempatan kepada Sambo untuk bebas dari penjara jauh lebih cepat dari vonis.
Untuk alasan kedua dan ketiga ini, publik berpendapat Sambo adalah seseorang yang dianggap masih memiliki pengaruh yang kuat di Polri meskipun dia sudah dipecat. Anggapan ini sangat valid. Sebab, Sambo selama bertahun-tahun telah membangun jejaring mafia lewat posisinya sebagai kepala satuan tugas khusus (Satgassus) Merah Putih yang memiliki kewenangan besar.
Satgassus memang sudah dibubarkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tak lama setelah diketahui pembunuhan berencana Brigadir Joshua. Tetapi, ada keyakinan bahwa Sambo masih menjadi figur kuat di Polri hingga hari ini.
Setelah perbuatan sadis Sambo terungkap, rakyat menuntut agar Kepolisian melakukan reformasi total. Hukuman mati regu tembak untuk Sambo akan menjadi salah satu “drive” (dorongan) reformasi total itu.
Pembunuhan berencana oleh seorang perwira tinggi berbintang dua dan berjabatan sebagai kepala divisi polisinya polisi, tidak menyisakan sedikit pun ruang untuk memberikan keringanan. Majelis hakim tidak punya banyak pilihan kecuali “zero tolerance” alias nihil toleransi. Dan ini telah ditunjukkan para hakim.
Sambo pernah menjadi salah seorang penegak hukum tertinggi di negara ini. Predikat itu dia injak-injak sendiri. Dia kotori sampai ke titik ekstrem. Dia rusak reputasi Polri dan para koleganya.
Hukuman seumur hidup berpeluang untuk diutak-atik penafsiran dan statusnya. Pengertiannya bisa beraneka ragam dan statusnya bisa diubah oleh kekuatan tertentu atau perubahan sosial-politik.
Bila ini terjadi, dan Sambo bisa “berkuasa” kembali, maka dampaknya akan sangat buruk. Sambo boleh jadi akan memainkan pengaruhnya jika, sebagai contoh, dia bebas dalam 10 tahun mendatang. Boleh jadi, akan ada lagi Sambo-Sambo lain yang merasa enak melakukan pembunuhan berencana dan enak pula menjadi pembesar mafia. Polri bisa hancur berkeping-keping.