Oleh: Salim A. Fillah
Dengan penuh semangat, Jo Jau (Perdana Menteri) Kesultanan Tidore, Ayahanda M. Amien Farouk mengisahkan kepada kami kepahlawanan Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Nuku Muhammad Amiruddin Syah Jou Barakati Kaicil Paparangan.
Sultan Nuku, demikian kelak dia lebih masyhur, selama seperempat abad berjihad melawan VOC-Belanda dari markasnya di Pulau Seram bagian timur, bahkan dengan kecerdikan dan kewaspadaannya berhasil memanfaatkan Inggris untuk membantunya, tanpa konsesi apapun kecuali hak dagang biasa. Keberhasilan menguasai Banda pada 1796, merebut kembali ibukota Tidore pada 1797, bahkan mengusir Belanda dari Ternate pada 1801 adalah bukti kecerdikan, keuletan, dan kewaspadaan Sang Sultan.
Di abad berikutnya, pada 17 Agustus 1956 Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan Propinsi Perjuangan Irian Barat dengan Ibu kota sementara di Soa-Sio, Tidore. Keputusan tersebut diambil oleh Presiden Soekarno dengan alasan Papua serta pulau-pulau sekitarnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore sejak ratusan tahun lalu. Sultan Tidore, Zainal Abidin Syah (1947-1967) dengan penuh kerelaan menggabungkan wilayah Tidore ke dalam NKRI, dan beliau memangku jabatan Gubernur Irian Barat di masa Komando Mandala pembebasan Irian Barat.
Alhamdulillaah, kunjungan ke Kadato Kie, Istana Kesultanan Tidore jelang Ramadhan lalu meski tak sempat bersua Sultan Husain Syah yang sedang dalam tugas sebagai anggota DPD RI di Jakarta, disambut hangat oleh Jo Jau Ayahanda M. Amien Farouk, juga Permaisuri Ibunda Hj. Mardiah Fabanyo dan keluarga besar Kesultanan Tidore.
Semoga Allah jaga kelestarian Kesultanan Tidore, pewaris keagungan Sultan Saifuddin, perjuangan Sultan Nuku, dan pengorbanan Sultan Zainal Abidin Syah.