Oleh: Salim A. Fillah
Jika bermesra pada Allah berarti menjaga geletar takut, gerisik harap, sekaligus getar cinta. Demikian pula perasaan kita di dekat kekasih-kekasihNya.
Begitu barangkali sikap hati para sahabat di hadapan Rasulullah ﷺ, hingga nyaris tak kita dapati riwayat tentang gambaran wajah beliau selain dari sahabat-sahabat berusia bocah. “Sebab”, ujar para ‘ulama, “Para sahabat sepuh tak pernah menatap langsung ke arah wajah beliau karena ta’zhimnya.”
Pagi ini sowan Allaahuyahfazhuh Abah KH Thoyfoer Mawardi, Kedungsari, Purworejo, memohon doa-doa, mewadahi cucuran ilmu, mereguki dhiyafah, menikmati senyum, dan menadah barakahnya.
Masyaallaah. Berdekat ‘ulama, ada nikmat tak terkata, ada juga mempelajari hal-hal yang tak cukup diwakili kata.
“Pada guru yang sebenar berilmu”, begitu ditulis Ibn ‘Athaillah, “Kan kau reguk adab yang tak disediakan oleh buku-buku.” Dikisahkan Harun ibn ‘Abdillah tentang majelis Imam Ahmad yang dihadiri 5000 orang. “Yang membawa kertas dan pena untuk mencatat hadits hanya lima ratus dari mereka”, kisahnya, “Yang lain memperhatikan seluruh diri dan gerak-gerik Imam Ahmad tuk menyimak adab dan meneladani akhlaq.”
Imam Ahmad ditegur Yahya ibn Ma’in, karena menyambut Imam Asy Syafi’i di gerbang Baghdad dan menuntun baghal tunggangan Sang Nashirus Sunnah hingga ke Jami’ Al Manshur di tengah kota. “Tak pantas dia rendahkan ilmu haditsnya dengan cara itu.” Maka beliau katakan pada Yahya, “Jika kaukehendaki kemuliaan seperti yang kudapatkan ini, marilah ke sini. Aku menuntun dari sebelah kiri, kau menuntun di sebelah kanan tunggangan Asy Syafi’i.”
Adalah Imam Asy Syafi’i ditegur para muridnya, “Ahmad adalah muridmu dan engkau gurunya. Cukuplah Ahmad yang berkunjung padamu, tak perlu engkau mengunjunginya.” Beliau menjawab, “Semua kemuliaan ada pada Ahmad. Jika aku bertandang, itu karena keutamaannya. Jika dia yang sambang, itu sebab kemurahan hatinya.”
Dari mereka kita merunduk malu menyimak jalan ilmu. Belajar sepanjang hayat dari buaian hingga liang lahat adalah jalan cahaya. Dan jalan itu, satu langkah yang diayunkan dalam kefardhuan ilmu adalah penggugur dosa, pengangkat martabat, dan pembuka jalan ke surga.