Oleh : HM Joesoef (Wartawan Senior)
Setelah sebelumnya Darso Arief Bakuama diwawancarai Bang Edy Mulyadi di “Bang Edy Channel”, kali ini giliran penulis diwawancarai terkait dengan beredarnya buku Yusuf Mansur Obong. Bang Edy adalah seorang wartawan senior yang pernah menghebohkan jagat Indonesia melalui liputannya “KM 50”, itu. Liputan tersebut berupa reportase di KM 50 tol Cikampek pasca penembakan oleh polisi yang menewaskan 6 anggota Lasykar FPI pada 7 Desember 2020.
Buku Yusuf Mansur Obong merupakan kumpulan tulisan yang mengupas sepak terjang Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur, khususnya yang terkait dengan investasi-investasi yang melibatkan jamaah secara massal dan kolosal. Di antaranya adalah investasi batu bara (2009-2010), Patungan Usaha (2012-2013), Condotel Moya Vidi (2014), Nabung Tanah (2014), Veritra Sentosa Internasional, cikal bakal Paytren, 2013) dan masih banyak lagi. Semua investasi tersebut berujung pada masalah. Terutama, kelanjutan program yang tidak jelas, website yang digunakan sebagai sarana informasi dan komunikasi tak lagi berfungsi, Yusuf Mansur yang tak bisa dihubungi, pihak manajemen yang tak pernah bisa memberi solusi, dan seterusnya. Total yang dibahas di buku ini ada 32 tema.
Dari semua investasi yang dilakukan Yusuf Mansur sejak 2009 itu, hanya satu yang ada wujudnya. Yakni, hotel Siti yang ada di Tangerang. Hotel Siti adalah produk dari Patungan Usaha yang juga memunculkan banyak masalah. Di antaranya, sejak pertengahan tahun 2013, website Patungan Usaha tak lagi bisa diakses. Laporan tentang progres investasi tak lagi ada, kerahiman yang dijanjikan 8% per tahun dari investasi tak pernah ada wujudnya. Ini belum lagi komitmen-komitmen awal yang tak juga konsisten. Seperti, hotel ini adalah hotel syariah dengan syarat-syarat ketat jika ada tamu hotel yang hendak menginap. Awalnya, ketika beroperasi sejak 2015, hotel ini bersyariah, tetapi tahun 2017, hotel ini tak lagi bersyariah. Sebagai hotel transit bagi calon jamaah haji dan umroh, juga tak pernah terealisir. Hotel pun terus merugi karena tingkat huniannya di bawah 30% dari 130 kamar yang ada (sebelum pandemi Covid). Ketika covid, tingkat huniannya di bawah 10%. Akibatnya, hotel menjadi kumuh karena tak terurus secara baik.
Hotel Siti adalah monument dari Patungan Usaha. Ini masih terlihat jejaknya, meskipun tertatih-tatih. Tetapi pata investor tetap saja dirugikan. Mereka yang hendak mengambil kembali uangnya ternyata tidak mudah. Harus melalui jalan berliku, bertahun-tahun, dan tidak juga membuahkan hasil. Jika Patungan Usaha ada wujudnya, tidak demikian halnya dengan Condotel Moya Vidi. Calon lokasinya ada di jalan Magelang – Jogyakarta. Tetapi itu hanya berupa tanah kosong, tak ada tanda-tanda bahwa diatas tanah tersebut akan atau pernah ada pembangunan. Tentang Nabung Tanah lebih runyam lagi. Investor yang disasar adalah para tenaga kerja Indonesia di Hong Kong dan sekitarnya. Mereka dijanjikan akan dibangunkan hotel. Tetapi hotel dimana dan kapan dibangunnya, sejak 2014 sampai sekarang tak juga ada wujudnya.
Dalam perbincangan, Bang Edy sempat mempertanyakan, apakah dengan cara menulis buku ini tidak termasuk ghibah? Ghibah adalah membicarakan kejelekan atau aib seseorang ketika orang tersebut tidak ada di tempat. Hal ini bisa dijawab dengan dua alasan
Pertama, ketika Yusuf Mansur menghimpun dana umat, itu dilakukan secara terbuka, selain menemui jamaah secara langsung, juga lewat siaran di televisi. Karena ketika menghimpun dana secara terbuka, jika ada masalah, maka pertanggungjawabannya juga mesti secara terbuka. Dan ini tidak termasuk dalam kriteria ghibah;
Kedua, jika ada kemungkaran lalu diam saja, maka Allah akan melaknat kaum tersebut. Hal ini sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an surah 5 ayat 78-79, “Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain senantiasa tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat, sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat.” Karena ada yang berbuat kemungkaran, tetapi tidak ada orang yang mau melarang kemaksiatan tersebut, maka baik yang melakukan maupun yang membiarkan mendapatkan hukuman yang sama. Buku Yusuf Mansur Obong adalah dalam rangka menegakkan amar makruf nahi mungkar di bumi pertiwi ini. Wallahu A’lam.