Oleh: Joko Intarto
Saya belajar memahami betapa rumitnya situasi di daerah dalam menangami problem kesehatan di kala pandemi Covid-19. Membandingkan dengan Jakarta, saya lebih cepat mengerti.
Saya belajar dari masalah saya sendiri di Purwodadi, hari ini. Maksud hati ingin membawa ibu saya ke rumah sakit. Walau hanya untuk memeriksakan kondisinya.
Ternyata tidak mudah. Yang utama, kapasitas ruang perawatan tidak cukup. Pasien yang datang terpaksa dilayani di mana saja. Untuk ibu saya yang berusia 78 tahun, kondisi itu jadi masalah tersendiri.
Saya mencoba mencari jalan lain: Mendatangkan dokter untuk visit di rumah. Ternyata juga tidak mudah. Jumlah dokter terbatas. Semua terkonsentrasi mengatasi situasi di fasilitas kesehatan yang overload.
Ibu saya punya dua adik yang menjadi dokter. Satu di Semarang. Satu di Banjarmasin. Kondisinya sama-sama sulit dengan persoalan berbeda. Yang di Banjarmasin keluarganya sedang isolasi mandiri. Yang di Semarang tidak bisa keluar kota karena aturan PPKM.
Teleconference menjadi satu-satunya jalan. Konsultasi jarak jauh. Mencoba membantu dengan menganalisi jawaban yang bisa diberikan sebagai orang awam. Mungkin tidak terlalu akurat. Tetapi lumayan. Bisa menenangkan.
Saya membayangkan, bagaimana galaunya masyarakat yang tidak punya akses khusus ke dokter? Kemana mereka bertanya?
Memang ada layanan telemedicine yang diluncurkan pemerintah pekan lalu. Bekerjasama dengan 11 aplikasi layanan kesehatan dalam negeri. Tapi manfaatnya bagi masyarakat di desa-desa, rasanya masih jauh panggang dari api.
Dari konsultasi dengan dokter, saya mendapat rekomendasi: Ibu saya sebaiknya dirawat di rumah. Karena tidak ditemukan gejala klinis seperti gangguan pencernaan maupun pernapasan. Sambil menunggu situasi membaik. Saat ini situasi di luar rumah tidak lebih baik. Termasuk di rumah sakit dengan membludaknya pasien.
Kesadaran masyarakat untuk taat prokes juga masih kurang. Di beberapa tempat masih terlihat orang-orang berlalu lalang tanpa masker. Bahkan ada yang berolah raga pagi: lar dan jalan santai tanpa masker.
Masker tidak menjamin kita terhindar dari paparan Covid-19. Tapi masker setidaknya bisa mengurangi laju pertumbuhan penderita. Tidak perlu harus merasakan susahnya mendapat akses kesehatan atau dirawat di lorong-lotong rumah sakit kalau hanya untuk sadar mengenakan masker.
Jangan pernah merasa kebal. Apalagi merasa bebal. Virus Covid-19 bisa menjangkiti siapa saja, kapan saja dan di mana saja, tanpa melihat siapa Anda.
Saya dan ribuan orang lain sudah mengalaminya. Anda tidak perlu menjadi korban berikutnya. Taatilah prokes agar tingkat hunian kamar rumah sakit segera normal kembali.