Oleh: Davy Byanca
Aku pernah mendengar ceramah dari seorang ustadz yang membahas topik ‘Makna Teman’. Konon katanya, “teman yang buruk adalah teman yang jika kau lupa sama Allah, maka dia tak akan mengingatkanmu. Lalu teman yang baik adalah jika kau lupa sama Allah maka ia akan mengingatkanmu, sedangkan sebaik-baiknya teman adalah jika kau bertemu dan melihat wajahnya, maka kau segera ingat sama Allah.” Ada yang mengatakan itu kutipan dari hadist, entahlah mana yang benar. Tapi statement sang ustadz cukup menggoda saya untuk mengutipnya saat melakukan pencerahan di berbagai tempat.
Kita semua pasti memiliki banyak teman, tapi sedikit yang merasa memiliki sahabat. Yang pasti, kita semua menginginkan seorang sahabat. Penjahat sekalipun menginginkan sahabat yang bisa memahami dirinya. Imam al-Ghazali berkata, “persahabatan adalah buah hati dari budi pekerti yang baik, sedangkan perpisahan dengan seorang teman adalah buah dari akhlak tercela.”
Maka, Hasan al-Bashri berkata, “Perbanyaklah sahabat-sahabat mukminmu, karena mereka memiliki syafaat pada hari kiamat.”
Ibnu Mubarak dalam kitab “az-Zuhd”, menggambarkan bagaimana hubungan persahabatan itu berlanjut dari dunia ke akherat. Diriwayatkannya bahwa apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga, lalu mereka tak menemukan sahabat mereka yang ada didunia. Maka mereka bertanya tentang sahabat-sahabat itu kepada Allah, “Yaa Rabb, kami tidak melihat saudara-saudara kami yang sewaktu di dunia shalat bersama kami, puasa bersama kami …” Maka Allah swt berfirman, “Pergilah ke neraka, lalu keluarkan sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman, walau hanya sebesar zarrah.”
Saat hati masih belum kuat benar berjalan menuju Tuhan, dibutuhkan sahabat setia yang akan menemani dan mengantarkan kita menuju-Nya. Untuk itu kita mesti berhijrah, meninggalkan teman-teman pelaku maksiat dan mencari ‘sebaik-baiknya teman’, agar kita dapat mengumpulkan sedikit demi sedikit amal perbuatan sebagai ‘teman setia’ kita yang akan membantu saat hari perhitungan kelak.
Lalu, siapakah teman sesungguhnya bagi kita? Syaikh Ibnu Atha’illah as-Sakandari menyampaikan ada tiga teman. Pertama adalah harta. Yang akan kita tinggalkan saat mati dan segera berpindah kepada ahli waris. Kedua adalah keluarga. Mereka yang akan mengantarkan kita ke kuburan lalu meninggalkan kita sendirian di sana. Ketiga, amal perbuatan kita. Ia akan terus menyertai saat kita digotong di pundak manusia, diturunkan ke liang lahat dan dikubur bersama gundukan tanah. Amal inilah yang akan ditempatkan di timbangan kebaikan saat hari kiamat.
Ketika sang mentari mulai menampakkan wajahnya hari ini, mari kita merenung, “sudahkah kita menjadikan amal sebagai sahabat setia dan sejati kita?”