Oleh: Doni Riw
Pernah gak kamu bayangin berangkat haji semudah mudik dari Jakarta ke Jogja?
Dahulu Khalifah Abdul Hamid dari Khilafah Turki Usmani membangun jaringan kereta api dari Damaskus Hingga Madinah, untuk memudahkan rakyat yang mau umroh dan haji.
Pergi haji atau umroh dari Damaskus ke Makah waktu itu tak perlu pakai paspor dan visa. Tinggal beli tiket kereta, selesai perkara.
Seribu tiga ratus tahun sebelumnya, Uwais Al Qarni pergi mengantar ibunya haji, dari Yaman hingga Haramain. Bukan naik kereta atau unta, tapi digendong sembari berjalan kaki. Tanpa paspor tanpa visa.
Apakah karena jaman itu belum ada paspor dan visa? Bukan. Tetapi karena Makah, Madinah, Yaman, Syam, Palestina, Mesir, Turki, Balkan, India, bahkan Nusantara adalah satu negara.
Sejak Rasul SAW hijrah ke Madinah mendirikan Daulah, kemudian memfutuhat Makkah, maka seluruh Jazirah Arab jadi satu negara.
Saat Khalifah Umar menaklukkan Romawi dan Persia, maka warga Palestina dan Pakistan tak perlu pergi ke luar negeri untuk haji.
Saat Thariq bin Ziyad menaklukkan Spanyol, maka warga Andalusia tak perlu ke luar negeri untuk haji.
Ketika berdiri berbagai Kasultanan Islam Nusantara yang menginduk ke Khilafah Turki Usmani, maka pergi haji tak serumit hari ini.
Tapi semua berakhir tahun 1924, saat Khilafah Turki Usmani diruntuhkan Inggris melalui Mustafa Kemal. Negeri-negeri muslim di bawahnya dibagi-bagi bak kue tart dengan pisau Skyes Picot.
Setelah fase penjajahan itu, negeri-negeri muslim itu dimerdekakan satu per satu, bukan lagi sebagai satu negara super power raksasa, tetapi sebagai negara-negara kecil berbatas bangsa.
Akhirnya semua terdampak. Termasuk ibadah haji yang menjadi rumit dan jadi urusan luar negeri.
Masalah kian komplek ketika sistem ekonomi Kapitalis menjadikan ibadah haji sebagai komoditas ekonomi. Para calon jamaah wajib menyimpan sejumlah uang, kemudian antri bertahun-tahun. Sehingga uang banyak itu “mengendap”. Untuk apa?
Tapi tahun ini, di sini, segala kerumitan itu tak ada lagi. Karena tahun ini ibadah haji tak ada sama sekali.