Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Namanya Khalid, seorang ahlur ribath di Gisya (sering ditulis Gesha atau Gisha) yang dulunya merupakan bagian dari Kaffa, suatu provinsi dengan hutan sangat luas, berbatasan dengan Sidamo di sebelah timur dan Sudan Selatan di sebelah barat. Bersebab keinginan kuatnya untuk istiqamah dalam ribath (berjaga dalam rangka ketaatan kepada Allah Ta’ala) inilah maka Khalid berusaha menemukan apa yang dapat membuatnya lebih tahan memicingkan mata. Sampai suatu hari saat menggembalakan kambing, ia memperhatikan kambing yang memakan dedaunan dari suatu pohon, bergerak lebih gesit. Bukan berjoget. Kelak tanaman itu dinamakan kopi.
Kaffa (كافا) sendiri awalnya merupakan nama desa (قرية), sebelum menjadi nama provinsi dengan wilayah yang cukup luas. Kawasan di wilayah barat daya Ethiopia itu kini bukan lagi merupakan provinsi, hutannya juga mengalami penyusutan habis-habisan hingga 3% dan tanaman kopi pun menyusut 60%. Kawasan barat daya Ethiopia inilah hingga dataran tinggi Boma di bagian tenggara Sudan tempat asal kopi Arabica (Coffea arabica). Sedangkan kawasan barat dan tengah sub sahara Afrika, mulai dari Guinea sampai dengan Uganda merupakan daerah asal kopi yang kelak disebut Coffea Canephora, lebih popular dengan sebutan Kopi Robusta. Tetapi awalnya cukup disebut qahwah begitu saja.
Ada dua pendapat mengenai asal-usul nama kopi. Sebagian ulama berpendapat bahwa kata qahwah (قهوة) berasal dari kata quwwah (قوة) yang bermakna kekuatan. Ini terutama yang merujuk pada asal-usul kopi di Sana’ah, Yaman yang muncul hampir bersamaan dengan kopi di Gisya. Kopi dari Sana’ah ini kelak lebih dikenal dengan nama Mocha Beans yang menyandarkan pada kota Pelabuhan Mocha (المخا) di Yaman. Sering juga disebut sebagai kopi Sanani, kopi dengan citarasa paling unik. Seperti ada campuran coklat dan susu, meskipun sebenarnya tidak ada campuran apa pun. Terlepas dari itu, nama kopi diambil dari kata quwwah (kekuatan) karena pada asalnya orang meminum kopi memang hanya dalam rangka melakukan ketaatan agar lebih kuat qiyamul lail, ribath, diskusi mengkaji masalah agama atau agar kuat begadang dalam rangka telaah kitab maupun menulis.
Ulama lain berpendapat bahwa nama qahwah berasal dari kata Kaffa, sebuah desa di Habasyah (إسم القهوة مأخوذ من كلمة كافا |Kaffa| وهى قرية فى الحبشة). Tetapi pendapat lain mengatakan bukan demikian. Justru nama Kaffa itu yang berasal dari kata qahwah, yakni kata yang mulai ditemukannya kopi abad IX masehi. Dari kata qahwah, menjadi Kaffa. Adapun zat dalam kopi yang menguatkan begadang sekaligus berkonsentrasi kelak disebut “الكافيين” yang diserap dalam bahasa Inggris menjadi caffein. Setelah kopi tersebar lebih luas, mereka yang ingin melakukan ribath lebih memilih kopi dengan kadar kafein tinggi yang terdapat pada kopi yang tumbuh antara Guinea sampai Uganda karena kopi dari kawasan ini kafeinnya lebih tinggi, lebih kuat (قوي) atau dalam bahasa Inggris disebut robust. Maka Coffea Canephora lebih masyhur dengan sebutan Robusta. Sedangkan Arabica untuk suasana yang tuntutan begadangnya lebih rendah. Tetapi apa pun itu, pada mulanya kopi adalah minuman untuk ketaatan. Tidak meminum kopi kecuali dalam rangka ibadah, menguatkan diri dalam bermajelis ilmu, termasuk untuk membaca dan menuliskan ilmu.
(Catatan ringan usai menyeruput kopi dari gugus sungai Nil di Uganda, bersama-sama selepas Ngaji Kitab Al-Fithrah).