Oleh: HM Joesoef
Akhir-akhir ini ada orang-orang yang menjadi perpanjangan tangan dari Yusuf Mansur yang melakukan pendekatan untuk melakukan perdamaian dengan para investor yang selama ini dirugikan. Mereka yang dirugikan itu kini sedang melakukan gugatan secara perdata atau yang akan dan sedang melaporkan kasusnya ke pihak kepolisian. “Asal bisa menunjukkan bukti-bukti secara tetulis, akan ane bayar,” begitu sesumbar Yusuf Mansur kepada orang-orang suruhannya itu. Di antara orang-orang suruhan Yusuf Mansur itu berprofesi sebagai lawyer.
Selama ini, pihak Yusuf Mansur selalu menyatakan keinginannya untuk islah, tidak mau ribut-ribut, dan mau mengganti uang para investor (Patungan Usaha, Patungan Aset, Condotel Moya Vidi, VSI, Tabung Tanah, dan sebagainya) asal ada bukti-bukti secara tertulis. Jika itu yang diinginkannya, maka yang berhasil membuktikannya tentu terbatas. Ratusan bahkan ribuan orang yang mendiamkan kasus ini menguap karena mereka tidak punya cukup bukti. Hal ini terjadi karena dua hal. Pertama, kasusnya sendiri sudah lama, kejadiannya tahun 2013 – 2015, banyak bukti-bukti tertulis yang tak lagi dipegang; kedua, sejak awal memang mereka tidak mendapatkan apa yang mesti mereka dapatkan. Contohnya, setelah mereka mentransfer sejumlah uang, seharusnya mereka mendapatkan tanda bukti atau mendapatkan “sertifikat”, tetapi faktanya tidak pernah sampai ke tangan para investor.
Ini belum lagi para lawyer yang awalnya membela kepentingan para investor, di tengah jalan, setelah diajak ngopi-ngopi oleh Yusuf Mansur, jadi “masuk angin”. Lawyer yang awalnya membela kepentingan para investor, bergeser menjadi seorang mediator. Persoalannya, jika keinginan Yusuf Mansur itu dipenuhi, maka sedikit orang yang akan mendapatkan kembali hak-haknya. Lalu, bagaimana dengan puluhan bahan ratusan orang yang investasinya melayang begitu saja karena kurangnya bukti-bukti yang dimiliki secara tertulis?
Oleh sebab itu, jika memang Yusuf Mansur punya niat untuk mengembalikan dana para investor, maka hendaknya dilakukan pembuktian secara terbalik. Yakni, pihak Yusuf Mansur mesti berani membuka informasi secara jujur, tentang siapa, ikut investasi apa, berapa besarnya, dan kapan? Di dalam manajemen yang rapi, tentulah hal ini akan mudah dilakukan. Ambil contoh Koperasi 212, misalnya. Begitu kita datang ke koperasi atau kedainya, kita cukup menyebutkan nomor keanggotaan atau nama, maka semua data akan muncul secara transparan. Tentang siapa, sejak kapan bergabung, berapa besar investasi yang ditanam, akan muncul semuanya. Termasuk hak-hak dan kewajiban mereka selama menjadi anggota. Yang terjadi dengan Yusuf Mansur justru sebaliknya. Web-web yang dulu dipakai sebagai sarana informasi dan komunikasi, tak lagi bisa diakses. Investasi seperti Condotel Moya Vidi dan Tabung Tanah, misalnya, bahkan tidak pernah ada wujud fisiknya. Lalu, ketika ada yang menggugatnya secara hukum, Yusuf Mansur memintanya bukti-bukti keanggotaannya sebagai investor.
Oleh sebab itu, sudah saatnya Yusuf Mansur berani melakukan pembuktian terbalik. Ia mesti berani membuka “dapurnya” secara transparan. Ada ratusan orang yang mengalami persoalan, buka datanya, dan pilihan diserahkan ke para investor: tetap berinvestasi atau mengambil investasinya beserta hak-hak mereka yang pernah dijanjikan oleh Yusuf Mansur.
Pembuktian secara terbalik ini harus dilakukan jika memang Yusuf Mansur punya niatan untuk mengembalikan hak-hak para investor. Hanya dengan cara pembuktian terbalik inilah para investor akan mendapatkan hak-haknya secara adil. “Berlaku adillah kamu, karena adil itu, lebih dekat kepada taqwa.” (QS 5: 8).” Wallahu A’lam.