Perebutan kursi pimpinan pusat partai Demokrat saat ini ramai diperbincangan karena adanya usaha usaha mengganti ketuanya dengan salah satu menteri yang didukung oleh beberapa unsur pendiri dan beberapa kader demokrat yang berseberangan dengan kubu AHY. Perpecahan dan friksi dalam tubuh partai bukan hal yang baru bahkan sudah sunnatullah/hukum alam yang terjadi pada setiap kelompok atau partai dari keluarnya NU dari MASYUMI di zaman Orde Lama, peristiwa “Kudatuli” PDIP masa orde baru dan lainnya. Perpecahan akan menjadi menarik apabila dihubungkan dengan suatu konspirasi mengamankan kepentingan penguasa.
Bagaimana dengan PKS?
Jika boleh berkata sebenarnya partai Demokrat berbeda dengan PKS yang jenis kelaminnya jelas sebagai oposisi, sementara Demokrat lebih ke arah tidak memihak alias abu abu, namun belakangan ini suara Demokrat cukup keras baik yang disampaikan oleh SBY maupun AHY ke pemerintah sehingga mulai jelas pula oposisinya, si abu abu mulai kental dan terkuak warnanya. Hal ini mungkin menjadikan beberapa pihak di dalam kekuasaan menjadi kuatir, jangankan ada dua partai oposisi, satu PKS saja sudah membuat repot mungkin itu lintasan pikiran yang ada di benak mereka.
PKS pernah mengalami turbulensi hebat sekitar tahun 2013 dimana Presiden partainya ditangkap KPK atas tuduhan korupsi. Hal ini sedikit banyak cukup menguras tenaga kader PKS menjelaskan ke masyarakat bahwa PKS tetap menjunjung tinggi sebagai partai bersih menjelang Pileg 2014 dan menuai hasil dengan sedikitnya penurunan suara PKS di pileg 2014 dibandingkan pileg 2009. Goncangan bukan semakin mereda pasca pileg 2014 namun makin menggila ketika awal 2016 mulai terjadi beberapa kader tingkat elite PKS merencanakan melompat ke perahu baru dan meninggalkan perahu lama dengan membujuk kader yang lain untuk ikut mereka dengan narasi mengarungi samudera baru menuju lima besar dunia. Banyak pengamat politik mengatakan bahwa Pemilu 2019 adalah kuburan bagi PKS dan dijawab dengan peningkatan suara PKS secara signifikan.
Apakah ada unsur kekuasaan dengan friksi dan percobaan pengambil alihan partai PKS oleh beberapa kader waktu itu? Masih misteri dan belum dapat dipastikan namun dari fakta arah politik pemihakan partai baru besutan mereka ditambah keakraban tokoh dengan beberapa konglomerat mungkin agak sulit mengatakan tidak ada unsur eksternal hanya faktor internal saja, biarlah waktu dan sejaraha akan membuktikan misteri ini.
Dengan kata lain PKS sebagai partai tidak akan lepas dari suatu kalimat yang bernama “tabiat dakwah”, ujian, rintangan dan hambatan di daratan yang bercadas, di laut yang bergelombang baik berasal dari internal maupun eksternal di awal berdiri, di tengah prahara, di antara kemenangan, saat ini maupun nanti.
Penulis yakin bahwa PKS sudah punya protap (prosedur tetap) untuk menyelesaikan masalah masalah partai baik yang datang dari internal maupun eksternal. Hal ini sudah dibuktikan dengan elegan ketika huru hara partai menjelang pemilu 2014 dan pemilu 2019 dan penulis masih sangat yakin PKS akan tetap tegar dan tegap beridiri jika suatu hari dia “didemokratkan” oleh kekuasaan.
(Trimulok)