Oleh: Setiardi Renorn
Saya harus berterima kasih pada Kampus UGM, Yogyakarta. Saat mulai kuliah 1989, saya mendapat habitat yang baik dalam menjelajahi pelbagai khasanah pemikiran dunia. Saat itu salah satu buku yang sangat populer di kalangan mahasiswa yakni ‘100 Tokoh Paling Berpengaruh’ karya Michael H. Hart. [Buku lain yang ketika itu ngetop yakni ‘Megatrends 2000’ karya John Naisbitt]. Saya membeli kedua buku itu di pusat buku loak, Yogyakarta.
Dalam buku 100 Tokoh, salah satu yang paling saya ingat yakni Niccolò Machiavelli. Dia seorang filsuf kelahiran Florens, Italia pada 1469 yang pemikirannya memengaruhi dunia. Hingga kini. Machiavelli menulis buku ‘Il Prince’, Sang Pangeran, yang menjadi ‘kitab suci’ penghamba kekuasaan. Inti karyanya adalah, kekuasaan harus diraih, dan juga dipertahankan, dengan pelbagai cara. Bahkan dengan cara paling kotor dan keji sekalipun. Para pengikutnya kini disebut machiavellist.
Itu sebab, entah sudah membaca Il Prince, atau pun tak pernah membacanya, banyak tokoh yang menjadi hamba pengikut mazhab ini. Para diktator, atau calon diktator yang melakukan perebutan kekuasaan politik, dinisbatkan pada Tuan Niccolò Machiavelli. Termasuk dia yang menggunakan cara kotor, menyogok, mengintimidasi, demi merebut partai politik untuk kuda tunggangan.
Begitulah …