Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Setelah berbulan-bulan menagih uang investasi Patungan Usaha melalui media sosial, akhirnya uang sebesar Rp 12 juta milik ibu Wulan (begitu ia biasa dipanggil), akhirnya cair juga. Tetapi ini butuh perjuangan yang cukup panjang dan melelahkan, menguras enerji dan emosi. Patungan Usaha yang diinisiasi Yusuf Mansur itu, ia ikuti sejak 2013 itu, sepanjang 2020, ia telusuri jejaknya, dari kantor sampai medsos. Dan akhirnya dibayar juga dengan cara dicicil 2 kali, itupun hanya pokoknya yang kembali. Uang kerahiman yang dijanjikan di awal akad, tidak pernah ada.
Kisah Wulan adalah salah satu dari sekian ratus orang yang sedang mencari keadilan dan mengambil kembali haknya. Patungan Usaha yang dananya dipakai untuk mengakuisisi hotel Siti di Tangerang, Banten, berlangsung sejak 2012 -2013. Pada paruh 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegur Yusuf Mansur sekaligus menghentikan investasi ala Patungan Usaha. Sejak itu, investasi bermasalah. Tidak ada laporan keuangan, dan web sebagai sarana komunikasi juga sudah tidak aktif. Maka, ratusan orang mau ambil investasinya. Tetapi selalu memgalami jalan buntu tak berkesudahan.
Apa yang pernah dialami oleh Wulan pernah dialami oleh Darmansyah. Kali ini Darmansyah ikutan investasi Condotel Moya Vidi pada tahun 2014. Setelah 3 tahun investasinya tidak jelas, ia akhirnya melaporkan Yusuf Mansur ke Bareskrim Polri. Di tengah jalan, ada islah. Yusuf Mansur mengembalikan dana dari Darmansyah. Tetapi, waktu itu, ada syarat dari Darmansyah, bahwa ia mau menerima uangnya jika semua orang yang mau menarik dananya, dipenuhi. Yusuf Mansur setuju. Tetapi, faktanya, orang lain yang mau ambil dananya tidak semudah Darmansyah. Jalan panjang berliku dan berkelok-kelok ditempuh. Tak juga berhasil.
Mengapa para investor mengalami kesulitan jika mau ambil dananya? Alasannya beragam. Dari bukti-bukti yang katanya tidak lengkap sampai licinnya orang-orang di sekitar Yusuf Mansur berkelit. Sebutlah nama Widi, dari Surabaya. Dia adalah salah satu Leader yang getol memasarkan Condotel Moya Vidi. Mereka yang sudah transfer investasi Condotel, katanya akan mendapatkan sertifikat. Dan, sertifikat tersebut akan diberikan oleh Leader masing-masing. Faktanya, Widi tidak pernah memberikan sertifikat tersebut. Dan belakangan, dia sendiri sudah keluar dari komunitas Yusuf Mansur. Akibatnya, orang-orang yang di bawah Widi, mengalami kesusahan yang berkepanjangan, sampai hari ini.
Yusuf Mansur selalu mengatakan, jika ada yang mau ambil dananya, tolong tunjukkan bukti-buktinya. Karena kasusnya sudah 7 tahun, banyak yang tidak lagi menyimpan bukti-bukti secara tertulis. Apalagi, tidak semua investor mendapatkan sertifikat atau saham dalam bentuk tertulis, sebagaimana yang dijanjikan. Jika pihak Yusuf Mansur punya iktikad baik, maka pembuktiannya bisa dibalik. Yakni, pihak Yusuf Mansur mestinya punya data siapa dan berapa dana yang telah masuk ke rekening atas nama Jam’an Nurchotib Mansur (nama asli Yusuf Mansur) atau ke rekening Koperasi Merah Putih dan Koperasi Indonesia Berjamaah yang dipakai untuk menampung berbagai dana investasi tersebut. Data-data tersebut mestinya dipublikasikan, dan para investor cukup menujukkan KTP atau Paspor untuk mencairkan dananya. Mengapa cara ini ditempuh? Karena masalahnya ada di manajemen Yusuf Mansur, bukan pada para investor. Bagaimana para investor bisa menunjukkan bukti-bukti berupa sertifikat atau saham jika mereka tidak pernah mendapatkannya? Di sini dibutuhkan kejernihan melihat masalah, dan niat baik untuk mengembalikan uang investor.
Selama ini, yang dilakukan oleh Yusuf Mansur, jika ditagih lewat medsos, dia cenderung mendiamkan, bahkan medsos orang yang menyoalnya di block. Jika dilaporkan ke polisi atau digugat ke pengadilan, ia cenderung mendekati para kuasa hukum investor dan mau islah dengan cara membayar kerugian investor. Dari pengalaman yang sudah-sudah, tidak sedikit pengacara yang berguguran di tengah jalan karena “masuk angin” setelah bertemu dengan Yusuf Mansur. Tetapi untunglah, para investor kini mendapatkan pengacara yang tak mau kompromi, satu per satu kasusnya dibawa ke pengadilan. Wallahu A’lam.