Oleh: Djudju Purwantoro
(SekjenIkatan Advokat Muslim Indonesia dan Anggota Tim Kuasa Hukum Habib Rizieq Shihab)
Munarman, SH dalam konferensi pers (7/12/20) menyatakan antara lain, “Laskar kami tidak pernah dibekali senjata api, kami terbiasa tangan kosong. Laskar tidak melawan aparat, kami bukan pengecut. Jadi fitnah, dan ini fitnah luar biasa, fakta dengan menyebutkan bahwa laskar yang lebih dahulu menyerang dan melakukan penembakan.”
Dampak dari keterangan tersebut berakibat Zainal Arifin, Ketua Barisan Ksatria Nusantara membuat Laporan Polisi di Polda Metro Jaya, Senin (21/12/2020).
Munarman, dalam hal tersebut juga sedang bertindak sebagai seorang Advokat (pengacara) dari Habib Rizieq Shihab, yang sedang berstatus sebagai Tersangka dan ditahan oleh pihak Polda Metro Jaya.
Seorang Advokat (pengacara) atau penasihat hukum, telah diangkat, disumpah dan dinyatakan sebagai advokat oleh Pengadilan Tinggi berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat)
terkait tugas dan profesinya, Pasal 15 UU Advokat telah mengatur:
“Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.”
Ketentuan ini mengatur mengenai kekebalan (immunitas) seorang Advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya untuk kepentingan kliennya, baik di luar (publik) atau dalam sidang dimuka pengadilan.
Demikian halnya, Pasal 16 UU Advokat jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013, mengatur lebih detail terkait tidak dapat dituntutnya seorang advokat, antara lain :
“Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan.”
Yang diungkapkan Munarman, adalah dalam rangka menjalankan tugas dan profesinya sebagai advokat profesional.
Dalam konperensi pers tersebut, Munarman menjelaskan secara terang benderang tentang kronologi dan kondisi korban kasus pembunuhan 6 laskar FPI oleh aparat. Penjelasannya itu, tentu dengan ‘itikad baik’ (tanpa rekayasa), berdasarkan fakta-fakta dan peristiwa yang terjadi demi kepentingan kliennya dalam mengungkap kebenaran dan keadilan.
Tentu hak kekebalan hukum (imunitas) tidak berlaku, jika ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh seorang advokat, misalnya dengan cara-cara (perbuatan melanggar hukum).
Akan berpotensi terjadi ketidak adilan (unjustice) dan kekacauan hukum (unlawful), jika setiap upaya dan tindak pembelaan seorang advokat terhadap kliennya, orang dengan gampangnya melaporkan ke pihak kepolisian.
Oleh: Djudju Purwantoro
(SekjenIkatan Advokat Muslim Indonesia dan Anggota Tim Kuasa Hukum Habib Rizieq Shihab