Oleh: Djudju Purwantoro
Deklarator dan aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat, Gus Nur, tiga orang aktifis KAMI Sumut dan dua tahanan Bareskrim Polri lainnya dinyatakan positif Covid-19. Mereka dibantarkan (dirawat) ke Rumah Sakit Polri, Kramatjati pada sekira jam 20.30, tanggal 15 November yang baru lalu.
Jumhur, Anton Permana dan tiga orang aktifis KAMI lainnya dari Medan, adalah tersangka kasus dugaan ujaran kebencian, hasutan atau hoax, yang menyebabkan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja berujung ricuh.
Sementara itu di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim yang sama, juga masih ada dua orang deklarator dan aktifis KAMI lainnya, yaitu Syahganda Nainggolan dan Anton Permana.
Walaupun pihak Polri sudah menyatakan menerapkan protokol Covid-19 kepada para tahanannya, faktanya tetap saja sudah ada korban yang terpapar virus berbahaya tersebut. Seperti sudah menjadi rahasia umum, mayoritas situasi dan kondisi Rutan di Indonesia sangat tidak layak dan memprihatinkan bagi prikehidupan dan prikemanusiaan.
Dalam kondisi darurat pandemi Covid-19, dan kewaspadaan demi menyelamatkan nyawa manusia yang jadi perhatian dan tanggung jawabnya, maka pihak Bareskrim patut melakukan kehati-hatian (special care), kewaspadaan dan pengawasan khusus (extra ordinary treatment) kepada para tahanannya.
Sesuai Peraturan Kapolri (Perkapolri) No. 4 Tahun 2005, tentang Pengurusan Tahanan Pada Rumah Tahanan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 8: “Tahanan ditempatkan terpisah dari tahanan lain, apabila: “Tahanan menderita penyakit menular.”
Pasal 10 ;
Pelayanan Tahanan berupa : ‘Pemeriksaan Kesehatan’ .
Kondisi Rutan Bareskrim saat ini rata-rata dihuni oleh lebih dari lima orang per/sel, oleh karenanya sangat beralasan demi kesehatan dan keselamatan jiwa tahanan, penyidik harus memberikan fasilitas penangguhan tahanan. Kebijakan khusus (extra policy) sambil menunggu proses pengadilan (due process of law), harus segera disikapi dan ditanggapi.
Tentunya penyidik juga punya hak penuh (exclusive right), karena harus mempertimbangkan secara serius (special), dengan mengabulkan ‘penangguhan penahanan’, sesuai ketentuan pasal 31 ayat (1) UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (KUHAP) berbunyi : “Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan berdasarkan syarat yang ditentukan.”
Penulis adalah kuasa hukum Syahganda Nainggolan dan Sekjend Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI)