Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Yusuf Mansur kembali membuka program “bisnis” baru. Namanya Simpul Daqu. Nama Daqu diambil dari Daarul Qur’an, lembaga ‘pencetak’ penghafal Qur’an milik Yusuf Mansur.
Untuk menjadi anggota, orang harus bayar dulu, dari Rp 100. 000, Rp 200.000, dan Rp 500.000. Bagi mereka yang sudah daftar membayar, nanti diberi akses untuk share link di WA, Telegram, status FB, dan layanan medsos yang lain. Lalu, pengunjung bertransaksi melalui link simpul anggota, dicatat oleh admin, dan dapat komisi yang ditransfer ke rekening anggota setiap bulan. Selain komisi bulanan, anggota bisa dapat bonus umroh, melancong ke Singapura atau Turki. Menarik bukan? Cukup menggoda.
Adapun produk yang ditawarkan adalah percaloan alias broker, yakni, STMIK Antar Bangsa (dapat fee dari formulir dan uang pangkal), Institut Daarul Qur’an (dapat fee dari formulir dan uang pangkal). Daqu Bisnis Nusantara (dapat fee dari produk yang terjual), PPPA Daarul Qur’an (dapat fee dari promosi donasi), dan Daqu Travel (dapat komisi untuk jamaah yang berangkat wisata, umroh atau haji).
Dari lima produk tersebut, sekilas nampak “wajar”, meskipun dalam perjalanannya masih perlu diuji komitmennya. Ingat, yang sudah-sudah, mulai dari investasi batu bara, Patungan usaha, Patungan Aset, Condotel Moya vidi, Tabung Tanah, umroh treni, semuanya bermasalah.
Investasi batu bara yang terjadi pada akhir tahun 2009, hanya berlangsung tiga bulan. Bulan pertama dan kedua masih untung, masih bisa bagi-bagi untung. Bulan ketiga buntung. Uang investor tak bisa ditarik kembali. Jika pun bisa ditarik, itu hanya sebagian kecil saja, dan tidak penuh. Puluhan milyar uang investor melayang.
Begitu pula tentang Patungan Usaha dan Patungan Aset untuk meng-take over hotel Siti di Tangerang, Banten, berakhir dengan tidak jelasnya nasib uang investor. Condotel Moya Vidi yang rencananya dibangun di kota Jogyakarta, juga tidak jelas pertanggungjawabannya. Kini, kasus Contotel Moya Vidi masih berjalan di Pengadilan Negeri Tangerang. Lima orang investor menuntut secara perdata.
Juga ada Tabung Tanah, yang disasar adalah para tenaga kerja di Hong Kong. Katanya, untuk membangun hotel di kota Malang, Jawa Timur. Dipasarkan pada tahun 2014, sampai saat ini, jangankan bangunannya, tanahnya saja tidak ada yang tahu.
Tahun 2017 ada lagi treni umroh. Para calon jamaah peserta PayTren. Mereka diberi kemudahan untuk ikut umroh dengan membayar uang muka sebesar Rp 3,5 juta. Uang muka sudah disetor, ternyata umroh yang dijanjikan tidak terlaksana. Kasus-kasus yang pernah ada tidak pernah dituntaskan, tetapi Yusuf Mansur terus saja meluncurkan produk yang sifatnya “pemulungan” dana umat.
Sekarang, dengan Simpul Daqu, calon peserta diiming-imingi bonus. Bukan hanya dapat transfer bulanan, tetapi peserta juga diberi janji manis berupa umroh atau keliling dunia. Indah bukan? Namanya juga pemanis, sejatinya bukan pemanis sungguhan, tetapi suguhan yang sifatnya absurd.
Jika investasi batu bara nilainya ratusan juta sampai milyaran per orang, ketika Patungan Usaha dan Patungan Aset, Condotel Moya Vidi, Tabung Tanah dan Treni Umroh, investasi yang disetor antara Rp 2,7 juta sampai Rp 10 juta. Kini, Yusuf Mansur bermain di wilayah dengan nilai yang jauh lebih kecil, dari Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu.
Secara psikologis, jika nilai rupiahnya tidak besar, jika ada masalah di tengah jalan, orang akan mudah melupakan. Atau, minimal mereka tidak mau meributkannya. Apalagi yang Yusuf Mansur dikenal sebagai seorang ustadz.
Tetapi, jangan lupa, uang Rp 100 ribu jika dikalikan dengan ribuan peserta, sebagaimana selama ini, nilainya besar juga.
Basalah lain adalah Yusuf Mansur dikenal sebagai seorang penceramah agama Islam. Mestinya, setiap bisnis yang dilakukannya berpegang pada prinsip-prinsip syariah. Artinya, setiap produk bisnis yang diluncurkan, ada dewan syariahnya yang berfungsi sebagai pengawas. Inilah yang tidak terlihat di bisnisnya Yusuf Mansur. Jika pun ada, tidak difungsikan sebagaimana mestinya.
Itu sebabnya, bisnis yang diluncurkan oleh yusuf Mansur selalu bermasalah dan tidak ada mekanisme penyelesaian yang menetramkan para investor atau peserta bisnis yang dikelolanya. Wallahu A’lam.