Breaking News
(Foto : Asdar)

KREATIFITAS DAN SUNNATULLAH

Oleh: Syatiri Matrais, Lc. MA (Pimpinan Perguruan Nurul Qalbi, Bekasi)

(Foto : Asdar)

 

Allah SWT berfirman :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿٣٠﴾

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Al baqarah : 30)

Sesuatu idea atau ciptaan yang baru, pasti penuh kejutan. Ada yang menerima dan ada yang kontra. Itulah sebuah fakta. Ketika Allah SWT ingin menciptakan manusia (Adam As) sebagai khalifah di dunia, spontanitas malaikat protes, “Kenapa Engkau jadikan manusia sebagai khalifah? Yang suka buat onar, kerusakan, kekacauan dan pertumpahan darah? Padahal, ada kami yang selalu menyembah, sujud, mengagungkan dan mensucikan Engkau ya Allah?”

Namun jawaban Allah mematahkan protes mereka bahwa Allah Maha Tahu apa yang tidak diketahui oleh para malaikat.. ” قال إني أعلم مالاتعلمون” kalimat inilah yang membuat malaikat terdiam.

Allah saja ketika memperkenalkan sesuatu yang baru ditentang oleh makhluknya? Apalagi manusia yang posisi dan kedudukan sama-sama makhluk. Sangatlah wajar jika seseorang punya idea, masukan atau kreasi dikembangkan dan dipublikasikan, kemudian responnya ada yang frontal dan ada yang menerima.

Tetapi petikan ayat di atas, mengandung muatan hikmah dan kebijakan (baca : bukan tafsir ayat).

Pertama: Secara tersirat ayat di atas mengajarkan pentingnya sebuah musyawarah. Sebagaiman dalam QS. Ali Imron : 159 Allah perintahkan untuk melakukan musyawarah dalam setiap urusan.

وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾

“Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Allah cinta musyawarah, diskusi, dengan melibatkan pendapat malaikat tentang ciptaan-Nya yang “baru”. Dan Allah tidak murka dengan bantahan malaikat yang memandang manusia sebagai makhluk “trouble maker”. Meskipun Allah sangat mengetahui alasan penciptaanNya.

Jika para Malaikat mengakui dan menerima ciptaan Allah, berbeda dengan “setan” yang frontal dan menentang ciptaan Allah. Dengan kesombongannya setan mengatakan: “Aku lebih mulia, terbuat dari api ketimbang makhluk bernama Adam yang terbuat dari tanah. Mana mungkin aku bersujud kepada Adam.”

 Begitulah jawaban setan dengan angkuh dan sombong. Rupanya, setan punya dendam kesumat kepada manusia, karena manusia menjadi pilihan Allah untuk menjadi pemimpin di dunia. Bahkan setan berani meminta waktu kepada Allah untuk menggoda manusia.

Allah pun bereaksi keras terhadap setan, mengatakan bahwa setan adalah musuh Allah. (إنه عدو مبين) Karena telah berbuat maksiat kepada Allah dengan membangkang dan tidak mau sujud kepada Adam sebagaimana halnya Allah perintahkan kepada para MalaikatNya. Tidak hanya itu yang mengundang kemurkaan Allah kepada setan. “Kesombongan” menjadi pemantik api kemurkaan Allah terhadaap setan. Betapa Allah sangat mengutuk sifat sombong yang disandang oleh ciptaannya.

Kedua: Inovasi yang baru atau sebuah kreasi harus didasari argumen yang kuat. Bukan hanya sekedar kreasi, tetapi harus berkualitas. Allah dengan kebesaran Nya, memperkenalkan keistimewaan ciptaannya, Adam as. Meskipun sebenarnya Allah tidak butuh pengakuan. Hal ini hanya untuk mengajarkan kepada makhluknya segala sesuatu harus ada pembuktian. Allah membuktikan keagungan ciptaanNya dengan makhluk teristimewa yang dibekali dengan akal. Diajarkannya “nama nama” kepada Adam untuk diexplore kepada malaikat. Malaikat diperintahkan untuk menyebutkan nama-nama seperti yang Adam sebutkan kepada mereka. Di sinilah malaikat pasrah dan mengakui keistimewaan manusia.

Manusia diberikan akal bukan sekedar pembeda, tetapi akal itu suatu anugerah yang amat besar dari Allah. Dengan akal manusia mendapat derajat tinggi. Tetapi dengan sebab akal manusia juga mendapat derajat terendah, semua itu terletak pada penggunaanya. Kreatif membawa keuntungan. Statis membawa kerugian.

Berkreasi secara positif untuk sebuah prestasi adalah wujud pemberian mandat Allah kepada manusia untuk memakmurkan dunia (khalifatullah fi al ardli was ta’marakum fiha). Sebab itulah memakmurkan dunia, bekerja mencari anugerah merupakan keniscayaan dari aktualisasi tanggungjawab manusia yag harus dijalankan.

Ketiga: “Pengakuan” sebuah karya jika sudah melalui uji materi. Ini yang dilakukan oleh para malaikat. Allah SWT memerintahkan malaikat untuk “sujud”, ketika Adam menyebutkan nama nama yang diperintahkan Allah. Sementara malaikat tidak mampu berbuat seperti yang dilakukan Adam. Kata Malaikat :

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ ﴿٣٢﴾

“Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Memberikan apresiasi adalah kepatutan bagi kreatifitas. Menghargai sebuah ijtihad (pemikiran maksimal dalam membuat keputusan dalam sebuah persoalan yang terjadi) adalah perbuatan yang mulia. Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulallah dengan mengapresiasi dua orang sahabat ketika kasus shalat dengan menggunakan tayammum.

Tentang apresiasi, berikut ini penghargaan dari Rasulallah bagi seseorang yang telah mencurahkan fikiran lewat ijtihad fiqih. Hadits riwayat Abu Said al Khudriy : “Ada dua orang lelaki sedang bepergian. Ketika datang waktu shalat, keduanya tidak memiliki air untuk berwudlu. Maka mereka bertayammum dan melaksanakan shalat. Ketika shalat telah selesai, keduanya melihat air. Lalu satu di antara mereka berdua mengulangi shalatnya dan berwudlu dengan air. Sedangkan temannya tidak mengulangi shalatnya. Setelah shalat, keduanya mendatangi Rasulallah dan menceritakan kisah mereka berdua. Setelah mendengar cerita mereka, Rasulallah berkata kepda seseorang yang tidak mengulangi shalatnya meskipun sudah ada air. “Kamu mendapatkan pahala sunnah dan shalatnya sah”. Lalu Rasulallah berkata kepada seseorang yang mengulangi shalatnya, “Kamu dapat dua pahala (yaitu pahala shalat dengan tayammum dan pahala shalat dengan berwudlu”. (Hadits riwayat Abu Daud dan Nasa’i).

Selamat berkreasi dan jangan pernah bosan memberikan apresiasi untuk sebuah ide kreatif. Wallahu A’lam

About Redaksi Thayyibah

Redaktur