Dari Sidang Gugatan Perdata Terhadap Yusuf Mansur
Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Dalam sidang gugatan perdata kali ini, Rabu (3/6), sudah masuk ke ranah mediasi, antara pihak Yusuf Mansur dengan para penggugat yang masing-masing diwakili oleh para pengacaranya. Pihak penggugat diwakili oleh Asfa Davy Bya bersama rekan, dan pihak Yusuf Mansur diwakili oleh Ariel Muchtar bersama rekan. Sebelumnya, Yusuf Mansur menyatakan akan hadir dalam sidang atau ketika mediasi. Faktanya, berbicara lain.
Sebagaimana diketahui, Yusuf Mansur digugat secara perdata oleh 5 orang investor yang merasa dirugikan oleh Yusuf Mansur terkait dengan pembangunan Condotel Moya Vidi (Yogyakarta) dan hotel Siti (Tangerang, Banten) dalam kurun waktu 2013 -2014. Mereka dijanjikan akan diberi laporan keuangan, setiap tahun ada pembagian kerahiman (bagi untung), dan mendapat jatah menginap secara gratis. Tetapi, sampai akhir 2019 lalu, jangankan uang kerahiman, laporan keuangan yang dijanjikan diberikan secara berkala tersebut tak juga pernah ada. Bahkan Web yang dipakai sebagai sarana komunikasi juga tak lagi aktif. Mereka mencari keadilan dengan cara menghubungi pihak manajemen, selalu mengalami jalan buntu dengan berbagai sebab dan alasan. Condotel Moya Vidi sendiri ternyata gagal dibangun, sedangkan hotel Siti yang akadnya sebagai hotel syariah (mulai beroperasi sejak 2015) kini menjadi hotel konvensional dan kos-kosan eklusive dengan tingkat hunian yang hanya 30% (sebelum terjadinya Pandemi Covid-19).
Dalam persidangan mediasi tadi siang, lawyer dari Yusuf Mansur minta agar pihak penggugat memperlihatkan bukti-bukti transfer, kwitansi dan dokumen terkait lainnya yang menunjukkan ada aliran dana ke rekening Yusuf Mansur. Jika pihak penggugat bisa menunjukkannya, maka pihak Yusuf Mansur akan buat akta perdamaian.
Karena ini sidang mediasi, menurut Pengacara penggugat, Asfa Davy Bya, mengatakan bahwa dalam sidang mediasi tidak bicara soal pembuktian. “Kalau Yusuf Mansur mau damai, mestinya sejak kami somasi ada tanggapan positif dari pihak Yusuf Mansur,” kata Asfa Davy Bya. Sebelum gugatan perdata didaftarkan ke Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, pada Februari 2020, pihak penggugat sudah mensomasi Yusuf Mansur selama 3 kali. Dan selama somasi tersebut, tidak ada tanggapan posisitf dari pihak Yusuf Mansur, bahkan dia menggertak akan menggugat balik pihak penggugat. Menurut Asfa Davy Bya, jika hendak berdamai, ketika somasi itulah momentumnya. “Dan mereka yang mengajukan proposalnya, bukan dari pihak penggugat,” jelasnya.
Menurut Asfa Davy Bya, jika bicara tentang bukti-bukti, itu ranahnya di sidang pokok perkara. “Bukan di sidang mediasi,” kata Asfa Davy Bya. Karena sidang mediasi yang pertama ini gagal, maka hakim mediasi masih memberikan waktu sepekan ke depan untuk melanjutkan mediasi. Pada Kamis (11/6) yang akan datang akan digelar sidang mediasi yang kedua. Jika sidang mediasi kedua ini mengalami jalan buntu maka sidang perdata akan digelar kembali.
Pengadilan dengan hakim-hakimnya yang adil, akan memutuskan perkara secara adil pula. Karena itu, hakim akan melihat tidak hanya bukti-bukti materiil yang dipakai untuk memutus suatu perkara, tetapi para hakim mestinya menggunakan hati-nuraninya dalam melihat suatu persoalan. Inilah tantangan terbesar bagi hakim di Indonesia: mempertimbangkan dengan hati nurani.
Oleh sebab itu, jika sidang mediasi pada Kamis (11/6) nanti gagal mencapai kesepakatan, maka persidangan perdata akan berlanjut. Di sini, keadilan dan kepiawaian hakim akan diuji dalam rangka memutus perkara dengan melibatkan hati-nurani. Wallahu A’lam.