Oleh : M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Kasus yang menimpa Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen telah memunculkan catatan sejarah yang dinilai heroik. Sebanyak 3000 an Purnawirawan diantaranya ratusan Jenderal atau Perwira Tinggi bergerak bersama mendukung dan memohon agar Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat membebaskan Kivlan Zen dari penghukuman.
Kasus kepemilikan senjata yang dituduhkan adalah “sumier” dan ironi bagi seorang pensiunan Mayor Jenderal TNI mantan Kastaf Kostrad. Nuansa politik lebih dominan daripada pidana. Munculnya gerakan dukungan 3000 an Purnawirawan ini menjadi sangat fenomenal.
Ada spirit keprihatinan, kesetiakawanan, serta perlawanan dari pasukan tua militan tersebut. Berani untuk muncul serentak dalam membela rekan seperjuangan yang dinilai terzalimi.
Dengan tidak ikut campur aspek hukum yang menjadi kewenangan para Penasehat Hukum, maka dorongan moral para serdadu purnawirawan itu adakah suara kebenaran dan keadilan. Suara hati nurani dan suara pengingat pengabdian pada ibu pertiwi.
Kivlan Zen adalah representasi dari kegigihan seorang tentara dalam meluruskan jalan kekuasaan dan mewanti-wanti kebangkitan komunisme di era kini. PKI dan komunisme adalah musuh TNI, musuh umat Islam, dan musuh rakyat Indonesia.
Hakim bukan terompet undang-undang tetapi penggali nilai nilai keadilan yang hidup. Suara para purnawirawan baik Perwira Tinggi, Perwira Menengah, maupun pangkat lainnya adalah suara keadilan yang hidup itu. Mereka adalah juri-juri hati nurani.
Semoga Majelis Hakim dapat mendengarkan suara teriakan kebenaran. Demi catatan sejarah kemuliaan dan kehormatan diri dalam berkhidmat pada keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasukan tua militan masih merasakan getaran penegak keadilan yang diyakini tidak akan menjadi pembunuh keadilan. Kivlan Zen sangat layak untuk dibebaskan. Masih terlalu banyak pejabat perampok uang negara dan budak budak asing yang sangat merusak negara. Merekalah semestinya yang jauh lebih layak untuk diseret ke meja hijau.