thayyibah.com :: Saya pernah mendengar bahwa orang yang diam dari kebenaran adalah syaithan bisu, apakah ini benar? Ya, kalimat ini diucapkan oleh sebagian salaf. Bukan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi was salam, tetapi hanya ucapan dari sebagian salaf.
Mereka mengatakan:
الساكت عن الحق شيطان أخرس والناطق بالباطل شيطان ناطق
“Orang yang diam dari kebenaran adalah syaithan yang bisu sedangkan orang yang berucap dengan kebatilan adalah syaithan yang berbicara.”
Orang yang mengatakan ucapan batil dan menyeru kepada kebatilan, maka dia ini termasuk syaithan yang berbicara. Adapun seorang yang diam dari kebenaran padahal dia mampu, tidak memerintah kepada perkara-perkara yang ma’ruf, tidak melarang dari kemungkaran, tidak berusaha mengubah perkara-perkara yang wajib untuk dirubah, dan dia malah diam padahal mampu untuk berbicara, maka dia ini dikatakan syaithan bisu dari kalangan manusia. Karena wajib bagi setiap mukmin untuk mengingkari kebatilan dan menyeru kepada perkara-perkara yang diperintahkan syariat. Bila ia mampu melakukan ini, maka berhak baginya sebagaimana firman Allah jalla wa ‘alla:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Alu ‘Imran:104)
Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kaum mukminin dan mukminah, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian lainnya. Mereka menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah fari perbuatan yang mungkar.” (At-Taubah:71)
Nabi shallallahu ‘alaihi was salam bersabda:
إن الناس إذا رأوا المنكر فلم يغيروه أوشك أن يعمهم الله بعقابه
“Sesunguhnya manusia apabila melihat kemungkaran kemudian tidak berupaya mengubahnya, maka hampir-hampir Allah akan meliputi mereka dengan adzab-Nya.”
Dan Nabi ‘alaihish shalatu was salam bersabda:
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Bila tidak mampu, maka dengan lisannya. Bila tidak mampu, maka dengan hatinya dan itulah selemah-lemah iman.” [Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam “Shahih” nya.]
Sehingga ini menjelaskan kepada kita tentang wajibnya mengingkari kemungkaran sesuai dengan batas kemampuan. Dengan tangan, lisan, kemudian hati. Oleh karena itu seseorang yang diam, tidak mau mengingkari kemungkaran padahal dia mampu melakukannya, tidak ada sesuatu yang menghalanginya, maka inilah dia syaithan bisu tersebut.