Breaking News
Masyarakat menuntut Sukmawati dipidana karena jejak dia menista agama, mulai dari Puisi Adzan hingga membandingkan bapaknya dengan Rasulullah. (Foto : CNN)

INDONESIA NEGARA ‘BEBAS’ MENISTA AGAMA?

Oleh : Ahmad Khozinudin, SH (Ketua LBH Pelita Umat)

Masyarakat menuntut Sukmawati dipidana karena jejak dia menista agama, mulai dari Puisi Adzan hingga membandingkan bapaknya dengan Rasulullah. (Foto : CNN)

 

Rabu (29/4) Penulis mendapatkan kiriman WA secara pribadi Foto SP2HP dari Sekjen GNPF Ulama sekaligus Wartawan Senior, Bang Edy Mulyadi. Surat berkenaan, menginformasikan bahwa aduan Sekjen GNPF Ulama atas Sukmawati yang telah melecehkan Marwah Rasulullah Muhammad SAW, membandingkannya dengan Ir. Soekarno, kasusnya dihentikan.

Saat itu, Sukmawati begitu bangganya menerangkan peran bapaknya dalam kemerdekaan bangsa Indonesia. Dengan pertanyaan retorik, Busukma sekaligus merendahkan wibawa Rasulullah Muhammad SAW dengan mempertanyakan apa peran dan sumbangsihnya bagi kemerdekaan Indonesia.

Kontan saja segenap elemen marah, banyak pihak yang tak terima Rasulullah SAW dilecehkan. Bang Edy Mulyadi, adalah Sekjen GNPF Ulama yang juga turut melaporkan Sukmawati ke Polda Metro Jaya.

Dalam surat bernomor : B/1638/IV/RES.1.2.4/2020/Ditreskrimum, yang dikeluarkan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, perihal Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) disebutkan pada intinya bahwa Laporan Dugaan Tindak Pidana yang dilakukan oleh Sukmawati dihentikan karena bukan merupakan tindak pidana.

Bang Edy sendiri merasa kecewa, sebab dirinya sangat berharap di era kepemimpinan Polri dibawah Kapolri pak Idham Azis akan berbeda dengan Kapolri sebelumnya. Karena itu, dirinya ikut tergerak untuk turut melaporkan meskipun telah banyak unsur masyarakat lainnya yang telah lebih dahulu melaporkan.

Dalam keterangannya, Sekjen GNPF Ulama ini hanya bisa pasrah, sebab tak ada lagi upaya jika Penyidik menyatakan perkara yang dilaporkan bukan merupakan tindak Pidana.

Namun, Aktivis yang juga Wartawan Senior ini justru menegaskan bahwa dengan kasus ini umat jadi tahu bahwa hukum di negeri ini memang tebang pilih, hukum yang tajam pada para oposan. Orang-orang yang mengkritik penguasa, orang-orang yang tidak sebarisan dengan penguasa, maka hukum ditegakkan secara tegas dan keras.

Tapi sebaliknya, hukum tidak berlaku apabila pelakunya dari kalangan istana dan para pendukungnya. Umat semakin tahu bahwa rezim ini tidak adil, zalim terhadap umat, penganut agama mayoritas di negeri ini.

“Paling yang bisa kita lakukan adalah berdoa, agar Allah SWT menurunkan azab yang pedih dan keras bagi siapa saja yang memusuhi agama-Nya” pungkasnya.

Penghentian kasua Sukmawati, sebenarnya sudah sejak lama dilakukan Penyidik. Pada Selasa (7/4) dalam sebuah Group WhatsApp (GWA) Penulis mendapat kiriman Foto SP2HP dan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan dari Ditreskrimum Polda Metro Jaya, atas Laporan Polisi yang diajukan oleh Rekan Advokat Ratih Puspa Nusanti, SH. Laporan berkenaan dengan ujaran penistaan agama yang dilakukan oleh Sukmawati yang membandingkan Rasulullah SAW dengan Ir. Soekarno. Surat tersebut memberikan laporan Perkembangan Hasil Penyelidikan dan Pemberitahuan Tentang Dihentikannya Kasus Penghinaan Rasulullah SAW yang dilakukan oleh Sukmawati.

Surat bernomor B/3425/III/RES.1.24/2020/Ditreskrimum dan Nomor  S.Tap/47/III/2020/Ditreskrimum yang dikeluarkan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya tanggal 20 Maret 2020, memupus harapan umat Islam atas tuntutan keadilan agar Sukmawati sang ibu Penista Agama diseret ke meja Pengadilan.

Karena pelapor kasus ini banyak, maka Penyidik Polda melakukan kompilasi kasus dalam satu pemeriksaan. Ketika laporan Rekan Advokat Ratih Puspa Nusanti, SH dinyatakan dihentikan, maka otomatis juga berlaku bagi laporan yang lain termasuk laporan yang dilakukan Sekjen GNPF Ulama.

Penghentian kasus ini sangat menyakitkan, karena diterbitkan saat situasi pandemik, saat umat Islam menjalankan ibadah puasa Ramadhan, saat belum lama ini umat Islam dibuat marah oleh oknum kaum kafir yang membagikan “Nasi Anjing” kepada umat muslim.

Penghentian kasus ini juga menaikan tensi amarah, disaat Kapolri menerbitkan telegram untuk melakukan patroli cyber, mengamati berbagai ujaran Penghinaan kepada Presiden, bahkan menangkap dan menahan Ali Baharsyah hanya dengan tuduhan menghina presiden melalui unggahan video “Presiden Go Block”.

Kesan yang dapat dibaca adalah, tidak boleh ada seorangpun warga negara yang menghina dan merendahkan marwah presiden. Negara akan hadir dan melakukan proses hukum.

Padahal, aktivitas yang dilakukan Ali Baharsyah dan aktivis lainnya adalah mengkritisi kebijakan, bukan mengomentari personal. Tetap saja Ali Baharsyah ditangkap bahkan ketiga temannya yang tak tahu persoalan ikut diangkut Penyidik.

Namun, terhadap penghina Rasulullah SAW, penghina Al Qur’an, penghina ajaran Islam, tak ada satupun kasus yang ditingkatkan hingga ke meja persidangan. Ada kesan, negara justru melindungi para Penista Agama.

Jadi wajar saja, jika Ade Armando, Fictor Laiskodat, Abu Janda, Deni Siregar dan Busukma tak bisa ditangkap dan dipenjara. Jangankan sampai ke meja hijau, diperiksa saja ditingkat penyidikan tidak, tak ada yang berstatus tersangka, gerombolan penghina agama ini masih terus bebas berkeliaran menebar provokasi dan permusuhan.

Maka jika demikian faktanya, apakah benar negeri ini sudah menjadi sorga bagi Penista Agama ? [].

About Redaksi Thayyibah

Redaktur