Breaking News
(Foto : REQNews)

Perppu Menyerempet Darurat Sipil

Oleh : Djudju Purwantoro (Advokat dan Sekjen Ikatan Advokat Muslim Indonesia/IKAMI)

(Foto : REQNews)

Pemerintah mengeluakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) untuk Penanganan Covid-19.

Substansi Perppu KKSK tersebut yang lahirnya di tengah “pandemi virus corona” patut dipertanyakan, karena banyak kritikan dan menjadi polemik terutama dikalangan ahli hukum. Tidak adanya acuan konstitusional yang jelas, dan tidak relevan dengan undang-undang tentang kedaruratan kesehatan, malah nyaris menyerempet penerapan “darurat sipil”.

Syarat penerbitan Perppu 1/2020 tersebut juga tidak terpenuhi, jika terminologi ‘kegentingan yang memaksa’ perihal merebaknya wabah Corona-19, tapi dikait-kaitkan dengan kondisi darurat yang mengancam sistem ekonomi nasional.

Menurut pasal 22 UUD 1945; “dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perppu,” dan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2019; “adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan UU yang berlaku,” tentu hanya terpenuhi khusus dalam hal penanganan Covid-19.

Perppu 1/2020 itu juga berpotensi menjadikan eksekutif melampaui fungsi kewenangan (out of control), karena adanya pengecualian (kekebalan hukum) dalam pengawasan, dan budgeting oleh legislatif.

Sebagai contoh, Pasal 27 ayat (1) Perppu 1/2020 menyebutkan soal “biaya yang dikeluarkan Pemerintah dan KSSK dalam penyelamatan perekonomian dari krisis bukan termasuk kerugian negara”.

Tentunya klausul itu bisa “melumpuhkan” fungsi pengawasan anggaran keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tidak bisa dijangkau lembaga judicial, segala kemungkinan korupsi dalam rangka penanganan Covid-19.

Demikian pula, pasal 27 ayat (2 dan 3) sepatutnya klausul tersebut “batal demi hukum”, karena sifatnya pengecualian suatu asas yang khusus (lex specialis) tidak perlu dicantumkan di dalam undang-undang.

Pasal 27 ayat (1); menyebutkan soal biaya yang dikeluarkan Pemerintah dan KSSK dalam penyelamatan perekonomian dari krisis “bukan termasuk kerugian negara.”

Ayat (2); menyebutkan bahwa KSSK, pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, “tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik.”

Ayat (3) menyatakan, bahwa segala tindakan dan keputusan yang diambil berdasarkan Perppu Corona ini “bukan merupakan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara (PTUN).”

Beberapa Klausul dalam Perppu ini juga dimungkinkan menjadi sarana “penyelundupan hukum”, dan kekebalan (impunity) bagi para pejabat negara yang “kepleset korupsi” saat menjalankan fungsinya dalam konteks Covid-19.

Padahal ancaman “pidana mati” bisa dikenakan kepada mereka yang korupsi dalam kondisi darurat bencana nasiona

About Redaksi Thayyibah

Redaktur