“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Qs. ali Imran/3:191)
thayyibah.com :: Memasuki minggu ketiga setelah kebijakan social distancing mulai diberlakukan pemerintah, bukan hanya system bekerja yang berubah. Metode belajar, berbelanja, meeting hingga kegiatan kajian dan beribadah, semua dilakukan di rumah. Ya, rumah menjadi satu-satunya tempat yang setidaknya paling ‘aman’ di tengah pandemi nan tengah mewabah. Meski di waktu yang sama—masih banyak saudara kita yang harus bekerja mencari nafkah, mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk anak dan isteri di rumah.
Corona memang luar biasa! Sekejap ia mengubah tatanan sosial, hukum bahkan perekonomian dunia. Dari sisi sosial, manusia yang tercipta sebagai makhluk yang senang berinteraksi dianjurkan untuk tidak bertemu secara fisik atau minimal mengurangi.
Kedua, dari segi hukum, ada kebijakan yang dicanangkan menteri— para narapidana yang telah menjalani 2/3 masa tahanan di Indonesia bebas keluar dari kurungan penjara (juga para koruptor kelas kakap? Padahal fasilitas mereka di bui ditaburi fasilitas mewah nan lengkap!)— ketiga, dari sisi ekonomi dimana dollar melonjak naik dan berakibat juga pada daya beli masyarakat.
Masyarakat mulai hilang ghirah mau belanja/ hura-hura, sebab daripada buat belanja dan hura-hura, lebih baik uang yang ada untuk makan sehari-hari saja. Tak pelak dampak zhahir Corona pun merembet kepada perusahaan-perusahaan swasta. Beberapa perusahaan swasta dan usaha dagang rumahan hampir banyak yang tidak tahu nasib akhirnya; mereka berada dalam dilema—terpaksa merumahkan para pekerja atau mempertahankan namun tak mampu menggaji mereka.
Sekali lagi, Corona memang luar biasa! Saking luar biasanya ia, dunia dibuat gempar, panik dan bingung karenanya. Namun, di balik luar biasa kemunculan dan dampak yang ditimbulkannya, manusia yang mengaku beriman semestinya harus sadar bahwa segala sesuatu yang ada, muncul, dan hadir di planet yang tengah kita tinggali pasti ada sebab musabab yang memiliki tujuan berarti.
Karenanya, sejenak kita melupakan kesedihan dan penderitaan atas musibah wabah pandemi yang menimpa hampir di ratusan Negara dunia saat ini, sejenak pula mari kita lihat dalam perspektif yang berbeda; kondisi bumi dan kualitas udara, yang semakin membaik, misalnya.
Para ilmuwan menguraikan temuan dan hikmah Corona yang membuat beberapa Negara memberlakukan lockdown, seperti Italia dan China. Dampak dari lockdown yang dilakukan Italia ternyata tidak sepenuhnya negatif.
Badan Antariksa Eropa mengatakan lockdown memiliki efek positif besar pada emisi CO2. Satelit ESA’s Sentinel-5P memperlihatkan konsentrasi nitrogen dioksida di Italia yang diproduksi oleh mobil dan pembangkit listrik mengalami penurunan drastis sejak tanggal 1 Januari hingga 12 Maret 2020.
Emanuele Massetti, seorang ahli ekonomi perubahan iklim di Georgia Tech University, mengatakan peningkatan kualitas udara dipastikan karena sebagian besar mobil diesel tidak berjalan. Masseti berharap polusi turun lebih jauh karena konsentrasi partikel-partikel di atmosfer tersebar atau terserap. Dalam beberapa hari, ujar Masseti, warga Negara Italia akan menikmati udara terbersih yang pernah ada di Italia Utara.
Sama dengan Italia, menurut pantauan NASA dan Badan Antariksa Eropa kualitas udara di China telah meningkat menjadi lebih baik secara signifikan sejak 1 Januari 2020. Seperti halnya Italia, isolasi sosial dan lockdown kota-kota tertentu di China telah mengurangi lalu lintas mobil di jalan, yang berarti gas berbahaya yang dipancarkan oleh kendaraan, pembangkit listrik, dan fasilitas industri hampir berhenti total.
Selain berkah-berkah di atas yang jarang diekspose media, berkah Corona tentu yang dirasakan oleh China— kebijakan lockdown yang diberlakukan pemerintah Wuhan mewajibkan seluruh pabrik untuk tidak beroperasi, jalan-jalan yang sebagian besar sepi dan toko-toko yang menghentikan sementara transaksi jual beli, menjadikan kualitas udara di Wuhan, China meningkat hingga 21,5% pada Februari—demikian yang diutarakan oleh Menteri Ekologi dan Lingkungan China.
Bukti empiris di atas membuktikan sejenak kita boleh renungkan bahwa keberadaan Corona yang tidak sepenuhnya menyisakan derita. Corona ada sebagai bukti bahwa bumi (yang juga salah satu makhluk/ ciptaan Tuhan) sejenak perlu beristirahat. Bumi terlampau letih sehingga ia perlu menepi—menyembuhkan dirinya sendiri. Melalui kenyataan ini pula hendaknya kita sadar—bahwa apapun yang diciptakan Tuhan, tiada satupun yang tidak memiliki nilai pengajaran (tarbiyah). Semua memiliki hikmah, tujuan dan tentu kebaikan.
Demi siapa? Demi manusia dan seluruh makhluk yang hidup di alam raya. Bisa dibayangkan, bagaimana dunia (jika) tanpa corona? Bumi tak mampu menjalani perannya dengan sempurna dan maksimal sebab setiap detiknya ia dihuni oleh manusia yang tiada henti berlalu lalang (bahkan merusak dan mengotori?).
Corona seolah membawa pesan agar kita mau tunduk dan penuh keyakinan atas salah satu firman-Nya di penghujung Qs. Ali Imran ‘tiada satupun yang Allah ciptakan dengan kesia-siaan’. Semoga, selalu ada celah untuk bersyukur dan selalu ada celah untuk melihat sisi-sisi kebaikan Tuhan di balik perihnya cobaan. Wallahu a’lam..
Oleh: Ina Salma Febriany
Sumber: republik.co.id