Akadnya Bangun Condotel, Berlabuh ke Hotel Siti
Catatan Redaksi:
Artikel ini ditulis menanggapi ancaman Yusuf Mansur (YM) melalui video yang diunggah di IG-nya Rabu (3/3/2020), terkait dengan Condotel Moya Vidi dan Hotel Siti. Setelah video tersebut beredar, para pengikut YM gencar, melalui media sosial, membela junjungannya itu. Antara lain, mengatakan bahwa yang selama ini kritik YM itu, baik melalui buku, media online, dan media sosial, adalah hoak dan fitnah.
Atas dasar itu, kami turunkan artikel ini yang khusus menanggapi tentang Condotel Moya Vidi dan Hotel Siti. Semoga bermanfaat –Redaksi.
Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Video yang berdurasi tak kurang 40 menit itu, antara lain, menyinggung tentang investasi Condotel Moya Vidi dan Hotel Siti. Cuplikannya sebagai berikut:
Bersamaan dengan Hotel Siti patungan usaha, Alhamdulillah dengan izin Allah SWT ada Moya Vidi. Ada seorang ibu di Magelang yang punya tanah, kemudian kawan saya Mas Arjun dan Mas Harjanto membangun apartemen di sana. Mas Arjun dan Mas Harjanto itu gagal membangun apartemen Moya Vidi. Kenapa gagal, karena di sana kemudian dengan ijin Allah, ada moratorium. Kemudian ada kebijakan-kebijakan apalah yang kemudian membuat tidak bisa dibangun, tidak bisa dibangun Moya Vidi itu. Lalu saya bicara nih dengan temen-temen, siapa yang kemudian pada ikut, oh, yang ikut orang-orang Paytren, begitu.
Satu saja ada yang nyerahkan Moya Vidi duitnya langsung ke saya, haram saya berdiri, haram saya hidup, satu saja. Ga ada, tidak ada. Nyerahin duitnya juga sama orang lain, ke rekeningnya orang lain. Ada PPATK, ada BI, jangan karena dia semua diinvestigasi tapi yang diinvestigasi ini, ini sekunder semua.
Bagaimana ceritera yang sebenarnya?
Kisahnya bermula dari Hj Suryati, seorang pengusaha katering dan pemilik gedung pertemuan di Jalan Jogya – Magelang, Jogyakarta, dengan nama Grha Sarina Vidi, berencana mengembangkan usahanya. Untuk keperluan tersebut, Suryati menggandeng Harjanto Suwondo yang dikenal sebagai konsultan property. Dua orang ini sepakat membangun condomonium yang diberi nama Condotel Moya Vidi (CMV) yang akan dikelola oleh PT Grha Suryamas Vinandito. Lokasinya berada di belakang Graha Sarina Vidi.
Karena butuh modal, maka Suryati dan Harjanto sepakat menggandeng YM yang diyakini bisa menggerakkan jaringannya untuk berinvestasi di CMV. Maka YM pun menggerakkan orang-orang yang bergabung di Veritra Sentosa Internasional (VSI) cikal bakal Paytren untuk membeli saham di CMV. Untuk menampung dana yang masuk, diserahkan ke CV Bintang Promosindo (BP)yang direktur utamanya Arjun yang tidak lain adalah teman dekat YM, tinggal di Solo. Sejak 22 Februari 2014, CMV mulai menjual kepemilikan ke masyarakat.
Ketika di bulan Maret 2014 YM bersama rombongan melakukan safari di Hong Kong, yang dijual adalah hotel Siti, CMV, Nabung Tanah, serta VSI. Spanduk dan brosur tentang prospek CMV beserta foto YM terpampang secara jelas.
Rupanya, kerjasama antara Suryati, Harjanto, dan YM tidak sampai setahun. Sebelum tahun 2015, kongsi itu bubar. Sementara dana yang telah masuk ke BP sebesar Rp 1, 558 milyar dari sekitar 600-an investor.
Tidak jelas bagaimana mekanisme, YM secara sepihak mengalihkan investasi CMV ke hotel Siti yang ada di Tangerang. Hotel Siti sendiri sebelumnya dibangun dari dana masyarakat yang dikumpulkan lewat Patungan Usaha dan Patungan Aset yang pada Juli 2013 dihentikan oleh Otoritas Jasa Keuangan karena telah melanggar regulasi. Lalu YM membentuk Koperasi Indonesia Berjamaah (KIB) untuk menampung dana masyarakat tersebut.
Kesalahan fatal YM adalah mengalihkan dana CMV ke hotel Siti secara sepihak. Karena akadnya adalah CMV, maka, ketika akan dipindahkan ke hotel Siti, para investor mestinya diberitahu dan diberi pilihan. Ambil uangnya atau setuju dananya ditempakan ke hotel Siti. Ini kesalahan pertama.
(lihat https://kopindoberjamaah.com/artikel/detail/tentang-pengalihan-investasi-moya-vidi-ke-hotel-siti-tangerang –red)
Kesalahan kedua, YM berjanji, akan ada bagi hasil untuk setiap investasi yang dihimpun lewat dia, apakah itu Patungan Usaha, Patungan Aset, CMV, Nabung Tanah, dan sebagainya. Ternyata, setelah setahun nasib investasi para pemegang saham tidak pernah jelas. Tidak ada laporan keuangan, tidak ada bagi hasil, dan web yang disediakan untuk itu sudah tidak bisa diakses. Kemana para investor mengadu?
Ada beberapa orang yang berhasil menghubungi YM, setelah bersusah payah dan berbelit-belit, investasinya sebesar Rp 2.700.000 dikembalikan. Sejak 2014 sampai 2020, yang dikembalikan hanya pokoknya saja. Tidak ada uang kerahiman sebagaimaa dijanjikan di awal.
Hotel Siti
Hotel Besutan YM ini terletak di jalan M Thoha km 2.1 Kota Tangerang. Siti diambil dari nama Siti Maemunah, istri YM. Awalnya, oleh YM, hotel Siti dipromosikan sebagai hotel syariah, sebagai tempat transit jamaah haji dan umroh, baik ketika mau berangkat maupun datang dari kota suci. Para investor pun diiming-imingi dengan berbagai fasiltas dan bagi untung. Setelah direnovasi sana-sini, hotel Siti resmi dibuka, awal tahun 2015. Manajemen Horison digandeng untuk mengelolanya.
Meski sudah dikelola oleh Horison, hotel Siti yang terletak di kawasaan macet itu, tak juga bagus performanya. Jamaah haji dan umroh yang diharapkan bisa menginap di sini, tak pernah terjadi. Hotel Siti pun menjadi sepi.
Pada tahun 2017, Horison hengkang dari Siti. Tulisan Horison yang ditempel di kaca depan lobi hotel mulai dikelupas. Lalu manajeman pun berubah 180 derajat. Hotel Siti tak lagi berstatus sebagai hotel syariah. Jika sebelumnya, para tamu hotel yang berpasangan, pria-wanita, dimintai KTP-nya dan dicocokkan apakah mereka pasangan mahrom atau bukan, sejak tahun 2017 itu tak lagi dilakukan, juga tak pernah ditanya.
Hotel Siti yang berlantai 11 dengan 130 kamar itu terdiri dari 3 jenis kamar. Superior, Deluxe, dan Suite. Ketika pada Kamis (21/11/2019) penulis menginap di hotel Siti, kamar superior dipatok Rp 250 ribu, Deluxe dengan Rp 350 ribu, dan Suite dengan Rp 650 ribu. Dan ada yang mengejutkan, hotel ini juga dijadikan kos-kosan dengan mengutip Rp 2,5 juta per bulan untuk kamar Superior yang terletak di lantai 3 dan 4.
Ironi. Hotel yang awalnya dimanajemeni oleh Horison dan bersyariah, kini menjadi hotel konvensional dan tak lagi mengedepankan norma-norma keagamaan. Ini juga menyalahi akad awal, yakni, hotel syariah.
Kasus CMV dan hotel Siti, telah menyalahi akad. Dan itu menyalahi syariat Islam, walaupun “dimiliki” oleh seorang pendakwah.